Jujur saja, Papua memiliki magnet tersendiri yang mampu menarik banyak orang untuk mengunjunginya. Namun sejujurnya juga, Papua belum menjadi destinasi wisata yang utama layaknya Bali atau Jogja—tentu saja selain Raja Ampat yang letaknya bukan di Papua, tapi Papua Barat.
Di Papua, Jayapura merupakan salah satu pintu masuk utama. Seringkali, orang datang ke Papua pada umumnya dan Jayapura pada khususnya adalah dalam rangka pekerjaan yang tentu saja menghambat niatan untuk jalan-jalan. Adapun untuk yang benar-benar menetap selama beberapa waktu akan bisa merasakan pengalaman seperti yang dituliskan oleh Melya Findi Astuti di Phinemo.
Nah, untuk yang statusnya bekerja atau dinas belaka, maka waktu menjadi berkurang untuk mengeksplorasi keindahan tanah Papua di Jayapura yang sebenarnya sangat sayang untuk dilewatkan. Namun, setelah dicoba, sebenarnya dalam 1 hari juga bisa kok menghabiskan waktu bekerja sekalian icip-icip berlibur. Begini caranya.
Begitu sampai di Bandara Sentani—sesudah merasakan nikmatnya melayang di atas Danau Sentani—kalau namanya urusan pekerjaan mestinya dijemput sama orang kantor kan ya? Atau jika tidak, begitu keluar bandara sudah banyak yang menawarkan jasa angkutan mobil. Saran saya, kalau mau ambil sewa mobil ke Jayapura ini, cerdas dan berhati-hatilah. Cuma kalau sudah pernah ke Padang, pasti lebih tahu sensasinya didekati mobil travel. Atau kita juga bisa menyewa mobil dari hotel yang akan kita inapi, karena beberapa menyediakannya.
Nah, dari bandara menuju Jayapura, kita bisa belok sejenak ke salah satu bukit. Pada masa Perang Dunia silam, Jenderal Mac Arthur memimpin pasukannya dari tempat itu. Sekarang tempat itu telah menjadi markas TNI, Rindam XVII Cendrawasih. Secara otomatis, Tugu Mac Arthur adalah tempat wisata paling aman, karena jelas-jelas berada di markas TNI. Bahkan kalau kita pergi pada hari kerja, kadang-kadang bisa lihat tentara yang sedang menuju tempat latihannya.
Tentu saja kita tidak jauh-jauh ke atas bukit hanya untuk lihat tugu. Menyaksikan Danau Sentani dari ketinggian adalah hal yang kita cari. Namun, yang lebih istimewa adalah melihat bandara Sentani seutuhnya dari ketinggian. Kita bahkan bisa menyaksikan bagaimana pesawat dalam ukuran mungil melayang di atas danau sampai kemudian perlahan menyentuh landasan. Atau sebaliknya, ketika ada pesawat tinggal landas. Istimewanya, pesawat itu ada di bawah kita, jadi prosesnya dapat disaksikan dengan sempurna.
Begitu turun dari Puncak Ifar Gunung dan hendak kembali ke jalur Sentani-Jayapura, jangan lewatkan camilan untuk memenuhi koper berupa kue sagu. Panganan kue sagunya dijamin enak, sehingga ketika saya kesana, sambil pilih-pilih yang hendak dibeli tanpa sadar tester-nya habis. Panganan ini dibuat oleh orang Jawa, eks relawan Trikora, yang sudah sampai pada level nggak mau lagi balik ke Jawa. Cukup dengan selembar uang hijau, kita bisa menebus satu bungkus kue sagu. Kalau mau agak cantik, tambahkan 2000 rupiah, kita diberi kemasan box yang cukup membantu untuk menata koper nantinya.
Artikel terkait: 5 Pengalaman Luar Biasa yang Hanya Bisa Didapat di Jayapura, Papua
Dalam perjalanan ke Jayapura, sambil melihat bukit-bukit yang warnanya hijau—alias layak digosok jadi batu, kita bisa mampir ke tempat makan yang ada di kiri dan kanan. Utamanya kalau sudah masuk Distrik Abepura, sudah banyak itu. Kita bisa menyantap papeda atau mujair bakar di rumah makan yang beberapa diantaranya sebelah menyebelah layaknya warung pempek di Palembang. Mujair ini rata-rata dikembangbiakkan di Danau Sentani, namun beberapa penjual mengambil anakan dari Surabaya.
Baru setengah perjalanan namanya kalau lewat Abe. Selepas Abe, jalanan akan menanjak dan jangan mengedipkan mata begitu mobil melewati jalanan menanjak dan berkelok karena kita bisa melihat cantiknya laut dari jalanan ini. Memang, sih, kadang-kadang macet. Kata supir, itu karena jalan tersebut merupakan satu-satunya akses Abepura ke Jayapura. Namun, kalau pas tidak macet, bolehlah menyempatkan diri mampir ke penjual kelapa muda sambil foto-foto dengan latar belakang pemandangan nan kece.
Saat sudah memasuki Jayapura bagian kotanya, kita bisa belok lagi menuju menara TVRI Jayapura. Tentu bukan untuk siaran karena memang tidak ada studio, hanya sebuah menara di atas bukit. Jalanannya kecil, jadi kalau bawa mobil berhati-hatilah. Eh, tapi kalau yang bawa orang Jayapura kebanyakan sudah jagoan bawa mobil di kontur jalanan macam itu.
Dari tempat ini, kita bisa menyaksikan Kota Jayapura dari ketinggian sekaligus menangkap gambaran bukit hijau, kota, pantai, dan laut dalam satu kali pandangan mata. Pelabuhan juga tidak luput dipandang bersama dengan aktivitas bongkar muatnya. Namun untuk yang alergi ketinggian, disarankan untuk jaga jarak aman karena tempat ini memang terbilang kurang aman, karena sejatinya bukan tempat yang dibuat khusus jadi ajang pariwisata.
Dari tempat ini kita bisa langsung ke kantor atau ke hotel dulu kalau merasa kelelahan.
Satu hal yang harus diingat dalam melancong sambil bekerja adalah jangan sampai jalan-jalan membuat output pekerjaan kita berkurang. Patut diingat bahwa kita sampai ke suatu daerah itu untuk melakukan sesuatu, jadi pastikan bahwa tujuan kita berangkat sudah benar-benar tercapai.
Pasca bekerja, apalagi kalau hanya 1-2 hari, maka belanja oleh-oleh adalah wajib dan harus dipenuhi. Bukan apa-apa, minimal menjadi bukti diri bahwa kita sudah pernah menginjakkan kaki ke tanah Papua. Di Jayapura, tempat nan paling pas untuk mencari oleh-oleh yang khas adalah di Pasar Hamadi.
Di Pasar Hamadi—yang tidak jauh dari Pantai Hamadi—kita bisa menemukan ukiran-ukiran khas Papua atau sekadar gantungan kunci maupun aksesoris kecil-kecil.
Oh, jangan lupa juga dengan koteka! Membeli koteka buat saya adalah aspek penting untuk membuktikan kita pernah ke Papua. Ada koteka yang digantung, ada juga yang sudah ada tempat untuk menaruhnya di atas meja sebagai pajangan di rumah.
Artikel terkait: Mitos VS Fakta Mengenai Papua
Batik Papua juga adalah salah satu pilihan untuk menghabiskan uang sebagai oleh-oleh. Yah, meskipun memang batik itu bukan buatan Papua sendiri, dikirim dari Pulau Jawa juga dari rekanan, tapi motif-motif yang ada cukup menarik untuk dijadikan oleh-oleh atau juga pakaian sehari-hari.
Kalau tiba saatnya kembali ke Jakarta, Surabaya, Makassar, atau kota manapun tempat domisili kita, biasanya pakai penerbangan pagi. Sambil perjalanan menuju bandara, sudah jelas kita akan menyusuri Danau Sentani. Nah, sepanjang perjalanan, terdapat beberapa tempat yang bisa kita gunakan untuk berhenti sejenak sambil menghirup udara pagi Danau Sentani. Sambil foto-foto, kalau diperlukan.
***
Melihat Google saya merasa Jayapura itu besar, namun seorang teman yang tinggal disana bilang bahwa Jayapura itu hanya kota kecil saja, dekat kemana-mana. Beberapa orang juga bilang tidak disarankan jalan-jalan saat malam hari karena faktor keamanan, tapi berhubung saya tidak mengalami kejadian apapun yang tidak mengenakkan maka saran itu saya anggap sebagai bagian dari masukan untuk kewaspadaan bersama.
Ya, Jayapura telah memperlihatkan kepada saya bahwa Papua adalah sebuah tempat yang luar biasa indah dan sebenarnya cukup modern. Bahwa memang problematika politik dan ekonomi telah menjadikan banyak hal menjadi tidak sederhana itu adalah fakta. Namun fakta itu boleh dilupakan sejenak ketika kita berdiri di tepi Danau Sentani dan menghirup segarnya udara pagi dalam perjalanan menuju bandara untuk kembali dari perjalanan dinas dan berharap bisa kembali lagi guna menikmati indahnya tanah surga ini.