Tahun 1991, saat saya memasuki dunia mahasiswa dan pertama kali dikenalkan dengan kampus lewat ospek, saat itu lah saya tahu adanya sebuah organisasi pecinta alam di kampus. Saya memutuskan harus bergabung di organisasi itu.
Saya pun mengikuti pendidikan The Great Camping ( GC ) XV, di mana kita dididik untuk menjadi seorang MAPALA, Mahasiswa Pecinta Alam. Kami diajarkan bukan hanya teori tapi juga praktek tentang ilmu organisasi, ilmu berkegiatan di alam bebas seperti navigasi, mountainering, survival maupun SAR. Dan ada satu lagi yang mungkin tidak ada di Mapala lain yaitu tentang adanya pengabdian pada masyarakat.
Dari kegiatan pendidikan dasar GC tersebut lah saya mulai mengenal rasa persaudaraan yang sangat besar dari para pendidik (senior) kami, yang juga akhirnya menularkan semangat persaudaraan di antara para siswa. Saat kami salah, mereka bukan hanya menghukum, tapi para pendidik juga bergabung menjalani hukuman itu. Kalau kami dihukum push-up, maka para pendidik pun ikut push-up bersama kami. Kami dididik untuk kuat dan tidak cengeng dalam menghadapi tantangan alam yang nantinya sebagai bekal kami dalam berkegiatan di alam bebas maupun dalam menghadapi kehidupan. Dari mulai navigasi menggunakan peta kompas jalan 2 hari dari lereng Merapi sebelah barat menuju lereng selatan, survival, mountainering maupun SAR.
Setelah resmi menjadi anggota Mapala Unisi pun, hampir sebagian besar waktu saya habiskan di posko ataupun di kegiatan Mapala. Di sana saya benar-benar merasakan punya suatu keluarga besar yang mempunyai kepedulian sangat tinggi. Bahkan dulu, saya tidak pernah khawatir saat kehabisan dana bulanan, karena sesama anggota saling peduli untuk saling mendukung.
Di Mapala, kami banyak melakukan kegiatan, seperti mendaki gunung, panjat tebing, arung jeram, susur goa, dan banyak aktivitas lain yang sangat bermanfaat bagi kami untuk belajar dan mengenal alam lebih dalam. Dari kegiatan-kegiatan itu kami belajar mengenal diri sendiri, membangun semangat pantang menyerah dan mempunyai jiwa korsa yang tinggi.
Bukan hanya tentang aktivitas di alam, di mapala, kami juga belajar kepemimpinan, ber-organisasi dan manajerial, baik dalam kepengurusan harian maupun dalam mengelola sebuah kegiatan. Kebetulan juga saya pernah menjadi ketua kegiatan GC XX pada tahun 1996.
Dalam bidang kemanusiaan pun kita selalu diajarkan untuk selalu siap membantu apabila ada musibah atau kecelakaan di alam dalam kegiatan SAR. bahkan di era kita dulu ada namanya pasukan 3 detik, yaitu selalu siap sedia begitu ada panggilan kebutuhan SAR maka tim itu langsung bergerak.
Dalam program Pengabdian Masyarakat, Mapala Unisi mempunyai 5 desa binaan yang berada di lereng Gunung Merapi yaitu Desa Kinahrejo, Tanggung, Deles, Selo dan Tritis. Semua desa terletak di daerah paling atas sekeliling Gunung Merapi. Paling mengasyikan kalau setiap bulan Ramadhan kami melakukan safari ramadhan. Beramai ramai kami datang ke desa binaan untuk melakukan buka puasa, sholat tarawih dan sahur bersama dengan warga desa. Dari Mapala pula saya bisa menyalurkan hobi dan aktualisasi diri, dari sanalah saya bisa tumbuh, berbagi dan dibesarkan dalam keluarga besar dengan rasa persaudaraan dan saling dukung dengan kuat.
**
Tapi tidak ada gading yang tak retak, saat ini Keluarga Besar Mapala Unisi sedang berduka, dalam GC yang ke XXXVII tahun ini ada beberapa adik kami (siswa) yang meninggal dunia. Kami keluarga besar Mapala Unisi benar benar merasa sangat sedih. Hal tersebut cukup memukul jiwa kami, sesaat kita marah dan kecewa, dan bertanya kenapa itu bisa terjadi pada keluarga kami?
Tapi kemudian saya sadar, kami tidak mungkin merubah yang sudah terjadi. Kami menerima semua musibah ini dengan ikhlas, walaupun rasanya susah membendung air mata yang terus menetes mengingat adik adik kami. Hal ini menjadi pelajaran bagi kami, evaluasi total tentang sistem pendidikan kami. Kami telah diajarkan untuk ksatria, siap mempertanggungjawabkan semua yang sudah dilakukan. Biarlah investigasi berlangsung baik dari internal maupun penegak hukum, kami akan terbuka dan kalau ada yang melakukan pelanggaran hukum harus siap mempertanggungjawabkannya.
Mungkin akan ada sanksi hukum atas kejadian ini baik kepada perorangan, panitia ataupun organisasi sebagai akibat konsekuensi pertanggungjawaban, tapi lebih dari itu semua, pukulan bagi jiwa kami karena kehilangan adik-adik kami lah yang merupakan bagian terberat dari yang harus dihadapi.
Hal ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi Mapala Unisi dan teman teman Mapala lainnya, untuk meng-evaluasi total sistem pendidikan secara terus menerus. Era sudah berganti dan tantangan berubah, walaupun pertanyaannya tetap sama sejak zaman dulu, tapi jawabannya berbeda karena zaman sudah berbeda. Tapi apapun yang telah terjadi, saya bangga dan bersyukur menjadi anggota Mapala Unisi.
Terima kasih Tuhan, saya diberi kesempatan untuk menjadi keluarga besar Mapala Unisi.
*) Artikel ini adalah siaran pers dari Mapala Unisi yang ditulis oleh Budi Santoso NPL 91.1301 / MPL UII.
***
Tertarik dengan dunia pendakian? Baca ini: