Tahun 2016, golongan pendaki gunung dan backpacker merajalela. Hampir tiap akhir pekan gunung ramai bak pasar, begitupun grup dan forum backpacker menjamur di mana-mana. Bisa dibilang tahun lalu adalah tahun kejayaan ‘mereka’. Tahun 2017 golongan mereka masih akan mendominasi, namun tak se-digdaya tahun 2016 karena akan makin bervariasinya jenis traveler yang ‘booming’ di Indonesia.
Akan seperti apa tahun 2017? Jenis-jenis traveler apa yang akan bermunculan? Berikut hasil penerawangan saya:
Youtubers akan makin menjamur di tahun 2017. Spesifik di bidang travel, ada beberapa youtuber Indonesia yang cukup hits seperti Lostpacker, Barry Kusuma, atau Embara Films. Kamu akan terbelalak melihat cantiknya Indonesia di channel mereka.
Selain channel yang membahas destinasi, ada juga beberapa channel travel food, mereka yang jalan-jalan untuk berwisata kuliner, seperti Awesome Eats, Anak Jajan atau Ria SW.
Di tahun 2017, youtubers Indonesia di bidang travel akan makin menjamur seiring makin variatif dan murahnya produk kamera berkualitas. Tutorial-tutorial videografi juga beterbaran. Jaringan internet yang semakin mudah diakses hingga ke pelosok juga jadi faktor lain.
Tak hanya tentang destinasi, youtubers Indonesia di bidang travel pada tahun 2017 akan makin bervariasi jenisnya, seperti travel youtuber spesialis travel hack, challenge hingga luxury travel.
Traveler ‘dekat sini’ adalah para spontan traveler pengguna Google App, para millenial traveler. Ucapkan ‘Ok Google’, kemudian:
‘Pantai dekat sini!’ atau ‘hotel dekat sini!’ akan jadi beberapa ‘mantra’ andalan golongan ini.
Mereka adalah tipe yang penting sampai dulu di destinasi yang dituju, urusan akan ke mana baru dipikirkan setelah sampai. Mereka juga tak terbiasa membuat itinerary karena minimnya waktu luang. Pokoknya dapat libur panjang atau cuti dadakan karena bos di kantor lagi baik, mereka langsung ‘cus’!
Adanya opsi bahasa Indonesia di pengaturan Google App makin memudahkan agar Mbah Google nggak ‘typo’ mendengar pengucapan kita.
Penggunaan Google app di golongan ini tak sekadar pencarian destinasi, namun juga hampir segala urusan traveling. Seperti misal: ‘penerbangan murah Jakarta – Bali!’.
Millenial banget? Ini beberapa artikel menarik terkait ‘travel techno’:
Seorang kawan sempat berujar bahwa Facebook mendekati ajalnya di tahun 2016. Ucapan yang keliru saya pikir karena Facebook justru makin menggila. Hampir semua fitur andalan sosmed lain mereka munculkan di Facebook.
Satu yang cukup naik di 2 kuartal akhir 2016 adalah fitur FB live.
Saya pribadi cukup sering mendapat notifikasi beberapa teman yang tengah menggunakan fitur ini. Beberapa untuk iseng, beberapa lagi untuk hal lebih ‘serius’ seperti personal branding maupun komersil (online shop).
Circle saya, beberapa di antaranya adalah mereka yang cukup rutin traveling. Ada cukup banyak dari mereka yang menggunakannya saat berada di destinasi wisata. Ulah yang cukup sukses membuat saya, -golongan traveler yang hanya traveling saat ada libur yang benar-benar panjang- ini iri.
Saya yakin, beberapa dari mereka adalah sosok-sosok di balik suksesnya artikel ‘daftar libur panjang di 2017‘ di Phinemo viral.
Mata mereka tak pernah lepas dari tanggal merah. Jumat menjadi hari menyusun itinerary, akan ke mana akhir pekan nanti. Destinasi yang dipilih dekat-dekat saja, yang penting bisa piknik demi menjaga ‘kewarasan’. Menabung ‘kebahagiaan’ sebelum mengarungi kerasnya hidup di Senin-Jumat.
Biasanya bergerombol, minimal 3 orang. Tempat-tempat yang instagenic jadi tempat favorit grup ‘pejuang weekend’.
Memang, para pejuang weekend sudah ada sejak tahun-tahun belakangan. Namun keberadaan mereka selama ini tak terlalu menonjol. Tahun 2017, pejuang weekend akan meningkat drastis seiiring traveling yang makin ‘merakyat’ di Indonesia.
Sebagian besar dari pejuang weekend yang bermunculan di 2017 adalah mereka yang baru menggemari aktivitas traveling, peralihan dari ‘tim jalan-jalan ke mal’ atau ‘tim ke mana aja deh yang penting kumpul’.
Nih, celotehan-celotehan khas para ‘traveler pemula’:
Golongan ini adalah peralihan dari golongan pendaki gunung, utamanya mereka yang sudah jenuh dengan gunung yang sudah terlalu penuh. Camping ceria di basecamp pun jadi pilihan.
Hammocking, masak bersama, ngobrol semua hal yang bisa diobrolkan, masuk agenda utama golongan ini.
Prinsip mereka simpel, menikmati alam tak harus di puncak. Kontemplasi tak harus di puncak. Menikmati sunrise tak harus di puncak.
Mereka adalah golongan yang mudah menerima. Di basecamp pun mereka bisa ‘travelgasm’.
(Baca tentang travelgasm di sini.)
Nggak tahu apa itu socio travel? Maaf, Kamu kudet.
Belakangan ini, tren traveling sambil berkegiatan sosial makin menggeliat. Banyak yang muncul dan menjadi ‘hits’. Salah satu yang pernah saya ulas adalah ‘Shoes for Flores’, gerakan yang dijalankan oleh Valentino Luis dan teman-temannya ini bertujuan mempermudah anak-anak di Flores untuk mendapatkan pendidikan layak. Selain menyumbang alat-alat sekolah seperti buku, sepatu hingga baju seragam, traveler akan diajak terjun langsung ke lapangan melihat kondisi mereka. Kamu bica membaca kisah selengkapnya di artikel ini.
Di tahun 2017, gerakan socio travel akan terus meluas. Bagi saya ini adalah pertanda baik, di mana traveler di Indonesia ‘berkembang’, tak sekadar menjadi penikmat destinasi, namun juga peduli pada isu-isu sosial maupun lingkungan yang muncul di destinasi tersebut.
Traveling tak hanya berbicara tentang tempat wisata, lho! Nih artikel-artikel yang mengungkap berbagai hal unik di dunia traveling:
Bagaimanapun, daftar di atas hanya penerawangan saya, bisa ‘sangat benar’, bisa juga ‘ada benarnya’. Yang penting, tipe traveler apapun Kamu, yang penting adalah bertanggung jawab dengan ‘langkah’-mu. Tabik.