Saat ini banyak orang yang tertarik untuk datang ke berbagai destinasi wisata di Indonesia. Instagram sebagai salah satu aplikasi yang paling populer di Indonesiapun aktif berperan dalam penyebaran informasi tentang destinasi wisata dalam bentuk visual.
Saya sebagai pengguna Instagram senang sekali ketika melihat spot baru yang banyak dipamerkan oleh akun Instagram suatu destinasi. Karena visual yang bagus, biasanya saya langsung mampir ke destinasi wisata tersebut untuk melihatnya langsung.
Namun, pengelola destinasi wisata kadang kurang memperhatikan beberapa hal ketika menyebarkan foto-foto destinasi wisata di Instagram. Mereka hanya menonjolkan keindahan di destinasi wisata saja tanpa memperhatikan hal-hal lain yang bikin wisatawan betah lama-lama di sana.
Jujur saya adalah wisatawan yang suka kulineran. Bujet saya nggak banyak sih, jadi ketika saya mampir ke beberapa warung di destinasi wisata sering menanyakan harga makanan sebelum memesan makanan. Sebenarnya sih saya merasa malu ketika harus menanyakan harga sebelum membeli, tapi karena banyak sekali kasus seperti seorang wisatawan yang harus bayar Rp 2 juta untuk makanan sederhana atau wisatawan yang harus bayar Rp 150 ribu saat naik odong-odong di Jogja membuat saya waspada.
Harusnya para pengelola wisata memperhatikan hal-hal sepele seperti membuat daftar menu yang disertai harga makanan atau biaya fasilitas lain agar wisatawan tidak merasa tertipu. Langkah ini tentu bikin banyak wisatawan betah berlama-lama di suatu destinasi wisata. Malahan, mereka bakal mengajak partner traveling jika fasilitas seperti ini tersedia.
Seorang kawan, –Mia Kamila, pernah datang ke suatu destinasi wisata di Purworejo, Gua Seplawan. Di sana ia kagum dengan fasilitas toilet yang ada di sana. Ia takjub karena toilet di destinasi ini sangat bersih dan rapih bahkan menggunakan toilet duduk dengan sistem penyiraman otomatis. Ia mengaku sangat senang melihat perkembangan fasilitas toilet di destinasi wisata Indonesia ini.
Sayangnya, tak semua destinasi wisata memiliki toilet yang bagus dan bersih, bahkan kadang fasilitas toilet malahan nggak ada.
Cerita teman saya tadi tentu bisa menjadi kaca bagi para pengelola wisata untuk memperhatikan failitas toilet. Karena semua wisatawan pasti akan betah ketika melihat toilet bersih dan layak digunakan untuk buang hajat.
Sebenarnya saya adalah orang yang suka tantangan. Kadang saya menerjang berbagai rintangan untuk bisa sampai ke suatu tempat yang indah. Tapi, saya pikir-pikir suatu destinasi wisata pasti akan semakin banyak didatangi para wisatawan jika akses menuju lokasi semakin mudah. Selain mudah, aksesnya pun harus dibuat nyaman. Misalnya dengan memperbaiki jalanan yang rusak.
Ini memang tantangan bagi para pengelola destinasi wisata untuk membuat para wisatawan merasa nyaman ketika mampir ke suatu destinasi wisata.
Jika mengingat-ingat kasus sampah di gunung Semeru ini pasti bikin Kamu bakal merasa jijik dan marah. Banyak wisatawan yang buang sembarangan dan tidak memperhatikan lingkungan. Coba kenapa hal ini bisa terjadi? Salah satunya adalah karena tidak adanya tempat sampah yang disediakan oleh pengelola dan peraturan yang kurang spesifik.
Bayangkan jika pengelola menyediakan tempat sampah di beberapa spot dan memiliki tempat sampah atau peraturan khusus seperti peraturan di Gunung Andong, yaitu penukaran satu trash bag penuh sampah dengan satu buah stiker. Meskipun kesadaran wisatawan juga berpengaruh, setidaknya pengelola membuat peraturan dan ketersediaan tempat sampah untuk mencegah kebiasaan buruk wisatawan.
Melansir dari Okezone, netizen akhir-akhir ini dibuat heboh dengan harga tiket parkir yang selangit di salah satu destinasi wisata Pantai Anyer di Jawa Barat. Harga tiket parkir ini disebut-sebut sangat tidak wajar, bahkan untuk para pengunjung dari dalam kota mengaku kaget dengan harga parkir yang selangit, yaitu Rp 700 ribu.
Banyak wisatawan yang merasa kapok karena tiket parkir ini. Harusnya pengelola menyediakan tempat parkir resmi dan karcis sesuai dengan ketetapan pemerintah agar wisatawan merasa nyaman saat berwisata ke suatu destinasi wisata.
Saat mampir ke Borobudur, saya kaget ketika ada seorang petugas keamanan yang memberi himbauan untuk tidak duduk dan menginjak stupa. Dulu ketika saya masih SD belum ada peraturan ini. Menurut saya ini adalah peraturan yang bagus. Karena selain bisa merusak stupa, wisatawan juga akan terhindar dari bahaya misal jatuh (karena stupa rapuh).
Petugas keamanan juga sangat dibutuhkan di gunung atau spot ekstrem (pantai) untuk menghindari adanya kecelakaan. Selain itu, petugas keamanan juga bermanfaat bagi wisatawan cewek yang sering menjadi sasaran empuk kejahatan di tempat ramai seperti tempat wisata.
Pengalaman saya ke Pantai Menganti, Kebumen saya merasa sangat senang karena di sini saya bisa beristirahat dengan nyaman di gubuk-gubuk yang sudah disediakan. Saya bisa menikmati pemandangan dengan senang tanpa harus kepanasan.
Yang bikin kerennya lagi, gubuk-gubuk ini terbuat dari bahan yang ramah lingkungan sehingga tidak merusak alam sekitar. Mungkin di beberapa destinasi wisata memiliki rest area seperti di Pantai Menganti, namu ada pulau destinasi wisata yang tak memiliki rest area.
Gubuk-gubuk dan gazebo seperti di Pantai Menganti ini mungkin bisa jadi ide menarik untuk para pengelola wisata agar wisatawan merasa betah berada di destinasi wisata.
Turis asing datang ke Indonesia, selain karena keindahan alamnya yang tersohor, juga karena mereka mendengar tentang keramahan warga lokalnya.
Tapi realitanya, beberapa destinasi wisata di Indonesia juga nggak ramah-ramah amat. Ya mungkin mereka ramah ke turis asing, tapi nggak ke warga lokal.
Kasus ikan bakar di destinasi wisata menandakan kalau pengelola tak bisa memberikan keramahan bagi wisatawan. Pengelola perlu mengedukasi para penjual, tukang parkir, dan orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan wisata agar bisa ramah dengan wisatawan.
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang mayoritas muslim. Namun nggak semua destinasi wisata memiliki fasilitas mushola yang mendukung.
Wisatawan harus masuk kampung untuk menemukan mushola terdekat. Hal ini kadang bikin repot karena kadang jarak mushola terlalu jauh dari destinasi wisata.
Fasilitas ibadah seperti mushola tentu akan bikin wisatawan betah berada di suatu destinasi wisata. Para pengelola wisata wajib tahu hal ini.
Menjadi pengelola wisata bukanlah hal yang mudah. Inilah tantangannya. Semoga di masa yang semakin maju, para pengelola wisata bisa memberikan fasilitas yang wisatawan butuhkan ketika berada di tempat wisata.
Banyak pengelola wisata yang hanya menonjolkan keindahan di destinasi wisata saja tanpa memperhatikan hal-hal lain yang bikin wisatawan betah lama-lama. Kalau begini terus, kapan majunya pariwisata Indonesia?