Traveler wanita = Lemah dan Harus Dilindungi

Stereotip masyarakat tentang traveler wanita.

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

Traveling adalah pilihan. Mau pria ataupun wanita, semua sama.

Tak mudah menjadi seorang wanita, dan menjadi “pejalan” pada saat bersamaan. Persamaan gender memang telah lama didengungkan, namun tetap saja anggapan-anggapan masyarakat tentang wanita tak sseindah seperti yang diharapkan para pejuang persamaan hak.

Wanita yang melakukan bepergian seorang diri masih dianggap sesuatu yang “tidak biasa” di negeri ini. Seorang wanita yang harusnya memasak, mencuci, mengepel di rumah tak seharusnya bepergian terlalu jauh dalam jangka waktu yang lama.

Wanita adalah makhluk lemah yang harus dijaga dan dilindungi. Paling tidak seperti itulah stereotip yang kutangkap di lingkungan masyarakat.

Sore ini aku dan temanku, Hana berbincang santai di sebuah cafe kecil di sudut kota. Hana berusia 25 tahun. Dirinya bekerja di sebuah perusahaan sebagai seorang accounting. Hana sering melanglangbuana ke banyak tempat sejak kuliah. Dia mengaku mendapat banyak pengalaman menarik selama traveling.

Masyarakat Indonesia itu lucu,” Hana membuka obrolan.

Aku mengerutkan dahi.

Kamu bukan wanita, kamu tak akan mengerti, berpikirpun percuma.

Aku hanya tertawa mendengar jawabannya. Dia memang pandai menyusun kata saat berucap.

Menurut Hana, ada beberapa pertanyaan yang pasti dia jumpai di perjalanan. Dia menceritakannya langsung padaku.

1. “Mengapa Kamu Sendiri?”

Pertanyaan wajib nomor 1. Saat dia berkeliling Jogja naik becak, tukang becak dengan penuh perhatian bertanya, “kok sendirian Mbak?” Hana hanya tersenyum kecut.

“Kau tahu, bapak penarik becak tersebut bertanya dengan nada seolah aku tak akan menemukan kesenangan jika bepergian seorang diri.”

Bepergian seorang diri bagi wanita nampak begitu membahayakan dan beresiko. Percayalah, seorang pria yang traveling pun pasti mempunyai resiko.

 

2. “Kenapa Kamu Bepergian Terus?”

Pertanyaan yang justru terkadang ditanyakan oleh traveler pria. Pertanyaan yang mengasumsikan bahwa seharunya seorang wanita itu menetap di rumah untuk mencuci baju atau mengepel rumah. Pertanyaan yang sama bodohnya seperti bertanya pada pemain bola,”kenapa kamu menendang bola terus?”.

“Pertanyaan ini seperti beranggapan bahwa wanita tak seharusnya bepergian terus-menerus. Tentu suatu saat aku akan menjadi seorang ibu dan harus mengurus anakku, tapi sekarang aku hanya ingin bebas,”

Hana bercerita dengan nada tinggi.

 

3. “ Tahukah Kamu Daerah Sini Berbahaya Untuk Wanita?”

“Setiap wilayah tentu memiliki masalahnya tersendiri. Aku pernah bepergian ke India. Saat itu sedang ramai pemberitaan mengenai maraknya kasus pemerkosaan turis asing. Tentu aku menjadi lebih waspada, hanya saja hal tersebut tak bisa mengehentikan niatku.”

“Aku mengenal beberapa teman traveler wanita yang sering bepergian ke India hingga saat ini dan mereka masih baik-baik saja,” panjang lebar Hana menjelaskan pendapatnya.

Pertanyaan ini sebenarnya bermaksud baik, demi keamanan si wanita. Terkadang ada beberapa wilayah yang memang memiliki tingkat kriminalitas seperti pemerkosaan atau perampokan pada wanita.

 

4. “Apakah Kamu Tak Takut Diserang?”

“Tentu aku takut. Saat bepergian ke Kamboja, aku selalu khawatir saat berjalan ke hostel seorang diri pada malam hari. Aku takut jika tiba-tiba ada orang-orang yang menarikku kedalam mobil dan menculikku. Saat memasuki taksi pun aku sering khawatir apakah ini taksi yang aman atau bukan.”

“Apakah jika seorang pria dan kamu sedang berdiam dalam rumah kamu lebih aman dariku?” Hana balik bertanya.

 

Baca Juga : Hei Traveler Cewek, Percayalah Kalau Kamu Itu Keren!

 

5. “Apakah Kamu Sedang Patah Hati?”

“Beberapa teman priaku sering menanyakan hal ini jika aku berkata aku ingin traveling, termasuk kamu,” Hana menunjuk ke arah mukaku.

Aku hanya tersenyum. Memang benar, sebagian orang traveling untuk melarikan diri dari masalah yang sedang dihadapi.

“Aku benci saat seseorang menanyakan hal tersebut, seolah aku seorang yang tak mampu menyelesaikan masalah dan membutuhkan pelarian. Memang benar traveling menyenangkan, tapi aku tak melakukannya untuk kabur dari masalahku.”

 

6. “Apa Kamu Tak Kesepian?”

“Saat berkunjung ke Goa Pindul aku bertemu segerombolan anak SMA. Mereka dengan iseng bertanya padaku, “kakak jomblo ya, nggak kesepian sendirian?” mereka bertanya sambil menggodaku, aku hanya tertawa mendengar pertanyaan bocah-bocah itu,” Hana tersenyum.

Ya tentu saja. Sebuah pertanyaan bodoh kupikir. Jika memang kesepian, lalu untuk apa kita traveling.

 

7. “Apa Kamu Tak Memiliki Teman Untuk Diajak Bepergian?”

“Dan bahkan jika aku memiliki seorang sahabat sejak kecil apakah dia harus selalu berada di sampingku saat traveling?”

“Ayolah, aku hanya ingin tak diganggu atau direcoki oleh orang lain saat bepergian. Aku tahu cara menikmati perjalananku. Orang-orang berpikir terlalu berlebihan,” Hana menegaskan.

 

Daripada pembicaraan hangat, mungkin lebih tepat kusebut pembicaraan panas. Menceritakan hal-hal tersebut membuat emosi Hana naik, meski aku sama sekali tak mendebatnya dan lebih banyak mengangguk menyetujui semua perkataannya. Hanya satu yang bisa mendinginkannya, es krim.

Oke, deal,” Hana menganggukan kepalanya cepat.

Bagiku, traveling adalah hobi. Jadi, sebenarnya tak ada masalah pria atau wanita yang menjalankannya. Selama mereka menikmati, dan tak merugikan orang lain, mengapa tidak?

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU