Sepuluh menit lagi, KA Sriwedari tujuan Solo akan berangkat, sedangkan saya masih berada di perjalanan. Gas motor saya tarik makin kencang untuk mengejar waktu.
Memasuki stasiun, saya terpaksa berolahraga pagi dengan berlari-lari kecil. Beruntung, kurang dari 5 menit, tiket berhasil saya pegang. Petugas check in menyempritkan peluit ke arah saya, memberi info kereta akan segera berangkat.
‘Pak, permisi, gerbong saya yang mana?’ sambil menyodorkan tiket pada petugas. Ini perjalanan pertamaku menggunakan kereta dan saya tak punya waktu banyak untuk mengamat-amati terlebih dahulu karena takut ketinggalan kereta.
‘Gerbong ketiga itu ya, Mbak. Cari tempat duduk sesuai nomor di tiketnya.’
‘Terima kasih, Bapak.’
Selamat datang! Inilah gerbong kereta pertama yang saya masuki. Jumlah penumpang pagi ini tidak terlalu ramai. Kebanyakan dari penumpang adalah orang-orang yang akan pergi ke kantor. Pakaian mereka rapi, lengkap dengan sepatu nyentrik -bagi saya sepatu mereka menarik, selalu berbunyi tok tok tok saat melangkah, seperti sepatu milik adik balita saya, khas kantoran. Ada pula sekelompok wanita seusia saya. Mereka bukan akan pergi ke kantor, saya yakin. Dandanan mereka khas ala pejalan.
Tempat duduk saya bersebelahan dengan mereka. Bedanya, mereka datang bergerombol, sedangkan saya sendirian.
Saat mereka asyik tertawa terbahak-bahak akan lelucon, saya asyik dengan musik favorit yang menggema di telinga. Saat mereka berdebat membicarakan destinasi mana yang akan dikunjungi pertama kali, saya hanya cukup menulis list di notebook kecil dengan mengandalkan koneksi internet. Saat mereka asyik dengan ruang hangat mereka, saya pun merasa hangat dengan menikmati matahari pagi yang menembus kaca kereta dan indahnya pagi di area persawahan.
Saya asyik dengan dunia saya sendiri. Mereka pun asyik dengan dunia mereka. Tentu, tiap orang punya cara masing-masing untuk menikmati perjalanannya bukan?
Hanya 1 jam 15 menit perjalanan, saya sudah sampai Stasiun Balapan Solo. Petualangan baru dimulai.
Saya bukan lagi penggila destinasi, kini saya lebih ingin fokus menikmati perjalanan dan saya sedang belajar untuk menjadi pejalan yang baik.
Pejalan baik yang sedang ingin berkenalan dengan daerah-daerah di Indonesia. Pertama, kenali daerah terdekat dulu, sebelum sampai menyeberang hingga ujung timur kepulauan Indonesia.
Mal terlalu nyaman untuk dikunjungi. Pasar Klewer perlu dicoba untuk kalian yang suka mencari keadaan nyaman di tengah ketidaknyamanan.
Setiap gang kecil Pasar Klewer, saya telusuri untuk mencari batik yang memang saya inginkan. Berdesak-desakan dengan sesama pengunjung, membuat tawaran semurah mungkin kepada penjual, dan berhati-hatilah pada copet yang siap memindah tangankan barang-barang berhargamu. Asyiknya mencuri-curi foto candid warga lokal yang tengah sibuk berbelanja. Inilah foto bercerita yang mengasyikkan. Terlihat beberapa turis juga turut berdesak-desakan ikut membaur. Akhirnya, saya keluar dari pasar dengan menenteng satu bungkus batik yang saya dapat setelah menawar seorang pedagang selama 15 menit lebih.
Tidak lengkap rasanya datang ke sini kalau tidak berkunjung ke Keraton Kasunanan. Walaupun hanya sekadar mencari latar baru untuk foto atau menikmati berjalan-jalan dengan delman yang banyak mangkal di sekitar sini.
Kota Solo menjadi tempat yang asyik untuk menikmati jalan kaki. Saya bisa santai berjalan di trotoar yang lebar. Suasana di City Walk sangat sejuk dengan banyak pohon tinggi dan tanaman di pinggir jalan. Tak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk menikmati hal ini.
‘Apa asyiknya ke Solo cuma nikmatin jalan kaki di pinggir jalan?’
Mungkin tidak semua orang mengerti mengapa saya suka bersenang-senang dengan hal yang sederhana, salah satu contohnya jalan kaki. Di sini saya menemukan dunia saya sendiri. Tak perlu membuat orang lain untuk memahami apa yang kita senangi, saya bisa menikmatinya sudah lebih dari cukup.
Banyak bangku-bangku di sepanjang City Walk untuk tempat beristirahat. Pun, saya duduk dan memainkan kamera untuk mencari potret yang bagus untuk diceritakan.
Ini dia tujuan utama saya. Menikmati serabi solo di tempatnya langsung agar lebih dapat momennya. Di kawasan Jl. Notosuman inilah saya bisa menemukan berderet-deret serabi yang membuat perut saya lapar. Maka dari itu serabi Solo di namakan serabi Notosuman. Walaupun sekarang Jl. Notosuman di ganti dengan Jl. Moh Yamin, namun nama serabi tidak ikut berubah.
Tips: untuk kalian yang datang ke sini jangan lebih dari jam 2 siang karena kamu akan kecewa mendapati kawasan telah sepi dan toko-toko serabi telah tutup.
*****
‘Di mana?’ pesan masuk dari teman saya.
‘Lagi di Solo ini.’
‘Ngapain? Sama siapa?’
‘Cari Serabi Notosuman, sendirian dong hehe.’
‘Yah, kok nggak ngajak aku sih?’
‘Kan biasanya kamu selalu sibuk pas aku ajak main.’
Pertama, tentu saja kunjungan ke Solo bukan demi serabi. Kedua, terkadang mereka terlalu asyik dengan dunia mereka sendiri. Jadi, tak ada salahnya kan jika saya juga sibuk dengan dunia saya sendiri. Aneh memang. Ketika kita sedang bersenang-senang saat orang lain butuh, kita dianggap tidak solidaritas dengan mengajaknya.