Menatap Masa Depan Industri Pariwisata Lombok Pascagempa

Seluruh pihak harus bisa belajar dari peristiwa bencana yang terjadi. Salah satunya dengan mengupayakan infrastruktur tahan gempa bagi warga.

SHARE :

Ditulis Oleh: Himas Nur

Pariwisata Lombok, Nusa Tenggara Barat menjadi sorotan sejak gempa bumi berkekuatan 7 Skala Richter (SR) mengguncang Lombok pada Minggu (5/8/2018) petang.

Gempa yang disebabkan aktivitas Sesar Naik Flores atau Flores Back Arc Thrust ini menyebabkan kerusakan sejumlah bangunan dan fasilitas publik. Mulai dari tempat tinggal, rumah sakit, pusat perbelanjaan, hingga bandara. Sektor pariwisata yang menjadi andalan Provinsi NTB ini pun tak luput terkena imbas.

Baca Juga: Mengapa Bencana Gempa Menerus Terjadi di Indonesia? Ini Jawabannya

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan hingga Selasa (7/8/2018), terdapat 4.636 wisatawan asing maupun lokal yang berhasil dievakuasi dari tiga lokasi wisata, yaitu: Gili Terawangan, Gili Air, dan Gili Mino.

“Ada 4.636 wisatawan lokal dan asing. Namun, tidak ada pembagian angka wisatawan asing berapa dan wisatawan lokal berapa. Karena ketika evakuasi, kapal terus bertambah. Sulit untuk penghitungan dan akhirnya terlupa,” kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB saat konferensi pers di Jakarta pada Selasa (7/8/2018) , dilansir Tirto. 

potensi kekayaan pariwisata di Lombok (Foto/Trip Advisor)

Peringatan potensi tsunami

Pada gempa Lombok lalu, tak sedikit para wisatawan asing yang memilih pergi untuk menggunakan pesawat, selain dievakuasi melalui jalur laut. Hal ini dikarenakan adanya informasi mengenai potensi terjadinya tsunami.

“Kami tawarkan penginapan, tapi sebagian besar memilih bertahan di bandara, meski hotelnya gratis,” ujar Guntur Sakti, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata, dilansir Tirto. 

Meski BMKG telah mencabut peringatan dini tsunami pada Minggu malam, namun Guntur menilai kepanikan yang muncul tidak segera mereda.

Baca Juga: Refleksi atas Pembangunan Pariwisata Taman Nasional Komodo dan Definisi Konservasi Kita

Ketua DPD Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) NTB, Dewantoro Umbu Joka tak menampik apabila peringatan dini tsunami itulah yang lantas memengaruhi kepanikan turis. Dewantoro mengatakan para pelaku industri pariwisata di NTB saat ini masih terus meyakinkan turis bahwa tsunami tidak ada.

“Sebenarnya yang bikin panik itu bukan gempanya, tapi adanya peringatan potensi tsunami. Turis yang panik itu yang berada di Gili, sementara mereka yang di [Pantai] Senggigi aman-aman saja,” ungkap Dewantoro melalui Tirto pada Selasa (7/8/2018).

wisatawan asing terdampak gempa Lombok (Foto/Ahmad Subaidi)

Belajar dari bencana

Gempa berskala besar memang tak jarang berdampak cukup signifikan pada perekonomian di suatu wilayah atau negara, tak terkecuali pada gempa Lombok

Ketua Kadin Provinsi NTB Herry Prihatin melihat berbagai kerusakan yang terjadi seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai pemicu untuk melahirkan kembali industri pariwisata NTB.

Herry mengatakan seluruh pihak harus bisa belajar dari peristiwa yang terjadi. Salah satunya dengan mengupayakan infrastruktur bagi warga yang lebih tahan gempa ketimbang sebelumnya.

Baca Juga: Bali Terancam Kekeringan Bila Bisnis Pariwisata Abai pada Lingkungan

“Kami harapkan semua pihak, pemerintah, tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Kita harus membuat rencana yang lebih matang terkait tata ruang, desain gedung, pembangunan hotel, dan sebagainya,” ungkap Herry dilansir Tirto.

Pemulihan industri pariwisata pascagempa maupun bencana alam yang lain memang menjadi kerja keras bagi semua pihak. Belajar dari bencana, ini tugas kita bersama untuk melakukan upaya, baik preventif maupun penanggulangan terhadap apa yang akan menghadang masa depan pariwisata kita.
SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU