Sobokartti Semarang, surga tempat belajar seni budaya Jawa yang masih terpelihara hingga kini. Gedung yang terletak di Jalan Cipto, Semarang, ini telah menjadi cagar budaya yang dilindungi di Kota Lumpia.
Berbagai jenis penampilan seni pun telah banyak dilahirkan di Sobokartti guna terus melestarikan budaya Jawa di era modern maupun memperkenalkan ragam kultur Jawa kepada para wisatawan yang berkunjung.
Sobokartti lahir dari kecintaan Ratu Wilhelmina, penguasa Kerajaan Belanda pada masa itu, ketika melihat tarian Jawa yang dibawakan oleh Nurul, anak dari Mangkunegoro VII. Setelah jatuh cinta pada keanggunan penampilan Nurul, Ratu Wilhelmina meminta Thomas Karsten, arsitek yang juga mendirikan Lawang Sewu, untuk menampung para seniman Jawa agar bisa mengembangkan potensinya. Maka pada tahun 1920an, akhirnya Sobokartti diresmikan untuk pertama kalinya.
Saat berkunjung pertama kali ke tempat ini, saya menyesal tidak melakukannya dari jauh-jauh hari karena melihat keindahan tarian Jawa klasik yang dilatih oleh para penari. Sebagai cagar budaya, Sobokartti tidak hanya menjadi tempat pertunjukan semata, tetapi kita juga bisa belajar seni budaya Jawa yang sudah turun-temurun diajarkan, mulai dari tari-tarian, karawitan, sinden, hingga pranotocoro (seni memandu acara dalam tradisi Jawa).
Tiap harinya, Sobokartti akan mengadakan latihan seni budaya yang berbeda-beda bagi para muridnya. Tak terbatas oleh umur maupun jenis kelamin, tempat ini selalu dipenuhi orang-orang yang berlatih lenggokan tubuh yang anggun maupun menggerakan dalang sesuai dengan cerita.
“Kalangan muda banyak yang dari IKIP, terutama yang dari Kasusteraan Jawa ya. Itu banyak yang ke sini. Jadi mereka terpanggil dari hati nurani mereka. Kalo yang nggak terpanggil, ya hanya melewat saja, tapi tetap kami juga punya dalang cilik ya. SMP yang sudah bisa ndalang itu ada 6 orang,” ujar Pak Akso Prabu, Kepala Bidang Pelestarian Sobokartti.
Seperti arti namanya yang berarti “tempat untuk memberikan kebaikan kepada orang lain”, masyarakat Semarang yang menjadi bagian dari Sobokartti juga ditanamkan nilai-nilai leluhur Jawa yang berlandaskan pada kebaikan untuk sesama.
Hal ini didasari dari filosofi leluhur Jawa “Sangkan Paraning Dumadi” yang bermakna “dari mana kita berasal, kita akan pulang ke asalnya kembali”. Oleh karena itu, karena adanya pemahaman bahwa nantinya kita akan kembali kepada Sang Pencipta, maka ditekankanlah dalam nilai-nilai Jawa untuk terus melakukan kebajikan hingga akhir haya.
“Kalo di sini, anak-anak di sini, saya tekankan untuk mencintai setiap ciptaan Tuhan, apapun mereka itu sukunya, apapun mereka pengertiannya, tentang religi atau aliran, itu jangan dibicarakan. Yang dibicarakan adalah keakraban, rasa seduluran, menjadi Indonesia yang betul-betul gotong royong,” ucap Pak Akso di sela-sela kunjungan saya ke Sobokartti.
Walaupun Sobokartti Semarang secara garis besar mendorong murid-muridnya untuk terus melestarikan budaya Jawa, namun tak lupa ditanamkan juga rasa bangga sebagai orang Indonesia melalui nilai-nilai leluhur Jawa yang tidak hanya dipahami, namun juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.S
“Cuman kalo di Kejawen itu ada harus laku, makanya cinta nasional kalo tidak diberikan dari sejak kecil, ketika orang tua susah untuk paham. Nah itu, harus bisa Bhineka tunggal ika harus bisa menyatukan sesama ciptaan Tuhan.” Tutup Pak Akso.