Kopi Garuda, Pelengkap Kesederhanaan Hidup Masyarakat Biak

hidup di Biak itu sangat sederhana. Cukup dengan tiga serangkai (Pinang, Rokok dan Kopi Garuda) dapat melengkapi hari-hari mereka yang memang sederhana.

SHARE :

Ditulis Oleh: Alvi Betmanto Sitepu

Minum kopi garuda tetap asyik di mana saja. Foto oleh Alvi Sitepu

“Kopi Garuda paling Top. Apalagi diminum hujan-hujan begini, ne… lebih top lagi!” Ucap Pak Lodwik Dimara saat kami sedang duduk sambil minum kopi di teras kantor.

***

Pagi itu Bosnik baru saja turun hujan. Aroma petrichor tercium kuat, bau tanah yang basah terkena air hujan selalu menyenangkan. Saya berdiri di depan kantor seraya memandang berjuta titik air berjatuhan ke permukaan laut di pantai. Pandanganku beralih ke arah gerbang, tampak Pak Lodwik berlari kecil dengan sebuah jubi (panah ikan) dan beberapa ikan yang tertusuk di ujungnya. Ia berbelok ke sebelah gedung kanto. Saya hampiri ia. Pak Lodwik menggantungkan jubi ke batang pohon beringin.

Pagi”, Ia menyapa sambil menyeka bekas hujan di wajahnya. Lalu berjalan ke arahku yang berdiri di pintu samping kantor.

Sa mau bikin air panas dulu,” serunya sambil kami berjalan ke lobi kantor di mana Pak Abe duduk di kursi sambil menonton televisi. Oh ya, di Biak kalau bilang air panas itu identik dengan kopi.

Arwo be bye (Selamat Pagi)”, seru Pak Lodwik menyapa Pak Abe.

Yo, Arwo be bye”, Pak Abe kembali menyapanya.

Pak Lodwik bercerita bahwa dia baru saja selesai molo-molo -berenang mencari ikan- di pantai.

Sa mau bikin kopi dulu”, kata Pak Lodwik sambil melihat teko listrik di sebelah rak tv.

Kopi garuda, kopi legenda di Biak. Foto oleh Alvi Sitepu

Pak Abe ternyata juga mau minum kopi, sebelum Pak Lodwik datang ia telah memasak air di teko listrik, dan sesaat kemudian air mulai menguap keluar dari corong teko.

Tut..tut..tut” teko listrik berbunyi laksana suara Kapal Dempo yang mau bersandar di pelabuhan dekat tempat tinggal saya.

Pak Lodwik segera mencabut steker teko listrik dari stop kontak lalu mengambil sebungkus Kopi Garuda dan stoples gula dari dalam rak meja sekuriti. Tangannya meraih bungkus Kopi Garuda lalu menyendok 2 kali kedalam, tak lupa ia tambahkan beberapa sendok gula pasir. Perlahan ia tuangkan air panas dari dalam teko. Pak Lodwik bergumam, “Mama yo (ungkapan takjub) harum sampe (sekali)”, lalu mengaduk kopi dengan sendok sambil menoleh kearah Pak Abe dan saya dengan ekspresinya yang jenaka.

Kami berdua tak mau ketinggalan lalu bergantian membuat kopi masing-masing, akhirnya kami bertiga duduk di teras depan Kantor.

Kopi Garuda paling Top. Apalagi diminum hujan-hujan begini, ne… lebih top lagi!” ucap Pak Lodwik Dimar sembari menyesap kopi dari gelasnya, seakan badannya menjadi segar lagi setelah capai molo-molo dan dingin kena hujan.

Aroma di dalam gelas begitu khas, butiran-butiran kopi asli menambah rasa nikmat pada sesapan pertama. Pada sesapan ke dua Pak Lodwik masih menikmatinya, terlihat dari bunyi sesapannya yang begitu asyiknya. Sambil minum kami berbincang-bincang.

Kopi, Pinang dan Rokok

Biji kopi sehabis di goreng. Foto oleh Alvi Sitepu

Suhu udara cukup dingin. Kami asyik berbincang.

Kopi Garuda ni su lama di Biak”, kata Pak Lodwik memulai perbincangan.

“Su (sudah) ada dari tahun 1973” lanjutnya menerangkan awal pembuatan kopi garuda di Biak. Waktu itu belum ada kopi merek lain yang beredar di sini. Kini begitu banyak kopi merek lain berdiri di rak-rak kios jualan. Tapi tetap saja mereka memilih Kopi Garuda dibanding yang lain karena sudah menyatu di lidah orang Biak.

Orang-orang pulau, biasanya beli sembako dari hasil penjualan ikan yang dong (meraka) tangkap, tapi satu lagi pasti dong tra (tidak) lupa beli Kopi Garuda, kalau tra percaya cek saja di dong pu (punya) perahu pas waktu hari pasar”, lanjutnya meyakinkanku.

Kopi garuda ni de (dia) pu rasa macam basah di mulut, seperti lama tinggal begitu. Rokok, Pinang tra (tidak) lengkap kalo tra ada Kopi Garuda, kalo ada Kopi Garuda, ne mantap fa (sekali). Pinang, Rokok dan Kopi Garuda seperti Tiga Serangkai!” tambah Pak Abe bersemangat menerangkan kebiasaan orang-orang di Biak.

Saya kembali menyesap kopi yang sudah menampakkan endapan bubuk kopi di dasar gelas. Tapi tetap saja aroma dan rasanya masih kuat terasa dari kopi ini, padahal air kopi sudah hampir habis.

Sehabis minum kopi, hujan mulai reda, lalu Pak lodwik mengajak kami membakar ikan yang ia tadi bawa.

***

Saat kami membakar ikan diatas ranting-ranting pohon yang dikumpulkan Pak Abe, saya menyadari bahwa hidup di Biak itu sangat sederhana. Cukup dengan tiga serangkai (Pinang, Rokok dan Kopi Garuda) dapat melengkapi hari-hari mereka yang memang sederhana. Mantap fa.

Artikel ini merupakan bagian dari program Bingkai Negeri #1 yang membahas perjalanan dan kopi. Cerita lain tentang kopi dalam program ini dapat kamu lihat dihalaman Serangkai Cerita Tentang Kopi.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU