Belakangan, nama Vanuatu ramai menjadi perbincangan di jagat dunia maya setelah turut terlibat dalam perdebatan sengit dengan Indonesia soal dugaan pelanggaran HAM di Papua dalam sidang PBB. Vanuatu merupakan negara kecil di kawasan Oseania yang terletak di sebelah timur Australia dan bagian selatan Samudera Pasifik. Masyarakat Vanuatu adalah bangsa Melanesia yang mempunyai ciri fisik seperti orang Papua.
Seperti Indonesia, Vanuatu juga termasuk negara kepulauan dengan sekitar 80 pulau yang terbagi menjadi enam provinsi. Ibukota Vanuatu terletak di Port Vila di Pulau Efate. Vanuatu memiliki 139 bahasa asli, sedangkan nama Vanuatu dalam bahasa setempat dimaknai sebagai Tanah Kami Selamanya (Our Land Forever). Masyarakat lokal sangat memegang teguh ajaran adat terkait siklus penanaman, sejarah keluarga, dan pentingnya flora fauna.
Vanuatu di tahun 2020 ini mendapatkan posisi empat besar sebagai negara paling bahagia di dunia, dan menjadi negara paling bahagia di luar Benua Amerika. Gelar ini diperoleh Vanuatu dari Happy Planet Index berdasarkan beberapa kriteria, yakni kesejahteraan bangsa, harapan hidup dan tingkat ketimpangan, serta ekologi. Predikat ini menandakan bahwa masyarakat Vanuatu hidup lebih sejahtera dibandingkan Indonesia.
Sebelum merdeka pada tahun 1980, Vanuatu dahulunya adalah bekas dari jajahan negara Inggris dan Perancis. Kedua negara sempat mendirikan satu pemerintahan bersama atau kondominium yang bernama Hebrides Baru. Setelah merdeka, pulau-pulau di kawasan ini bersatu menjadi Vanuatu dan mendirikan satu pemerintahan yang independen. Vanuatu bergabung dengan Inggris sebagai anggota persemakmuran Britania Raya.
Data dari Vanuatu National Statistics Office (VNSO) tahun 2011, tingkat kebahagiaan masyarakat Vanuatu diperoleh dari akses akan tanah. Sekitar tiga per empat dari 298 ribu penduduk Vanuatu tinggal di kawasan desa dengan mayoritas memiliki akses akan tanah. Di tanah inilah yang kemudian dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat hunian hidup dan bercocok tanam untuk memperoleh hasil bumi.
Dalam survei yang sama, rahasia kebahagiaan Vanuatu juga diperolah dari ketersediaan sumber daya seperti babi, ubi jalar, dan tanaman kava Pasifik Selatan (tanaman merica penghilang stres dan kecemasan). Hasil pertanian ini bahkan dapat ditukarkan dengan kebutuhan rumah tangga tanpa uang, atau dengan sistem barter. Masyarakat hidup rukun dalam bertetangga, tanpa ada diskriminasi etnis atau bentrokan antar suku bangsa.
Menjadi negara paling bahagia tak membuat Vanuatu lepas dari berbagai permasalahan. Vanuatu berada di kawasan Cincin Api Pasifik yang paling berbahaya di dunia. Bencana erupsi gunung api, banjir lahar dingin, dan gempa vulkanik bisa sewaktu-waktu menimpa negeri kecil ini. Tidak hanya itu, pemanasan global telah mengancam Vanuatu tenggelam karena naiknya permukaan air laut dan perubahan iklim.
Berdasarkan laporan dari United Nations Universitu tahun 2014, Vanuatu disebut sebagai negara yang paling rentan terdampak bencana alam di dunia. 2015 lalu, Vanuatu sempat dilanda Topan Pam yang menyebabkan kerusakan parah dan membuat 75 ribu orang kehilangan rumah. Namun dengan semangat gotong royong, masyarakat dengan cepat membangun kembali desa-desanya hingga kondisi bisa pulih seperti sedia kala.
Dalam sidang Majelis Umum PBB beberapa waktu lalu, Vanuatu bersuara merongrong kedaulatan NKRI untuk melepaskan Papua dan memberikan kemerdekaan atasnya. Vanuatu sudah lama berusaha menarik dukungan dunia untuk lebih peduli pada isu Papua. Vanuatu menilai Indonesia terus melakukan pelanggaran HAM di Papua. Oleh karen itu, dalam sidang Majelis Umum PBB, Vanuatu meminta penyelidikan Dewan HAM PBB.
Sikap Vanuatu sudah berlangsung lama, terhitung sejak tahun 2016. Dalam setiap sidang Mejelis Umum PBB, mereka selalu mengangkat isu Papua. Dilasir dari Kumparan.com, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan alasan di balik sikap Vanuatu yang mengupayakan kemerdekaan Papua adalah solidaritas negara Pasifik. Jelas mereka memiliki kesamaan ras dengan etnis-etnis di Papua.
Etnis-etnis suku di Papua memang berbeda bangsa dengan sebagian besar masyarakat Indonesia yang berasal dari ras Mongoloid. Yang menjadi satu pertanyaan besar, bagaimana Vanuatu begitu getol membela Papua untuk merdeka, sedangkan Suku Aborigin di Australia sama sekali tidak dibela? Ini menjadi satu kejanggalan. Perlu adanya sikap politik luar negeri yang tegas, karena yang dipertaruhkan adalah kedaulatan negara.
Banyak warga net langsung menyerbu media sosial Vanuatu dan memberi komentar tidak baik dan bernada rasis sejak berita ini viral. Jelas, tindakan ini juga tak bisa dibenarkan. Sikap rasis semacam inilah yang justru akan semakin membuat mereka bersemangat untuk memperjuangkan Papua merdeka karena menjadi representasi bagiamana masyarakat Indonesia memperlakukan kelompok minoritas Papua. Jadi, setop bersikap rasis!