Benua Australia merupakan benua terkecil di dunia yang berada di bagian selatan wilayah Indonesia. Tahun 1770, Benua Australia ditemukan oleh seorang pelaut asal Inggris yang bernama James Cook. Oleh karena itu, kini Australia masuk dalam kekuasaan Kerajaan Inggris. Penduduk asli Benua Australia adalah Suku Aborigin yang secara fisik mirip dengan suku-suku di daratan Pulau Papua.
Bukan James Cook penemu Benua Australia. Sekitar 70 tahun sebelum James Cook datang dan mengklaim dirinya menemukan Benua Australia, para pelaut dari pesisir Makassar sudah lebih dahulu menginjakkan kakinya di benua tersebut. Bahkan mereka telah lama menjalin kerjasama dengan Suku Aborigin. Pendapat ini didasarkan kajian ilmiah dari Horst Hubertus Liebner, seorang antropolog maritim asal Jerman.
Para pelaut dari Makassar berlayar dari Sulawesi ke pesisir utara Australia menggunakan Padewakang, jenis perahu kayu kuno yang punah sejak satu abad silam. Padewakang kemudian berevolusi menjadi perahu Pinisi yang dikenal sekarang. Perahu Padewakang bergerak menggunakan tenaga angin yang ditangkap oleh layar. Oleh karena itu, periode pelayaran pun disesuaikan dengan pergerakan angin musim barat dan timur.
Dahulu, setiap musim barat, puluhan armada Padewakang dari Makassar berlabuh di pesisir utara Australia. Para pelaut akan tinggal selama berbulan-bulan untuk mencari teripang di laut dan mengolahnya di darat bersama penduduk lokal, Suku Aborigin. Sekitar enam bulan kemudian, ketika musim timut, armada-armada Padewakang kembali ke Sulawesi membawa hasil laut berupa teripang kering.
Terkadang terdapat beberapa orang dari Suku Aborigin yang turut serta dalam perjalanan pulang ke Makassar. Pelayaran para pelaut Makassar berakhir pada tahun 1907 karena dilarang oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda yang saat itu menguasai sebagian besar wilayah nusantara. Meski demikian, hubungan ratusan tahun antara orang-orang Makassar dan Suku Aborigin telah menimbulkan kesan mendalam bagi kedua belah pihak.
Horst Hebertus Liebner begitu tertarik dengan pelayaran pelaut Makassar ke Marege, sebutan orang Sulawesi untuk pesisir utara Australia. Hal itu mendorong Horst belajar tentang kebudayaan maritim hingga ke Sulawesi. Terhitung sudah tiga dekade, ia bermukim di Sulawesi Selatan. Orang-orang Makassar memberinya gelar Daeng Kulle, sedangkan orang-orang Mandar memberinya nama Aco lenggo.
Horst begitu berambisi dengan Pelayaran Marege yang dilakukan oleh para pelaut Makassar berabad-abad silam. Horst dibantu dengan masyarakat lokal menjelajahi perairan lepas menggunakan perahu Padewakang untuk tiba di Marege. Berangkat pada 8 Desember 2019, Horst dan kru tiba di Kota Darwin saat malah hari pada akhir Januari lalu. Tiba di perbatasan, Horst dan seluruh kru diperiksa oleh otoritas pemerintah Australia.
Konstruksi Padewakang yang digunakan berlayar oleh Horst dibuat sama persis dengan yang digunakan oleh para pelaut Makassar pada zaman dahulu. Banyak rintangan berat yang harus dihadapai, mulai dari robeknya layar, kemudi yang patah, hingga perahu yang tidak bisa digunakan lagi saat pulang. Alhasil mereka pun terpkasa harus membuat Padewakang baru mulai dari nol. Meskipun demikian, mereka akhirnya dapat tiba di daratan Marege dengan selamat.