Di tanah penghasil salah satu varian kopi terbaik Indonesia ini memang menyimpan beragam tradisi dan adat budaya yang unik. Selain tradisi menyeramkan mayat berjalan, tradisi lompat batunya, masih ada lagi tradisi yang tak kalah unik, yakni adanya pekuburan bayi yang berbeda dengan daerah lainnya.
Jauh di 186 mil dari Kota Makassar, Anda akan menemukan Pemakaman Bayi Kambira. Tepatnya di Tongko Sarapung, Sangalla, Tana Toraja Sulawesi Selatan.
Memasuki objek Makam Bayi Kambira (Kambira Baby Grave) anda akan disambut dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi di tengah rimbunan bambu. Pohon-pohon yang oleh masyarakat Toraja disebut dengan pohon ‘tarra’ ini memiliki pintu – pintu yang terbuat dari ijuk.
Pemakaman bayi pada sebatang pohon dalam bahasa Toraja disebut Passilliran. Tradisi ini pun hanya dilakukan oleh masyarakat Toraja yang menganut Aluk Todolo (kepercayaan terhadap leluhur).
Menurut masyarakat Toraja, bayi yang masih berusia 6 bulan merupakan bayi yang masih suci dan tanpa dosa, sehingga harus dimakamkan dengan cara yang khusus pula. Pohon tarra sengaja dipilih sebagai tempat menguburkan bayi karena memiliki banyak getah yang dianggap sebagai pengganti air susu ibu (ASI).
Untuk proses pemakaman bayi yang ada di Tana Toraja ini pun unik dan sederhana. Pohon Tarra’ tersebut dilubangi dengan diameter seukuran bayi. Kemudian jenazah bayi diletakkan dalam lubang pohon tanpa dibungkus kain apapun.
Selanjutnya, lubang ini ditutup dengan menggunakan ijuk pohon enau. Dalam prosesi ini, masyarakat Toraja yakin jika bayi yang mereka kuburkan seperti kembali pada rahim ibunya. Uniknya lagi, meskipun jasad bayi-bayi ini dikuburkan tanpa pembungkus, tak tercium bau apapun dari pohon tersebut.
Bayi yang meninggal akan dimakamkan di pohon ini dengan syarat bayi tersebut meninggal dalam usia kurang dari 6 bulan, belum tumbuh gigi, belum bisa berjalan, dan masih menyusui. Getah yang ada di Pohon Tarra ini dianggap sebagai air susu yang mampu menggantika fungsi ASI untuk si bayi.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini, sesuai dengan strata sosial masyarakat. Makin tinggi derajat sosial keluarga itu maka makin tinggi letak bayi yang dikuburkan di batang pohon tarra. Bayi yang meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang berduka. Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan menyatu dengan pohon.