Perubahan Kompor Gunung dari Masa ke Masa

Kompor gunung terus ber-transformasi dari masa ke masa. Dulu, memasak di gunung tak semudah sekarang. Seperti ini perubahannya.

SHARE :

Ditulis Oleh: Echi

Kompor yang akan dibawa naik gunung seharusnya praktis, ringan, dan tidak memakan banyak ruang di ransel. Hal ini bertujuan agar tersisa ruang untuk peralatan pendakian dan kebutuhan logistik lainnya.

Beruntunglah para pendaki gunung di zaman sekarang, karena kompor outdoor yang praktis dan ringan sangat mudah ditemukan. Rata-rata, sebuah kompor gunung hanya memiliki berat sekitar 350 gram. 

Baca juga: Barang-barang yang bisa disiasati agar ransel lebih ringan.

Lantas, bagaimana nasib pendaki gunung zaman dahulu? Berikut ulasan kami tentang kompor yang digunakan dalam kegiatan outdoor dari masa ke masa:

Ribuan tahun silam, Iceman yang ditemukan di Pegunungan Alpen memanfaatkan arang untuk membuat perapian

Kemampuan bertahan diri para pendaki bisa jadi berawal dari teknik pertahanan diri yang dilakukan bangsa Iceman. Dulu, menyalakan api tidak pernah semudah seperti sekarang. Tak ada satu orang pun yang tahu bagaimana cara menciptakan api. Otzi, suku Iceman yang berusia 5000 tahun, diketahui membawa arang yang dibungkus dalam daun maple. Kemudian disimpan dalam kotak khusus. 

Bukan hanya arang, Otzi pun membawa seperangkat alat untuk menyalakan api, seperti flint stone (batu api). Proses yang harus dilalui pun butuh waktu yang lama dan susah. Tom Hanks dalam film Cast Away sudah memperlihatkan betapa susahnya menciptakan percikan api dengan menggunakan teknik neolitik. 

Pendaki membawa arang sebagai bahan bakar 

Menghangatkan kaki di perapian. Foto dari sini

Belum jelas kapan pertama kali metode penggunaan arang sebagai kompor ini digunakan oleh pendaki Indonesia. Yang pasti, sebelum kemunculan kompor lapangan berbahan parafin, para pendaki menggunakan arang sebagai bahan bakar untuk memasak. Jika Iceman menyimpan arang dalam daun maple, para pendaki di Indonesia menyimpan hanya mengikatnya dengan tali, kemudian ditenteng sepanjang perjalanan. 

Arang disusun di antara bebatuan kemudian dibakar. Proses pembakaran arang menjadi bara api membutuhkan waktu lama. Tiupan angin yang kuat jadi salah satu kunci terciptanya bara api. Meski demikian, bara api yang tercipta dari arang ini bisa menghasilkan api yang tahan lama. 

Baca juga: alasan kenapa memilih sepatu gunung lebih sulit daripada memilih pasangan

Kompor lapangan berbahan bakar parafin 

Kompor parafin biasanya digunakan militer di lapangan. Foto dari sini

Seiring berjalannya waktu, para pendaki gunung mulai meninggalkan teknik memasak menggunakan arang. Masuknya kompor parafin, mulai dilirik para pegiat kegiatan alam bebas. 

Kompor parafin jauh lebih simpel dan praktis daripada membawa arang. Bentuknya kotak kecil sudah bisa digunakan untuk meletakan panci. Bahan bakar yang digunakan berupa parafin. Meskipun praktis, kompor parafin menghasilkan api berwarna merah. Hal ini menyebabkan proses memasak yang lebih lama. Selain itu, bau lilin parafin yang menyengat membuat hidung tak nyaman. 

Primus Stove, kompor favorit para pendaki dunia

Kompor Primus. Foto dari sini

Kompor minyak tanah yang dikembangkan oleh Frans Wilhelm Lindqvist pada tahun 1892 ini dikenal dengan nama Primus Stove. Ide kompor primus ini berasal dari desain obor tangan. Pada bagian bawah kompor, terdapat “tangki” penyimpan bahan bakar minyak tanah. Di atas tangki, terdapat penyangga dengan mulut permukaan berbentuk oval yang digunakan untuk menopang panci. 

Untuk menyalakannya, pendaki harus menuangkan alkohol dalam jumlah kecil ke atas permukaan penyangga. Agar api menyala, pompa kecil yang berada di bagian bawah tangki harus ditekan. 

Kompor primus memang menawarkan banyak kemudahan di zamannya. Tidak hanya praktis untuk digunakan, kompor primus pun memiliki ukuran yang mungil dan berat yang ringan. Keunggulan kompor primus inilah yang membuat banyak legenda pendaki dunia memilih menggunakannya. 

Tercatat, kompor primus sudah menemani Fridtjof Nansen saat melakukan ekspedisi North Pole, Roald Amundsen saat ekspedisi South Pole, Richard Byrds dengan ekspedisi North Pole-nya, George Mallory saat melakukan ekspedisi Everest di tahun 1924, dan Edmund Hillary – Tenzing di ekspedisi Everest pada tahun 1953. 

Kemunculan kompor alkohol yang dikembangkan perusahaan kompor asal Swedia, Trangia 

Tangki mini dari Trangia. Foto dari sini

Setelah Kompor Primus sukses jadi pilihan para pendaki, brand kompor dunia asal Swedia, Trangia, mulai berinovasi dan mengembangkannya menjadi kompor alkohol portabel. Kompor ini didesain khusus untuk memenuhi kebutuhan para backpacker dan pendaki ultralight. Maka, dibentuklah kompor alkohol yang sangat sederhana. 

Kompor alkohol yang diciptakan Trangia berupa mini tangki tembaga yang di atasnya bisa dibuka atau pun ditutup. Sebagai bahan bakarnya, kompor alkohol ini memanfaatkan alkohol dalam bentuk methylated spirit alias spiritus. 

Kompor ini pertama kali dijual pada tahun 1925. Hingga sekarang, kompor alkohol yang diciptakan oleh Trangi ini banyak digunakan pendaki dunia, termasuk di Indonesia.

Kompor gas favorit para pendaki Indonesia kini

Wind-proof penting jika berada di gunung. Sumber foto

Selain kompor alkohol dari Trangia, para pendaki gunung Indonesia pun sangat bersahabat dengan kompor gas. Biasanya, kompor gas yang dibawa pendaki berbentuk kotak dan bulat. Kemudian untuk menyalakannya, membutuhkan bahan bakar gas kaleng yang dijual di toko-toko peralatan dapur atau di mini market. 

Kompor kotak yang digunakan para pendaki ini merupakan salah satu hasil inovasi dari kompor gas temuan James Sharp. Pada tahun 1820, James Sharp sebagai penemu kompor gas masih memanfaatkan energi listrik menjadi panas melalui kumparan. Namun, seiring berjalannya waktu, pada tahun 1970, munculah ide untuk mengubah energi panas yang dihasilkan dari kumparan dengan gas. Sehingga, terciptalah kompor gas dengan api berwarna biru, tidak berbau, dan tidak berasap. 

Biolate campstove

Kompor multiguna yang bisa digunakan untuk mengisi ulang daya ponsel. Foto dari sini

Setelah era kompor gas portabel, sekarang terdapat kompor model baru yang memiliki dual fungsi. Perlengkapan naik gunung canggih ini bisa digunakan untuk memasak dan membakar kayu. Selain itu, kompor canggih ini bisa digunakan untuk mengisi ulang baterai ponsel. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sekali memasak, perut kenyang dan baterai ponsel pun terisi.

Kompor Biolate campstove ini masih langka di Indonesia. Belum banyak pendaki yang menggunakan kompor jenis ini. 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU