Sosok Anatoli Boukreev dan Kisahnya dalam Melatih Tim Kopassus Indonesia

Sosok Anatoli Boukreev dikenal setelah tragedi musibah Everest tahun 1996. Selain itu Anatoli Boukreev juga cukup ternama di Indonesia karena sempat menjadi pelatih dan pemandu Tim Ekspedisi Kopassus Indonesia saat mendaki ke Everest tahun 1997.

SHARE :

Ditulis Oleh: Rizqi Y

Sosok Anatoli Boukreev mungkin masih terdengar cukup asing di telinga para pendaki Indonesia. Namun jika sudah pernah membaca buku berjudul Into Thin Air mestinya sosok ini sudah tak asing lagi. Sebab Anatoli Boukreev merupakan salah satu tokoh yang turut diperbincangkan dalam buku yang menceritakan tragedi pendakian Everest tahun 1996 tersebut.

Buku yang ditulis oleh Jon Krakauer tersebut menyebutkan bahwa Anatoli Boukreev melakukan hal-hal yang tak patut ditiru. Seperti misalnya mendaki tanpa membawa oksigen tambahan dan turun dari puncak beberapa jam di depan kliennya. Kala itu posisi Anatoli Boukreev adalah seorang pemandu bayaran yang mendaki bersama Krakauer namun berbeda tim.

Baca juga : Kontroversi Jon Krakauer Dalam Buku Into Thin Air

Sosok Anatoli Boukreev. Sumber

Di sisi lain, Jon Krakauer juga menceritakan bahwa sosok Anatoli Boukreev terlihat sangat heroik dan tak kenal lelah dalam melakukan usaha penyelamatan korban yang hilang setibanya di base camp Everest.

Dalam kesempatan lain Anatoli Boukreev juga menulis sebuah buku berjudul The Climb: Tragic Ambitions on Everest yang juga membahas tragedi sama namun dari angle yang berbeda.

Dalam buku The Climb: Tragic Ambitions on Everest, sosok Anatoli Boukreev juga menceritakan pengalamannya saat menjadi pelatih sekaligus pemandu Tim Kopassus Indonesia yang pada tahun 1997 akan melakukan ekspedisi ke Puncak Everest.

Sesaat setelah Anatoli Boukreev bertemu dengan organisator tim indonesia di Kathmandu, dirinya terbang ke Jakarta untuk berbicara dengan Jendral Prabowo yang bertugas sebagai Kordinator Pendakian Nasional.

Dalam pertemuan tersebut Anatoli menyampaikan berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pendaki Indonesia jika nekad melakukan pendakian ke Puncak Everest. Salah satunya adalah kemungkinan jatuhnya korban selama mendaki yang bahkan presentasenya mencapai 50% : 50%.

Kala itu meski Anatoli merasa ragu dengan kemampuan Tim Kopassus Indonesia, namun Prabowo meyakinkan bahwa anggota timnya punya kekuatan yang memungkinkan mereka sampai di puncak dengan selamat. Diskusi panjang Anatoli dan Prabowo membuahkan hasil, tim Kopassus mulai melakoni training pada 15 Desember 1997 di Nepal.

Baca juga: Mendaki Everest: Berjudi dengan Kematian

Dalam sesi latihan ini ada setidaknya 34 calon pendaki yang nantinya akan diseleksi berdasar kesehatan, stamina, kemampuan, dan mental. Satu-satunya kendala yang menjadi penghambat proses latihan adalah perbedaan bahasa dan kurangnya peralatan komunikasi.

Sosok Anatoli Boukreev sukses mengantar Tim Kopassus Indonesia menggapai Everest. Sumber

Proses panjang pun dengan perlahan dilakoni, hingga mulai tersaringlah calon-calon pendaki yang akan mendaki ke Puncak Everest. Meski awalnya Anatoli Boukreev merasa tak yakin, nyatanya salah satu anggota Kopassus berhasil tiba di Puncak Everest dengan selamat. Tanggal 26 April 1997 Prajurit Satu Asmujiono berhasil kibarkan Merah Putih di puncak tertinggi dunia.

Sejatinya langkah Anatoli Boukreev menerima tawaran tim ekspedisi Indonesia adalah karena dirinya membutuhkan uang untuk biaya hidupnya. Di sisi lain sosok Anatoli Boukreev merasa dirinya dipercaya oleh Indonesia. Anatoli merasa membutuhkan kepercayaan ini, sebab dirinya merasa terpojok oleh tulisan media-media barat mengenai tragedi Everest yang menewaskan Scott Fischer, Yosuko Namba, dan sejumlah pendaki lainnya.

Sosok Anatoli Boukreev yang meninggal dalam dekapan Annapurna. Sumber

Di tahun yang sama, sosok Anatoli Boukreev dikabarkan tewas di Gunung Annapurna (8,091 m atau 26,545 ft). Kala itu Anatoli sedang melakukan pendakian bersama Simone Moro, seorang pendaki Italia dan Dimitri Sobolev seorang sinematografer.

Tanggal 25 Desember, Anatoli dan Moro tengah memperbaiki tali di celah di ketinggian sekitar 5,700 mdpl (18,700 ft). Tiba-tiba saja sebuah bongkahan es yang sangat besar runtuh dari ketinggian di bagian dinding barat dan bergulir turun di sepanjang 800 m celah tersebut. Dalam tragedi ini Moro selamat sedangkan Anatoli tidak. Jasadnya bahkan tak bisa diketemukan meski sudah dicari selama berhari-hari.

Konon sosok Anatoli Boukreev ini telah bermimpi bahwa dirinya akan mati. Beberapa rekannya menyarankan agar dirinya tak lagi mendaki dan memilih jalan hidup lain yang tak membahayakan. Anatoli Boukreev pun menjawab dengan lantang yang jika diartikan menjadi,

“Pegunungan adalah hidup saya, pekerjaan saya. Sudah terlambat bagi saya untuk mengambil jalan lain.”

Maka benarlah, hidup dan mati Anatoli Boukreev benar-benar menyatu dengan gunung. Jasadnya bahkan tak diketemukan hingga kini. Sebagai pengingat bagi para pendaki, di base camp Annapurna terdapat memoriam Anatoli yang bertulis quote dari dirinya yang bermakna:

“Gunung itu bukan gedung stadion di mana saya bisa memenuhi pencapaian ambisi saya, gunung adalah katedral di mana saya bisa menjalankan agama saya.”

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU