Pendakian Sibayak : Pentingnya Pengetahuan dan Persiapan Sebelum Mendaki

Pendakian Sibayak, pendakian pertama yang memberi banyak pelajaran berharga.

SHARE :

Ditulis Oleh: Arman Zeti Zega

Foto oleh Muhammad Rendika

Aku belum pernah mendaki gunung manapun. Aku bahkan beranggapan, mereka yang suka naik gunung hanya membuang-buang waktu saja. Dan saat itu, untuk mengusir rasa bosan aku meng-iyakan ajakan Fani, seorang teman dekat, untuk mendaki Gunung Sibayak.

***

Aku dan Fani berboncengan tiga jam perjalanan dengan sepeda motor, menuju Gunung Sibayak yang terdapat di Kabupaten Karo. Perjalanan menuju ke Gunung Sibayak dipenuhi oleh kelokan yang tajam dan menanjak. Harus sangat hati-hati jika tidak mau disambar oleh truk yang sering lalu-lalang.

Sudah berapa banyak gunung yang kau daki? Lalu, apa sebenarnya yang kamu dapat dengan semua pendakian itu? Baca cerita ini.

Saat memasuki Berastagi, hawa sejuk mulai menyapa. Meskipun matahari terlihat terik, tapi hawa tetap dingin. Untunglah, aku membawa jaket yang lumayan tebal. Perlengkapanku sendiri hanya berupa sepatu kets dan celana jins. Karena aku berpikir, ini hanya akan menjadi jalan-jalan biasa dan pendakian biasa.
Kami akhirnya sampai di tempat registrasi, dimana kami diharuskan untuk membayar Rp 4000,-/orang.

“Ini untuk mendata berapa banyak pendaki yang sedang mendaki. Jadi, kalau ada apa-apa, datanya bisa digunakan oleh petugas SAR,” jelas Fani. Ya, Fani memang seorang pendaki gunung. Jadi, tidak heran dia mengerti hal teknis seperti ini. Meskipun dia wanita dan bertubuh lumayan subur, hal itu tidak menghentikan langkahnya untuk terus mendaki gunung. Sayangnya, dia juga tidak bertambah kurus dengan aktivitas mendaki yang katanya menghabiskan banyak energi tersebut.

Suhu semakin mendingin, mendung terlihat kian tebal. Gerimis mulai turun, kabut tipis juga membayangi. Membawa kesejukan, sekaligus kegelisahan di dalam diriku. “Hujan, nih. Kita naik sekarang?” tanyaku pada Fani.

Iya, cuma gerimis kok. Lagian, di daerah sini, cuacanya memang begini. Selalu terlihat mendung.”

Baiklah. Aku percayakan kepada ahlinya. Aku kembali memacu sepeda motor menuju pos pertama. Jalanan tidak begitu mulus. Banyak lubang-lubang yang mengancam, ditambah jalanan yang menanjak. Membuatku harus berjuang keras untuk mengendalikan sepeda motor.  Dan yang ditakutkan terjadi. Dua tikungan terakhir sebelum sampai di pos pertama, kami terjatuh dari sepeda motor. Motor yang kami gunakan tidak sanggup mendaki dengan beban dua orang pengguna. Apalagi kondisi jalanan yang penuh lubang dan rentan membuat ban selip. Kaca spion sebelah kiri pecah, dan badan kami lecet terkena batu.

Cobaan di awal pendakian. Aku mulai meragukan niatku untuk mendaki. Namun, kami tetap melanjutkan perjalanan setelah menenangkan diri sejenak.

Di pos pertama, kami memarkir motor di Warung Bulang, salah satu warung yang ada di pos pertama. Kebetulan, Fani akrab dengan pemiliknya, sehingga ongkos parkir menjadi gratis. Biasanya, untuk sepeda motor akan dikenakan biaya Rp 15.000,- dan Rp 20.000,- untuk mobil. Namun, jika pemilik kendaraan memutuskan untuk menginap di gunung, biayanya menjadi dua kali lipat.

Jangan tanya alasan mengapa kami mendaki. Cobalah sendiri dan kamu akan merasakan sensasi yang kami rasakan.

Ke gunung atau ke mal?

Warung bulang. Foto oleh Arman

Hei! Kau kok pakai baju seperti itu? Mau ke gunung atau ke mal?” tegur Bulang begitu melihat penampilanku. “Kau juga, Fan. Macam nggak pernah naik gunung. Tampilan kok seperti orang joging.” Masuk ke warungnya, bukan mendapat segelas kopi hangat, malah dihadiahi omelan. Fani hanya cengengesan dan aku mengangkat bahu tak mengerti. Aku tidak tahu kalau mendaki gunung ada aturan berpakaian.

Kami hanya sebentar kok, Bulang. Cuma mau ngilangin suntuk.”

Mau sebentar kek. Setahun kek. Kalian gak menghargai gunung. Kalau ada apa-apa, aku juga yang repot.”

Aku menunduk takzim. Setelah terjatuh, sekarang diomelin.

Duh, mau naik gunung doang ribet banget. Begitu batinku.

Setelah beristirahat satu jam, kami mulai mendaki gunung. Gerimis menemani langkah kami. Tanah yang bercampur lumpur cukup menyulitkan perjalanan. Cuaca yang dingin menjadikan tanah lebih licin. Aku harus memegang batang pohon dengan erat ketika melangkah atau memanjat naik. Jika tidak, jurang lebar sudah bersiap menyambut. Aku baru tau, mengapa harus mengenakan sepatu khusus jika akan mendaki. Celana Jins yang kukenakan malah menahan gerakan badan.

Di tengah napas yang mulai memburu, aku berusaha menikmati pemandangan. Menikmati indahnya bebatuan kapur di sisi gunung. Mencium aroma belerang untuk pertama kalinya. Meniupkan uap dingin dari mulut dan berlagak seperti sedang di Eropa. Aku seperti seorang anak kecil yang menemukan mainan baru. Beberapa pendaki bule menyapa kami.

Ternyata gunung bisa membuat manusia-manusia berbeda ras saling menyapa dengan hangat

Jalur pendakian Sibayak. Foto oleh Arman

Trek pendakian tidak terlalu sulit, cuma harus berhati-hati, karena terkadang bersisian langsung dengan jurang. Beberapa lagi merupakan trek biasa yang bersisian dengan tebing atau bunga. Sekitar setengah jam pendakian, tiba-tiba kabut turun dengan tebal. Menutupi pemandangan. Kabut yang bercampur dengan asap belerang membuat mata perih. Hujan yang awalnya gerimis, mendadak menambah intensitasnya. Tidak ada tempat berteduh. Aku cuma memandang panik ke arah Fani. “Kita kembali ke pos,” tegasnya.

Pendaki bukan berarti harus tampil kumal, tak ada salahnya merawat diri. Berikut tips merawat kulit setelah mendaki

Dengan berat hati aku memandang ke depan. Memandang puncak gunung yang terlihat angkuh di ketinggian.

Apa mungkin karena niatku tidak cukup ya? Pikirku.

Hujan semakin deras, membentuk genangan disana-sini.

Ayo, cepat. Nanti bakal lebih susah treknya kalau kita terlalu lama pulang.” Fani menarik tanganku dengan paksa.

Aku pun bergegas mengikuti langkahnya sambil berjanji dalam hati,

Suatu saat nanti. Aku akan kembali lagi kesini. Dengan niat yang teguh, dengan perlengkapan dan persiapan yang lebih matang. Tunggu aku, wahai Sibayak.”

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU