Satu hal yang membuat saya senang bekerja di tempat saat ini adalah mendapat kesempatan mengunjungi tempat-tempat eksotis di Kawasan Timur Indonesia. Dan salah satunya adalah Pulau Adonara. Awalnya mendengar nama ini begitu asing di telinga saya. Akhirnya saya browsing karena cukup penasaran. Pulau Adonara terletak di Kabupaten Flores Timur. Pulau ini dekat sekali dengan Larantuka. Hanya perlu menyebrang selama kurang lebih 5 menit dari Larantuka, kita sudah langsung tiba di Pulau Adonara.
Dari hasil meramban, dikatakan bahwa salah satu tempat yang wajib dikunjungi di Pulau Adonara adalah Pulau Meko, pulau pasir timbul di Flores Timur. Namun apa daya, kesibukkan kegiatan yang harus selesai dalam waktu dua hari tidak memungkinkan saya untuk mengunjungi tempat ini.
Baca juga, 5 hal ini akan mengubah ekspektasimu tentang Nusa Tenggara TImur
Meskipun tidak sempat mengunjungi tempat eksotis tersebut, saya tetap saja terpukau dengan adat dan budaya masyarakat setempat. Toh menikmati perjalanan tidak hanya karena tempat yang cantik belaka, namun juga karena budaya dan interaksi sosial dengan penduduk setempat. Selama dua hari ini, saya tinggal di rumah penduduk, tentu saja hal ini memungkinkan saya untuk banyak berinteraksi dengan mereka.
Seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, masyarakat di Desa Tuwageotobi tempat saya tinggal di Pulau Adonara ini sangat ramah dan menerima kami dengan baik. Bapak Kamilus Tupen, salah seorang warga di kampung ini banyak menceritakan budaya dan kebiasaaan orang Adonara. “Jagung titi ini adalah makanan pokok masyarakat kami, jadi biarpun tidak ada beras tidak apa-apa yang penting kami masih bisa makan jagung titi,” ujar Pak Kamilus bercerita tentang salah satu makanan pokok masyarakat Adonara. Jagung titi adalah jagung yang setelah digoreng kering diatas api kemudian langsung ditumbuk hingga berbentuk pipih. Rasanya renyah dan hampir seperti cornflakes yang biasa dijual dipasaran.
Kebetulan juga saya berkunjung saat akhir pekan dan bertepatan dengan jadwal ibadah bagi umat nasrani. Mayoritas penduduk Adonara adalah beragama Katolik, meskipun demikian ada juga sebagian masyarakat yang beragama muslim. Meskipun demikian mereka hidup sangat harmonis, dan setiap hari raya keagamaan mereka akan saling membantu. “Saat Natal tiba, maka warga yang muslim akan membantu menyiapkan tenda dan berjaga, begitu juga sebaliknya ketika hari raya Idul Fitri tiba,” terang Pak Kamilus.
Baca juga, pengalaman hidup luar biasa yang hanya akan kamu dapat di Jayapura, Papua
Masyarakat Adonara memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi. Kegiatan berladang, acara adat, membuat jagung titi selalu dilakukan bersama-sama secara gotong royong. Ada satu cerita menarik dari Pak Kamilus ketika ada warga meninggal di kampung mereka, “Apabila ada salah satu warga yang meninggal di kampung ini, maka itu berarti adalah duka bagi semua masyarakat di kampung ini. Sehingga kegiatan berladang, membuat jagung titi, ataupun membangun rumah harus berhenti selama tiga hari.”
Besarnya rasa kekeluargaan dalam hubungan persaudaraan pun nampak ketika sepanjang perjalanan menyusuri kampung ini. Nampak nisan-nisan yang telah dikeramik berada di depan rumah warga. Saya pun menyempatkan bertanya kepada salah seorang warga, dan ia menjawab “Biasanya keluarga yang memang sangat dekat, supaya kami keluarga yang ditinggalkan lebih mudah merawatnya.” Mungkin bagi kita yang belum terbiasa ini terkesan angker, namun beda halnya dengan masyarakat Adonara.
Yang unik ketika saya dan beberapa kerabat tempat saya menginap akan berangkat beribadah adalah kami diminta menggunakan sarung khas Adonara. Sebenarnya memang tidak wajib, namun pada zaman dahulu hampir seluruh masyarakat di Adonara menggunakan sarung ini ketika menghadiri acara-acara adat dan keagamaan. Salah satu ciri khas kain Adonara adalah dia memiliki motif yang garis-garis dengan varian warna, berbeda dengan Sumba maupun Maumere yang relatif dengan gambar.
Baca juga, 7 hal yang hanya bisa kamu dapatkan di Maumere, Nusa Tenggara Timur
***
Dua hari berada di Kampung Tuwageotobi di Pulau Adonara sungguh berkesan. Banyak nilai-nilai sosial yang dimiliki masyarakat di tengah kesederhanaanya. Pak Kamilus memberikan pernyataan yang menenangkan, “Apa sih yang dicari orang dalam hidup, selama kita bisa hidup damai dan baik dengan sesama dan berkecukupan buat kami itu sudah cukup.”
Saya selalu ingat pernyataan Bapak Kamilus ini, sebuah pengalaman berharga yang saya peroleh di Pulau Adonara.
Artikel ini juga terbit di Malesbanget.com