Ingin memotret human interest tapi selalu gagal dapatkan momen yang diinginkan? Marrysa Tunjung Sari, seorang fotografer profesional berbagi tips foto human interest di sini.
Secara umum foto human interest atau HI merupakan sebuah foto yang menggambarkan interaksi atau emosi manusia dengan lingkungan.
Menurut Sasha, panggilan dari Marrysa Tunjung Sari, foto human interest bukanlah salah satu genre fotografi namun lebih ke tematik. Jika diulik lebih mendalam, genre fotografi secara payung besar terdiri dari genre “Apa” (fashion, Automotive, landscape, Abstract), genre “Di mana” (street, underwater, aerial), genre “Bagaimana” (high speed, slow speed, infra red).
Human Interest menjadi membingungkan karena bisa jadi interaksi manusia dalam jurnalistik, street photography, travel photography.
Sasha, lebih lanjut menjelaskan secara umum foto human interest dapat diambil secara candid tanpa sepengetahuan manusia yang akan difoto atau tidak candid. Yang dimaksud dengan candid itu adalah interaksi alami atau natural.
Namun berbeda dengan interaksi manusia yang lebih intim hanya kepada fotografernya itulah yang menurut saya sebagai portraiture. Karakter dari manusia itu ditampilkan dalam penggambaran atau interpretasi dari fotografernya. Tentunya dalam portraiture fotogafer sudah mengantongi ijin pemotretan.
Untuk menghasilkan foto human interest yang menarik, Marrysa Tunjung Sari memberikan beberapa tips.
Untuk menghasilkan foto human interest yang memiliki value, butuh dilakukan riset terlebih dahulu.
Kita ambil contoh jika ingin memotret human interest di Bali. Maka perlu dilakukan riset, bagaimana masyarakat Bali berinteraksi setiap harinya. Tentukan juga tempat untuk memotret sejak awal, misalnya di area pemukiman, pura, daerah wisata, pasar, dan zona lainnya. Penentuan zona ini berfungsi untuk membantu positioning bagi fotografer tentang objek yang akan dipotret.
Riset juga akan membuat fotografer paham, interaksi apa yang nanti akan dipotret. Misalnya ketika kita mengambil zona pasar maka interaksi yang seharusnya ada dalam foto human interest adalah interaksi antara penjual dengan pembeli, penjual dengan penjual, atau interaksi semua elemen yang berkecimpung di dalam pasar.
Observasi menjadi bagian penting sebelum memotret human interest. Saat sang fotografer duduk sambil mengamati satu zona atau lingkungan, akan ada pengulangan aktivitas dari manusia dan lingkungan-nya. Pengamatan ini akan memudahkan fotografer untuk memilih momen mana yang akan dipotret, dan pastinya tak akan kehilangan momen tersebut.
Misalnya ketika kita meluangkan waktu untuk melakukan pengamatan tentang aktivitas di pasar, maka akan ada pengulangan aktivitas pembelian, pembayaran dan lainnya. Tak mungkin juga kita tidak mendapatkan momen yang diharapkan, misalnya momen saat pembayaran. Dengan observasi mendalam, fotografer tidak mungkin kehilangan atau terlewatkan momen pembayaran tersebut.
Atau semisal kita melakukan pengamatan aktivitas di pura, maka kita akan tahu pada saat kapan orang-orang datang memasang sajen, ibadah, atau aktivitas lainnya. Jadi kita sudah tahu, jika ingin memotret momen peletakkan sajen harus datang kapan.
Observasi juga berarti melakukan beberapa percobaan memotret dari berbagai angle untuk satu momen yang sama. Sehingga fotografer bisa menghasilkan sebuah foto human interest yang bagus, tajam dan punya makna.
Menurut Sasha, awal perkembangan foto human interest adalah maraknya foto-foto yang mengambil objek orang-orang di pinggiran jalan. Mulai dari anak gelandangan, pengemis, tunawisma dan banyak lagi.
Namun sebetulnya, bagi Sasha, foto semacam itu kurang mencerminkan foto human interest. Sebab yang ditekankan dalam foto human interest sendiri adalah interaksi, sedangkan jika hanya foto anak jalanan sedang melongo di pinggir jalan maka tidak ada interaksi dalam foto tersebut. Itulah mengapa penting mengambil foto yang memiliki interaksi, agar bisa memberikan value untuk orang-orang yang melihat foto tersebut.
Penguasaan teknis berarti berhubungan dengan kemampuan mengoperasikan kamera. Memotret human interest juga memerlukan basic atau dasar pengetahuan tentang teknis memotret yang baik dan benar. Apalagi dalam human interest, suatu objek yang akan dipotret berhubungan dengan momen yang biasanya terjadi secara cepat. Jadi kita harus tahu bagaimana menggunakan kamera yang dipakai untuk menghasilkan foto yang jelas dan bagus. Misalnya, bagaimana cara kita mengambil foto yang bagus saat pembeli sedang memberikan uangnya pada penjual sehingga hasilnya tidak blur.
Penting juga untuk memfokuskan foto yang akan diambil. Human interest selalu mengaitkan manusia dan interaksinya terhadap lingkungan, jadi potret seperti apa yang akan diambil juga perlu diputuskan. Misalnya, apakah sang fotografer ingin menajamkan hasil foto pada momen dan interaksinya atau justru pada ketajaman objek saja, seperti raut wajah yang terlihat jelas dengan kerutannya, dan banyak hal lagi.
Sebagian orang memang mengatakan bahwa foto human interest tidak memerlukan izin. Namun jika sedang berada di suatu daerah penting untuk tahu aturan yang berlaku, apakah memotret diam-diam menjadi hal yang sah dan boleh dilakukan atau justru sebaliknya.
Beberapa daerah tertentu memiliki aturan khusus di mana siapapun yang akan memotret harus melakukan izin terlebih dahulu. Hal ini juga yang menyebabkan mengapa riset dan observasi itu sangat penting.