Sejarah Labuan Bajo, Tanah Lahir dari Ras Manusia Ikan Asli Nusantara

Sejarah Labuan Bajo tidak lepas dari Flores - pulau Cabo de Flores dalam bahasa Portugis. Catatan tertua tentang Labuan Bajo ditemukan tahun 1862.

SHARE :

Ditulis Oleh: Taufiqur Rohman

Labuan Bajo pada awalnya merupakan salah satu desa dari 19 desa dan kelurahan yang ada di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sekarang, Labuan Bajo telah dikembangkan menjadi Kota Labuan Bajo. Penggunaan nama dan sejarah Labuan Bajo tidak lepas dari Flores – pulau Cabo de Flores dalam bahasa Portugis.

Cabo de Flores bermakna Tanjung Bunga, diberikan oleh S.M. Cabot untuk menyebut wilayah timur Flores. Sejak 1636, nama Flores kemudian dipakai secara resmi oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hendrik Brouwer. Nama asli dari Flores adalah Nusa Nipa yang berarti Pulau Ular. Dari sudut antropologi, nama ini lebih baik karena bermakna filosofis dan kultural.

Catatan tertua yang menyebut nama Labuan Bajo terdapat dalam sebuah laporan berjudul Koloniale Jaarboeken Maandschrift tot Verspreiding van Kennis der Nederlansche en Buitenlandsche Overzeesche Besittingen oleh Jacques Nicolas Vosmaes di tahun 1862. Laporan tersebut menjelaskan dalam artikel tahun 1833 dilaporkan sebuah perjalanan laut menuju ‘Laboean Badjo’.

Suku Bajo yang bermukim di pesisir laut Labuan Bajo (jogja.tribunews.com).

Secara bahasa, Labuan Bajo memiliki arti tempat berlabuhnya suku Bajo. Suku bangsa ini merupakan kelompok etnis nomaden di laut, tidak heran jika banyak yang menyebutnya dengan Gipsi Laut. Mereka berasal dari Kepulauan Sulu di Filipina yang bermigrasi ratusan tahun lalu ke Sabah dan seluruh penjuru dunia, bahkan hingga ke Kepulauan Madagaskar.

Suku Bajo di Indonesia telah banyak yang beradaptasi budaya dengan masyarakat lain. Sebagian besar tidak lagi hidup nomaden, mereka hidup dengan menetap di pesisir pantai dengan hunian yang sederhana. Suku Bajo merupakan manusia ikan asli Indonesia. Secara ajaib, tubuh mereka mengalami evolusi berupa perbesaran limpa sampai 50% lebih besar.

Dengan ukuran yang di atas rata-rata, memungkinkan mereka dapat tahan berenang di kedalaman hingga 60 meter selama 13 menit tanpa alat bantu apapun. Para peneliti juga menemukan keberadaan gen PDE10A pada Suku Bajo. Gen tersebut berfungsi mengontrol hormon tiroid tertentu. Pada hewan seperi tikus, hormon tiroid dikaitkan dengan ukuran limpa.

Wilayah Kekuasaan Bajak Laut

Labuan Bajo pernah beberapa kali masuk dalam wilayah kekuasaan dari sejumlah kesultanan Islam dari Pulau Sulawesi, salah satunya Kerajaan Gowa Tallo. Sejak itu, banyak penduduk asli Suku Bugis yang melakukan migrasi ke Labuan Bajo. Tidak mengherankan, saat ini di tempat ini banyak ditemui rumah-rumah tradisional Bugis dan Bajo yang bersebelahan.

Tahun 1795, Labuan Bajo menjadi basis operasi bagi Bajak Laut paling terkenal dari Suku Bajo. Pada 1823, Bajak Laut Illano, Sulu, Bajo, dan Tobelo melakukan penyerbuan ke pesisir Manggarai bagian utara. Mereka lalu mendirikan pangkalan di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Kawasan yang sangat strategis untuk mecegat kapal-kapal yang berlayar di Makassar.

Pantai Pink adalah salah satu pesona alam di Labuan Bajo (merahputih.com).

Awal abad ke-20, Labuan Bajo menjadi sentra penghasil teripang terbaik dan penghasil mutiara laut alami. Tahun 1907, Labuan Bajo dan Flores berada di bawah kendali Belanda. Pasca invasi Jepang, cerita tentang Labuan Bajo seolah berhenti begitu saja. Banyak tradisi yang perlahan tergerus oleh waktu. Pengerasan pantai telah merenggut halaman laut.

Labuan Bajo menjadi gerbang masuk menuju Taman Nasional Komodo. Habitat bagi naga purba langka di bumi. Telah ditetapkan sebagai situs warisan dunia UNESCO pada 1991, bersama Candi Borobudur. Pesona lain dari Labuan Bajo adalah pantai berpasir putih dan pink, serta keindahan bahari bawah lautnya yang cocok untuk snorkeling dan diving.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU