Dampak Virus Corona, Hancurkan Perekonomian dan Pariwisata Global

Dampak Virus Corona (Covid-19) membuat perekonomian China lesu. Padahal China menyumbang 17% PDB global. Sehingga memberi dampak kepada negara lain.

SHARE :

Ditulis Oleh: Taufiqur Rohman

Wabah Virus Corona (Covid-19) yang merebak sejak awal tahun 2020 belum juga mereda hingga kini. Covid-19 pertama kali teridentifikasi di Wuhan, China. Penyebarannya begitu ganas dan masif, tercatat kasus infeksi akibat Covid-19 ditemukan hingga ke daratan Benua Afrika. Karena hal tersebut, Organisasi Kesehatan Dunia dibawah PBB (WHO) telah mentepkan tingkat ancaman Covid-19 ke level maksimum.

Covid-19 termasuk kelompok virus yang biasa ditemukan pada beberapa spesies hewan zoonotik. Dari morfologi dan susuan DNA, Covid-19 masih berkerabat dengan dengan Virus SARS dan MERS yang pernah mewabah pada 2003 dan 2015 lalu. Di tempat asalnya, Covid-19 menginfeksi 79.251 orang dan menyebabkan 2.835 kematian. Korea Selatan, Iran, dan Italia bahkan telah menetapkan status siaga satu Covid-19 di negaranya.

Perekonomian Global Lesu

Menurut IMF, masih terlalu dini untuk menghitung kerugian yang disebabkan oleh Covid-19. Sejak pertama kali merebak pada awal tahun 2020 lalu, Covid-19 membuat perekonomian China lesu. Padahal selama ini, China menyumbang 17% Produk Domestik Bruto (PDB) global. Sehingga secara tidak langsung turut memberi dampak yang signifikan kepada negara-negara lain, tak terkecuali Indonesia.

(akuratnews.com)

Bersumber dari Bloomberg Economics pada Februari 2020, Hong Kong menjadi negara yang mengalami dampak paling besar. Pertumbuhan ekonomi Hong Kong 2020 diperkiran mengalami penurunan sebesar 1.74%. Negara lain seperti Korea Selatan terdampak 0.41%, Brasil 0.32%, Australia 0.29%, dan Indonesia 0.26%.

Data di learnbonds.com menyatakan bahwa Covid-19 menjadi epidemi yang termahal dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Kerugian akibat Covid-19 diperoyeksikan mencapai US$ 62 miliar, jauh lebih besar dari epidemi Ebola 2013 (US$ 53 miliar), Flu Babi 2009 (US$ 50 miliar), dan Flu Burung 2006 (US$ 40 miliar).

Pada 22-23 Februari 2020, wabah Covid-19 menjadi topik utama diskusi dalam pertemuan pemimpin keuangan 20 negara ekonomi terbesar dunia (G20). Epidemi Covid-19 telah menyebabkan Jepang dan Singapura berada di ambang resesi. Angka ekspor Korea Selatan ke China juga merosot tajam karena Covid-19 berhasil mengganggu rantai pasokan global.

Saham sejumlah perusahaan Asia merosot sebagai akibat kekhawatiran akan merebaknya wabah Covid-19. Sejumlah investor lebih memilih investasi safe heaven sehingga mengangkat nilai dollar AS ke level yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Angka kerugian ini masih akan terus bertambah mengingat wabah Covid-19 masih belum mereda.

(theglobal-review.com)

Industri Pariwisata Menjadi yang Paling Terdampak

Industri pariwisata menjadi yang paling terdampak akibat mewabahnya Covid-19 di seluruh dunia. Reaksi berantai atau efek domino terjadi pada sejumlah sektor penunjang pariwisata seperti hotel, restoran, maskapai penerbangan, hingga pengusaha retail. Keadaan ini disebut sebagai force majeure atau kondisi yang tidak dapat dihindari.

Okupansi hotel anjlok hingga 40% membawa dampak besar bagi bisnis hotel di Indonesia. Beberapa hotel di Batam dan Bali telah meminta karyawannya untuk cuti saat permintaan sepi seperti sekarang ini. Jika hingga April kondisi tidak kunjung berubah maka kelangsungan bisnis hotel akan sangat berbahaya mengingat akan masuknya bulan puasa dan lebaran hari raya.

Seiring melemahnya pariwisata Indonesia turut berdampak pada industri retail. Potensi kerugian mencapai US$ 48 juta atau sekitar Rp 625 miliar karena turunnya angka transaksi pada dua bulan terakhir. Manado, Bali, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Medan, dan Jakarta menjadi daerah yang sektor retailnya paling terdampak di Indonesia.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU