Beberapa waktu lalu media sosial Indonesia diramaikan dengan sebuah foto viral yang memperlihatkan seekor Komodo sedang menghadang truk yang masuk Resort Loh Buaya. Tak pelak, pembangunan taman Jurrasic Park untuk pengembangan wisata eksklusif di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur (NTT) seketika menjadi perbincangan hangat khalayak ramai.
Sebagian besar warga net menyayangkan pembangunan taman Jurrasic Park yang dikhawatirkan akan mengganggu habitat Komodo sebagai satwa langka yang dilindungi. Para pegiat lingkungan bahkan menuntut Presiden Joko Widodo supaya pembangunan tersebut dihentikan. Tak sedikit media asing yang turut menyoroti permasalahan Jurrasic Park di Pulau Rinca ini.
Reuters (27/10) dalam artikel yang berjudul Indoneisa Say’s ‘Jurrasic Pakr’ Project No Threat to Komodo Dragon, mengutip pernyataan dari KLHK RI bahwa pembangunan proyek ini tidak mengancam kehidupan Komodo di Taman Nasional Komodo. KLHK RI berusaha meredakan amarah publik dengan memberikan klarifikasi atas pembangunan Jurrasic Park ini.
BBC (27/10) memberitakan kekhawatiran publik atas pembangunan proyek Jurrasic Park di Pulau Rinca setelah foto seekor Komodo menghadang truk menjadi viral. Dalam artikel yang berjudul Viral Photo Sparks Concerns About Indonesia’s ‘Jurrasic Park, BBC mempertanyakan dampak proyek pembangunan pada konservasi Komodo dan kehidupan masyarakat.
Pembangunan Jurrasic Park di Pulau Rinca digawangi oleh PT HAN AWAL yang ditunjuk oleh Kementerian PUPR sebelumnya, dengan arsitek yaitu Yori Antar. Terdapat lima kawasan di Pulau Rinca yang akan ditata dengan konsep ala Jurrasic Park di film fiksi ilmiah, diantaranya:
Pembangunan fase awal sudah dimulai sejak 9 September 2020 lalu, sejauh ini belum diketahui kapan target pembangunan taman Jurrasic Park ini akan selesai. Nantinya taman ini akan dikelola swasta bekerjasama dengan pemerintah. Pembangunan taman seluas 1,4 Ha ini banyak ditentang oleh berbagai lapisan masyarakat karena dikhawatirkan akan merusak alam.
Penggunaan alat berat selama pembangunan diyakini merusak sebagian wilayah hutan selama prosesnya. Tidak hanya itu, ekosistem alam di Pulau Rinca dimungkinkan untuk timpang karena pemerintah hanya fokus pada Komodo saja. Padahal, ada banyak spesies lain di Pulau Rinca yang juga langka. Keseimbangan eksosistem alam akan terganggu, ini berbahaya.
Sejumlah peneliti merasa khawatir, taman atraksi ini dapat merubah tabiat alami Komodo di alam liar sebagai predator yang berdiri di puncak rantai makanan. Komodo tidak akan lagi bisa berburu dan lebih mirip peliharaan ketimbang hewan liar. Jika hal ini terjadi, rantai makanan akan kacau dan berimbas buruk bagi ekosistem, termasuk di dalamnya masyarakat lokal.
Sejak 2019 lalu, Pulau Rinca yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Komodo direncanakan menjadi destinasti wisata premium yang menyasar wisatawan dari kalangan atas saja. Kebijakan yang lalu diadopsi oleh pemerintah NTT ini belakangan memicu kontroversi. Warga dan pemandu wisata menolak pembangunan ini karena potensinya merusak alam.
Taman Nasional Komodo sudah lama digadang-gadang sebagai “Bali Baru” yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada 2019. Dengan memperbaiki sarana dan prasarana, Pulau Rinca diharapkan dapat menarik wisatawan asing sebanyak-banyaknya. Sayang rencana pembangunan tersebut terkendala oleh pandemi Covid-19 dan baru bisa dimulai September lalu.