Sunda Wiwitan dan Problema Sosial yang Dihadapi Agama Asli Nusantara

Tersingkir di tanah sendiri tentu menyakitkan. Begitulah yang dialami oleh agama lokal Nusantara yang hingga kini tak diakui. Sunda Wiwitan salah satunya. 

SHARE :

Ditulis Oleh: Himas Nur

Tersingkir di tanah sendiri tentu adalah suatu hal yang sangat menyakitkan. Begitulah yang dialami oleh agama lokal atau kepercayaan adat Nusantara yang hingga kini keberadaannya tak diakui, Sunda Wiwitan salah satunya.

Meski Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam, namun pemerintah menetapkan Sunda Wiwitan bukan sebagai agama, melainkan hanya aliran kepercayaan atau animisme.

Bahkan, terhitung sejak 24 Agustus tahun lalu, masyarakat adat Sunda Wiwitan Paseban Cigugur, Kuningan, Jawa Barat justru harus menghadapi rencana eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri Kuningan.

Baca Juga: Upacara Adat Cing Cing Goling, Tradisi Unik Ungkap Syukur di Gunungkidul

Kehadirannya sebagai agama yang justru jauh lebih dulu dari agama-agama besar yang diresmikan Pemerintah Indonesia, juga mendapat penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Cenderung berasumsi bahwa kepercayaan-kepercayaan adat merupakan sistem animisme-dinamisme yang serba terbelakang dan tak memiliki nilai-nila iketuhanan, tentu adalah sikap pilihan yang tak bijak.

Sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang mengaut budaya bertoleransi, ada baiknya bila mencerna, mengenal serta memahami terlebih dahulu apa yang menjadi titik soal tersebut.

Mengenal agama Sunda Wiwitan

orang orang yang menganut kepercayaan sunda wiwitan (Foto/Tempo)

Edi S Ekadjati dalam bukunya Kebudayaan Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah (1995) menyebut, Wiwitan mempunyai arti ‘pertama, asal, pokok, dan jati’. Maka Sunda Wiwitan bisa dimengerti sebagai agama Sunda asli atau Sunda awal.

Karena itu, Sunda Wiwitan adalah agama oleh banyak orang Sunda zaman dulu. Masyarakat tradisional Sunda yang menganut Sunda Wiwitan melakukan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur.

Ia menambahkan, jika isi agama Sunda Wiwitan dideskripsikan, tampak keyakinan kepada kekuasaan tertinggi pada Sang Hiyang Keresa (Yang Maha Kuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki).

Disebut pula Batara Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib), yang bersemayam di Buana Nyungcung.

Semua dewa dalam konsep agama Hindu (Brahma, Wisnu, Syiwa, Indra, Yama, dan lain-lain) tunduk kepada Batara Séda Niskala.

Meski merupakan kepercayaan yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya ajaran Hindu dan Islam, namun pemerintah menetapkan Sunda Wiwitan bukan sebagai agama, melainkan hanya aliran kepercayaan atau animisme.

Prinsip ajaran Sunda Wiwitan

orang orang yang menganut kepercayaan agama lokal
(Foto/wacana nusantara)

Agama asli Nusantara ini pada dasarnya mempunyai dua ajaran. Yakni ‘Cara Ciri Manusia’ dan ‘Cara Ciri Bangsa’. Prinsip ‘Cara Ciri Manusia’ maksudnya unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan manusia.

Unsur-unsur itu terdiri dari lima, yakni welas asih (cinta kasih), undak usuk (tatanan dalam kekeluargaan), tata krama (tatanan perilaku), budi bahasa dan budaya, wiwaha yudha naradha (sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya)

Baca Juga: Selamat Hari Masyarakat Adat Internasional, Mari Menghormati dan Melindungi Hak-hak Mereka!

Sementara prinsip ‘Cara Ciri Bangsa’ dapat dipahami bahwa manusia memang memiliki persamaan, namun tetap ada banyak pula yang membedakan antarsesama manusia. Itu yang menjadi konsep prinsip ‘Cara Ciri Bangsa’ yang terdiri dari rupa, adat, bahasa, aksara, dan budaya.

Kedua prinsip itu tidak tertulis dalam kitab ‘Siksa Kanda-ng karesian’. Kedua prinsip itu justtu dijalani penganutnya secara tersirat, bukan tersurat di dalam kitab. Bagi mereka, apa yang tersirat yang bisa menjadi penuntun dalam menjalani kehidupan.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU