Kabar mencengangkan disampaikan oleh Menteri Agama, Facrul Razi pada Selasa (2/6) kemarin. Ia menuturkan bahwa untuk tahun pelaksanaan 2020, ibadah haji akan ditunda. Sikap otoritas Kerajaan Arab Saudi yang tidak kunjung memberi kepastian membuat pemerintah Indonesia tak memiliki cukup waktu untuk memberangkatkan ribuan calon jamaah haji.
Ibadah haji merupakan rukun Islam ke-lima yang wajib bagi mereka yang mampu. Dalam sejarah ibadah haji, tidak selama pelaksanaannya berjalan lurus. Tercatat sekitar 40 kali ibadah haji pernah ditutup karena berbagai alasan. Sebagian besar disebabkan karena adanya epidemi wabah penyakit dan aksi terorisme dari kelompok Islam radikal.
Jika Indonesia di tahun ini memutuskan untuk tidak memberangkatkan calon jamaahnya karena ancaman pandemi virus corona (Covid-19), itu bukanlah yang pertama kali. Berdasarkan hasil riset yang dirilis awal Maret lalu oleh Yayasan Raja Abdulaziz untuk Riset dan Arsip, diketahui bahwa ibdah haji pernah ditangguhkan sedikitnya 40 kali dalam sejarah.
Tahun 865 M, ibadah haji ditiadakan karena terjadinya pemberontakan kepada Dinasti Abbasiyah oleh Ismail bin Yusuf atau yang lebih dikenal dengan al-Safak. Bersama pasukannya, al-Safak menyerbu Makkah saat ibadah haji berlangsung. Jamaah haji yang saat itu yang berada di Arafah dibantai. Kejadian ini memaksa pelaksanaan ibadah haji di tahun tersebut harus ditangguhkan.
Sekitar tahun 1000 M atau 3 H, ibadah haji terpaksa urung dilaksanakan karena Masjidil Haram diduduki oleh Sekte Qaramithah yang dipimpin oleh Abu Taher Al-Janabi. Sekte ini merupakan kelompok Islam radikal yang berbasis di Arab Timur dan mendirikan negaranya sendiri. Sistem kepercayaan mereka berdasarkan Islam Syiah Islamiliyah yang bercampur unsur gnostik. Menurut mereka, haji adalah ritual pagan yang sesat.
Tahun 930 M, Sekte Qaramithah menyerang Makkah ketika pelaksanaan ibadah haji sedang berlangsung. Sedikitnya 30 ribu jamaah haji tewas terbunuh, jasad-jasadnya dibuang begitu saja di sumur zam-zam. Hajar Aswad yang dianggap suci oleh umat Islam pun dijarah dan dibawa ke markas kekuasaan mereka. Sejak kejadian tersebut, ibadah haji ditiadakan selama 10 tahun. Hajar Aswad dikembalikan 22 tahun kemudian di Hijr.
Tingginya biaya ibadah haji di tahun 1000 M memaksa ibadah haji harus dibatalkan. Perselisihan Bani Abad dan Bani Abid tahun 983 M membuat muslim Irak dilarang berhaji selama delapan tahun. 1257 M penduduk Hijaz juga diberlakukan larangan yang sama. Tahun 1814 di Hijaz terkena wabah Tha’un dengan 8.000 korban meninggal dunia, Kakbah ditutup sementara. 1831 M muncul wabah Hindi dari India yang membunuh tiga perempat jamaah haji, ibadah haji kembali ditangguhkan.
Tahun 1837 M dunia mengalami epidemi, dan 1846 terjadi wabah kolera. Karena kejadian ini, ibadah haji mau tidak mau harus ditiadakan di tahun tersebut. Tidak hanya itu wabah kolera yang masih berkeliaran membuat otoritas Makkah dan Madinah membatalkan pelaksanaan ibadah haji berulang kali di beberapa tahun kedepannya, tepatnya di tahun 1850 M, 1865 M, dan 1883 M.
Epidemi kembali terjadi pada 1858 M, karena saking parahnya membuat sebagian besar penduduk Hijaz harus mengungsi hingga ke Mesir. Tahun 1864 M sebanyak 1000 jamaah haji meninggal dunia karena wabah yang sangat mematikan. Saat itu karantina dalam skala besar diberlakukan hingga harus mendatangkan dokter-dokter dari Mesir.
Tahun 1892 M, ibadah haji dibatalkan karena wabah kolera. Kondisi semakin buruk setiap harinya hingga mayat-mayat terus bertumpuk. Kematian terus meningkat di Arafah, mencapai puncaknya di Mina. Tahun 1895 M, wabah typhus terjadi, pandemi yang mirip dengan demam difoid atau disentri yang terindikasi dari konvoi di Madinah. Tahun 1987 terjadi wabah meningitis, ibadah haji kembali ditiadakan karena menginfeksi hingga 10.000 jamaah haji.