“Jangan mengambil apapun kecuali gambar, jangan meninggalkan apapun kecuali jejak, dan jangan membunuh apapun kecuali waktu,”
Jika Kamu seorang pencinta alam, Kamu pasti tak asing dengan kata-kata di atas. Bukan cuma tak asing, tiga hal itu memang sudah menjadi kode etik yang harus selalu dipikul oleh seorang pecinta alam.
Dulu, mendaki gunung adalah kegiatan yang hanya bisa dilakukan oleh para pencinta alam. Sekarang, banyak sekali orang yang tertarik dengan pemandangan gunung. Perbukitan biru dan sunrise biasanya menjadi alasan banyak orang mendaki gunung. Mereka jatuh cinta dengan keindahan gunung yang katanya ‘luar biasa’.
Tapi, tak semua orang membekali diri dengan ilmu kepencintaalaman. Alhasil, kode etik itupun terlupakan. Sampah bertebaran, hingga pecinta alam harus menanggung kesalahan setiap orang.
“Namanya doang pencinta alam, tapi masih suka nyampah dimana-mana!”
Kata-kata itupun sering muncul sebagai sindiran, padahal permasalahan sampah muncul pasca anak kekinian yang mendaki tanpa pernah kenal dengan ilmu pencintaalaman. Pencinta alam selalu jadi korban setiap masalah di gunung.
“Naik gunung kok nggak mudeng arah! Bawa kompas nggak sih tuh pencinta alam?”
Mungkin orang awam memang belum pernah mendengar istilah ‘penikmat alam’ kali ya. Para penikmat alam yang kesasar dikira para pencinta alam.
Para pencinta alam memang suka mendaki gunung, tapi nyasar di gunung itu bukan gaya pencinta alam. Harusnya netizen tahu bahwa pencinta alam dan penikmat alam itu dua subjek yang berbeda dengan tujuan dan ilmu yang berbeda.
Biar nggak dikira goblok dan suka nyampah, akhirnya para pencinta alam pun harus susah payah mengadakan agenda ‘bersih gunung’ untuk membersihkan sampah para ‘penikmat alam’.
Sampah berkarung-karung harus dipapah turun dari gunung agar pegunungan bisa dinikmati dan terlindungi, tapi meskipun sudah susah payah melakukan beragam kegiatan bersih alam masih saja ada orang yang berkomentar negatif.
“Cari muka tuh! Padahal kan mereka yang tabur sampahnya sendiri!”
Ya, beginilah rasanya jadi anak pecinta alam di zaman sekarang, semuanya serba salah.
Jadi anak pencinta alam memang harus melewati beragam pelatihan, mulai dari pendidikan dasar, pelatihan dasar, hingga bisa dilantik menjadi anak pecinta alam. Setidaknya, satu tahun adalah waktu yang dibutuhkan untuk bisa membuat seseorang menjadi orang yang benar-benar mencintai alam.
Jika bagimu melewati satu tahun mengikuti pelatihan kepecintaalaman adalah hal yang tak mungkin, Kamu bisa mempelajari semua ilmu pencinta alam lewat media sosial atau internet. You know lah, informasi kini mudah didapatkan.
Jika bagimu mempelajari ilmu kepencintaalaman itu sulit, Kamu cukup mengingat kata-kata ini:
“Jangan mengambil apapun kecuali gambar, jangan meninggalkan apapun kecuali jejak, dan jangan membunuh apapun kecuali waktu,”
Itu sudah cukup bikin Kamu lebih bijak saat bertemu dengan alam.
Bukannya menyindir para ‘penikmat alam’, tapi jika semua orang membekali diri dengan ilmu kepencintaalaman, setiap sudut gunung dan alam ini pasti bisa bersih. Yang terpenting lagi, semua orang nggak akan menghakimi Para Pencinta Alam sebagai musuh utama dari setiap permasalahan gunung.