Sejarah Gunung Batok, Sayembara yang Gagal dari Rara Anteng

Gunung Batok merupakan sebuah gunung mati yang terletak diantara empat wilayah kabupaten di Jawa Timur yaitu Malang, Probolinggo, Lumajang, dan Pasuruan.

SHARE :

Ditulis Oleh: Taufiqur Rohman

Gunung Batok merupakan sebuah gunung mati yang terletak diantara empat wilayah kabupaten di Jawa Timur yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Pasuruan. Gunung Batok memiliki ketinggian 2440 mdpl dengan panorama yang sangat indah. Gunung ini berada dalam satu lokasi dengan Gunung Bromo dan Gunung Semeru di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger.

Batok dalam bahasa jawa memiliki makna tempurung kelapa. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Tengger bahwa Gunung Batok terbentuk dari tempurung kelapa yang dibuang oleh Resi Bima saat melaksanakan persyaratan untuk meminang Rara Anteng.

Dikisahkan pada zaman dahulu kala pada masa Kerajaan Majapahit di Jawa Timur terdapat seorang bayi perempuan yang sangat cantik jelita dan tenang, bahkan saat kelahirannya pun bayi ini tidak menangis. Karena ketenangannya, bayi cantik ini kemudian diberi nama Rara Anteng. Di tempat lain seorang istri pertapa melahirkan seorang bayi laki-laki tampan yang diberi nama Jaka Seger karena sangat aktif dan kuat, terlalu kuatnya hingga saat dilahirkan tangisan bayi ini terdengar hingga satu desa.

Waktu pun berlalu, kedua bayi ini tumbuh dewasa dan menjelma menjadi seorang gadis dan jejaka yang diidamkan oleh setiap orang. Singkat cerita Rara Anteng dan Jaka Seger bertemu dan menyimpan rasa yang sama. Hubungan mereka kian dekat dan memutuskan untuk segera menikah. Namun keinganan mereka terhalang setelah kedatangan pertapa sakti kejam bernama Resi Bima yang ingin meminang Rara Anteng.

Karena takut, Rara Anteng tak berani untuk menolak pinangan tersebut. Rara Anteng pun mengajukan syarat agar Resi Bima membuat sebuah lautan di puncak Gunung Bromo dalam waktu satu malam. Yakin dengan kesaktiannya, Resi Bima dengan percaya diri menyanggupinya. Bergegaslah Resi Bima menuju puncak Gunung Bromo.

Sampai di puncak Gunung Bromo, Resi Bima mengambil posisi bertapa dan dalam sekejap berubah menjadi raksasa yang sangat besar. Dengan bantuan sebuah tempurung kelapa, Resi Bima mulai mengeruk tanah. Saat lautan hampir selesai, Rara Anteng bersama dengan para emban menyiapkan jerami dan lesung. Jerami dibakar dipuncak bukit dan lesung dipukul bersahutan. Nyala api dari pembakaran jerami di puncak bukit membuat seolah mentari fajar telah terbit, sedangkan bunyi dari pukulan lesung seolah menandakan aktivitas warga desa yang sedang menumbuk padi di pagi hari.

Resi Bima yang masih dalam wujud raksasa pun geram karena merasa gagal dalam menyelesaikan persyaratan Rara Anteng. Karena terlalu geram, Resi Bima kemudian melemparkan tempurung kelapa yang digenggamnya. Secara ajaib, tempurung kelapa tersebut membesar dan berubah menjadi gunung di sebelah Gunung Bromo. Gunung inipun dikenal dengan Gunung Batok.

Walaupun dengan cara yang licik, Rara Anteng merasa senang karena berhasil lepas dari Resi Bima yang kejam. Rara Anteng dan Jaka Seger kemudian menikah dan pindah ke sebuah desa yang aman dan damai di kaki Gunung Bromo. Desa tersebut diberi nama Tengger, perpaduan antara nama Rara Anteng dan Jaka Seger.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU