Jalan Jaksa, jalan kecil sepanjang 400 meter ini diberi nama Jaksa karena dulu pada masa kolonial, tempat ini dijadikan lokasi berkumpulnya mahasiswa Rechts Hogeoschool yang terletak di dekat Museum Nasional.
Sejak tahun 1969, jalan Jaksa menjadi pusat berkumpulnya backpacker berbagai negara di dunia. Turis asing terlihat berlalu lalang dengan gaya khas seorang traveler. Santai, simple, dan sederhana.
Jalan Jaksa menjadi tujuan utama para backpacker karena semua hal yang dibutuhkan tersedia di sana. Jalan selebar sekitar enam meter ini menawarkan akomodasi murah dan tentunya hiburan malam. Warung makan, kafe, hingga bar pun tersedia di sana.
Selain kemudahan mendapatkan kebutuhan selama traveling, di Jalan Jaksa ini para traveler bisa dengan mudahnya berbaur dengan warga lokal. Mereka pun bisa merasakan atmosfer khas Jakarta yang belum terjamah modernitas.
Biaya hidup di Jalan Jaksa yang sangat terjangkau dan kebudayaan warga lokal yang masih melekat inilah yang membuat Jalan Jaksa dikenal sebagai kawasan yang ramah untuk para turis berkantong tipis dan mereka yang ingin mengenal Jakarta dari sisi lainnya. Jalanan ini pun menjadi ikon spot backpacker di Jakarta layaknya Jalan Prawirotaman di Yogyakarta.
Tapi itu dulu, kini Jalan Jaksa tak lagi seramai dulu. Mengutip dari Tribun Travel, beberapa bulan belakang jumlah kunjungan turis makin menurun. Dalam satu hari hanya ada 7 turis yang datang. Itu pun sudah jarang.
Kondisi inilah yang menyebabkan banyaknya penginapan di sepanjang Jalan Jaksa yang harus gulung tikar. Melansir dari CNN, pemilik Memories Cafe, Hilmi, mengatakan bahwa 80% tempat penginapan di Jalan Jaksa sudah bangkrut.
Memories Cafe sebagai salah satu spot tujuan turis asing ini pun merasakan dampak yang sama. Sepinya pengunjung dan kerugian yang diterima memaksa sang pemilik untuk menutup kafe legendaris tersebut. Namun, kafe tersebut tak benar-benar ditutup melainkan akan dipindahkan di Jalan Prawirotama, Yogyakarta.
Jalan Jaksa yang dulu dikenal sebagai pusat turis mancanegara di Jakarta akan menjadi kenangan bila tak segera ditangani.
Melansir dari CNN, Wakil Ketua Umum Bidang Litbang dan IT Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Christy Megawati, mengatakan banyak faktor yang menyebabkan penyusutan tamu tempat penginapan di Jalan Jaksa, salah satunya adalah penginapan di Jalan Jaksa kurang mengikuti perkembangan zaman.
“Kalau pemilik tempat usaha di Jalan Jaksa ingin berkompetisi, maka mereka harus berkembang mengikuti zaman,” ujar Christy
Christy melanjutkan, operator hotel virtual seperti Airy Room, Red Doorz, Nida’s Room, dan sejenisnya bisa digandeng untuk mengembangkan dan mempromosikan kembali Jalan Jaksa sebagai ikon area backpacker di Jakarta.
Selain itu, penginapan di kawasan lain di sekitar Jalan Jaksa Jakarta berkembang lebih pesat. Saat ini menemukan penginapan yang sediakan fasilitas one stop entertaining bukanlah hal yang sulit. Banyak hotel yang menawarkan penginapan dengan fasilitas kolam renang, club malam, dan beragam fasilitas lain dengan harga yang terjangkau. Mulai Rp500 ribu.
Jadi, jika tak ingin Jalan Jaksa hanya tinggal kenangan, pemerintah kota Jakarta beserta para pelaku bisnis pariwisata bersama-sama mulai menghidupkan kembali Jalan Jaksa.
Perlu diakui, Jalan Jaksa sebenarnya memiliki posisi yang bagus dalam perkembangan bisnis pariwisata. Nama yang sudah dikenal dan lokasi yang strategis. Hanya perlu diperbaiki dan dipoles kembali. Jalan Jaksa bisa kembali ramai jadi tujuan para backpacker dunia.