Tahun 2018 lalu, Kabupaten Donggala dan Kota Palu di Sulawesi Tengah dilanda gempa bumi, beberapa saat kemudian dihantam oleh gelombang tsunami dahsyat. Pada awal tahun 2021 ini, beberapa wilayah di Sulawesi kembali diguncang gempa bumi besar. Terbaru, Kamis (21/01/2021) lalu gempa bumi berkekuatan 7,2 SR telah meluluhlantakkan Sulawesi Utara.
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama rentang waktu 85 tahun setidaknya terjadi 10 kali gempa besar di provinsi Sulawesi Tengah saja. Sementara pada 159 tahun lalu, naturalis Alfred Russel Wallace mencatat gempa bumi di Tomohon, Sulawesi Utara. Ketika itu, Wallace sedang melakukan penelitian ilmu Biologi di Sulawesi.
Kenapa Sulawesi sering gempa bumi? Bukan gempa biasa, seringkali juga disertai dengan gelombang tsunami dahsyat, yang menyebabkan ribuan nyawa melayang dan rumah-rumah hancur rata dengan tanah.
Dari seluruh wilayah Indonesia, Pulau Sulawesi adalah salah satu tempat yang paling rawan diguncang gempa bumi. Hal ini disebabkan karena di pulau ini menjadi lokasi pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat, Lempeng Eurasia yang bergerak ke arah Selatan-Selatan, serta Lempeng Filipina yang berukuran lebih kecil.
Pertemuan tiga lempeng di Pulau Sulawesi telah menyebabkan dampak geologi yang kompleks dan beragam. Salah satunya adalah terbentuknya patahan yang memicu gempa bumi. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat saat ini terdapat 40 patahan yang tersebar di seluruh Pulau Sulawesi. Empat diantaranya sangat aktif dan berbahaya.
Empat patahan paling aktif tersebut yaitu sesar Palu-Koro, sesar Saddang, sesar Gorontalo, dan sesar Matano. Sesar Palu-Koro menjadi yang paling aktif di Indonesia. Kekuatan getarannya sangat besar, mencapai tiga kali lipat dibandingkan pergerakan patahan biasa. Sesar inilah yang memicu gempa dan tsunami dahsyat di Donggala dan Palu pada tahun 2018 silam.
Pada 30 juta tahun lalu, Pulau Sulawesi masih terpisah-pisah. Sebagian menempel di Pulau Kalimantan, sebagian lagi di Pulau Jawa. Kesatuan Pulau Sulawesi baru terbentuk sekitar 1 juta tahun lalu karena proses tumbukan dari tiga lempeng bumi. Tumbukan tersebut membuat pulau-pulau di atasnya menjadi carut-marut oleh patahan dari kulit bumi.
Wilayah di atasnya terfragmentasi seperti remah-remah, dan setiap blok kecil saling bergerak melapaskan sebagai akibat jepitan dan hunjaman di tiga lempeng yang mengelilinginya. Teori ini ditulis dalam buku Gempa: Kumpulan Artikel Iltek TEMPO (2013) yang ditulis Dina Anggraeni Sarsito, seorang pengajar Ilmu dan Teknik Kebumian Institus Teknologi Bandung.
Hal inilah yang menurt Dina membuat kawasan Indonesia Timur lebih rawan mengalami guncangan gempa dibandingkan yang lain. Menurut Armstrong F. Sompotan, tumbukan tiga lempeng membuat empat buah lengan di Pulau Sulawesi memiliki proses tektonik yang berbeda-beda, serta membentuk satu-kesatuan mosaik geologi yang sangat kompleks.