7 Pikiran Negatif yang Harus Dihilangkan Solo Traveler

Tidak mudah menjadi seorang solo traveler untuk pertama kalinya. berbagai pikiran negatif selalu bermunculan, dibutuhkan managemen emosi untuk menghilangkan.

SHARE :

Ditulis Oleh: Prameswari Mahendrati

photo by Helga Weber flickr.com

Pengalaman pertama pasti menjadi sesuatu yang lebih berkesan dari apapun. Bingung, terlihat bodoh, tidak tahu harus melakukan apa, itulah yang menimpa saya ketika menjajal solo traveling pertama.

Kalian tentu berpikir, seorang backpacker yang menyukai tantangan adalah pribadi mandiri yang tak takut apapun. Percayalah, orang yang menjajal menjadi seorang solo traveler juga manusia biasa. Rasa takut, khawatir, dan bingung adalah hal yang manusiawi.

Traveling memang hobi yang universal, hampir semua kalangan menjajal hobi tersebut. Dari seorang extrovert hingga introvert sekalipun. Keduanya memiliki cara tersendiri untuk menikmati perjalanannya. Tapi, apakah bisa menikmati perjalanan bila muncul pikiran negatif tentang daerah yang dituju?

Traveling bersama travelmate pun tak menjamin bahwa kita akan terhindar dari masalah serta terbebas dari rasa was-was, terlebih apabila melakukan perjalanan ke sebuah tempat asing seorang diri, rasa khawatir mungkin saja akan berlipat.

Membaca timeline di akun Facebook, saya agak tergelitik, salah satu status mengatakan bahwa traveler sejati belum lengkap apabila tidak menjajal menjadi seorang solo traveler. Sangat prinsipel sekali. Saya berani menjamin bahwa untuk menjadi seorang solo traveler tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Terlebih jika kamu tidak memiliki kenalan atau tidak menguasai bahasa asing.

Situasi tersebut bisa jadi memancing munculnya pikiran-pikiran negatif di kepala. Berikut beberapa kekhawatiran yang bisa saja kamu rasakan selama perjalanan solo traveling perdanamu;

1. Saya Cemas Bila Tidak Dapat Bersahabat dengan Penduduk Lokal

Perbedaan kultur dan bahasa agak membebani kepala saya waktu itu, saya merasa takut apabila mereka tidak dapat menerima kehadiran saya. Bagaimana bila mereka sangat sinis hingga enggan bercengkrama dengan saya apalagi memberikan tumpangan untuk bermalam.

2. Terlihat Bodoh Ketika Gadget Tidak Dapat Berfungsi

Bagi seorang solo traveler, gadget adalah benda mati yang bisa beralih menjadi seorang teman. Banyak aplikasi-aplikasi yang dapat berubah menjadi “dewa” saat saya bingung hendak melakukan apa.

Mendengar peringatan low battery, berbagai pikiran negatif seketika muncul, bagaimana bila saya tersesat, saya tidak dapat menelvon pihak hotel, atau memanggil taxi untuk menjemput.

3. Semua Orang Memperhatikan Setiap Langkah Saya

Selalu mencolok perhatian, begitulah gambaran traveler yang saya lihat ketika di kereta. Biasanya saya pun agak terpancing untuk memperhatikan traveler dengan ransel besar, kaos santai, celana pendek, dan kaca mata hitam.

Bagi seorang solo traveler perdana, kepercayaan diri sangatlah diuji. Kamu harus siap untuk diperhatikan beberapa orang yang berpapasan denganmu, apalagi jika perawakanmu sangat kontras berbeda dengan warga lokal.

4. Saya tidak dapat membedakan orang baik atau orang yang berniat buruk

Teringat isu-isu di India tentang pemerkosaan terhadap turis asing, serta maraknya pencopetan di Barcelona. Setiap pemberitaan saya yakin memiliki tujuan baik, agar semua orang lebih waspada di segala keadaan.

Kadangkala saya sulit membedakan antara waspada dengan berprasangka buruk. Everything has surprise, hidup ini soal kejutan. Apa yang ditemui selama perjalanan tentu belum sama dengan apa yang ada di pikiran kita.

5. Saya tidak dapat menjamin makanan yang masuk ke dalam tubuh

Persoalan makanan termasuk urusan fatal ketika melakukan traveling, apa yang dimakan tentu akan berdampak pada reaksi tubuh. Selektif merupakan kunci utama untuk menghindar dari penyakit yang berhubungan dengan pencernaan. Itulah mengapa saya mengangap mie instant dan soda sebagai makanan haram untuk sementara.

Masalahnya adalah, ketika saya berada di daerah asing, godaan kuliner menjadi hal yang sulit untuk ditolak dan saya tidak tahu apakah makanan tersebut steril dan baik untuk tubuh saya atau tidak.

6. Saya takut kehilangan barang yang menempel di tubuh

Sulit untuk menjadi santai ketika menjadi solo traveler untuk pertama kalianya. Saya tidak bisa tidur di sebuah kendaraan umum ketika sedang bosan karena menyimpan perasaan was-was kehilangan barang bawaan. Biasanya berbagai upaya saya lakukan, seperti meletakkan sejumlah uang di beberapa tempat rahasia, seperti membuat sobekan di bagian kerah dan menyimpan uang di sana.

7. Saya takut tidak dapat mengelola keuangan

Dari sekian kekhawatiran inilah yang paling umum terjadi. Uang memang bukan segalanya ketika melakukan perjalanan, tapi realitanya segalanya membutuhkan uang.

Satu lagi kekhawatiran saya yang paling besar di antara ketujuh poin tersebut adalah “tidak dapat menikmati perjalanan”, ketakutan kali ini bukan datang dari pikiran-pikiran negatif saya, tetapi sebuah motivasi untuk berpikir positif agar pikiran-pikiran negatif tersebut lenyap.

Hal mendasar dari traveling adalah menikmati perjalanan, apabila kita telah menikmatinya, maka kita dapat dengan mudah menyerap esensi perjalanan tersebut. Toh, kenyataan belum tentu seburuk apa yang kta pikirkan. Tentu tidak mudah menjadi solo traveler, tapi bukan berarti tidak dapat dilakukan.

Tetaplah teguh pada prinsip tak ada masalah tanpa solusi, yakinkan diri bahwa setiap petualangan memiliki ending yang baik, berpositif thinkinglah setiap langkah dan keputusan yang kamu ambil. Ingatlah pada niat awal melakukan traveling, sekarang, mari bersenang-senang!

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU