Belajar dari Musika Foresta, Gerakan Mencintai Hutan Indonesia Melalui Musik

Musika Foresta, sebuah gerakan dari 'Hutan itu Indonesia' yang mengajak beberapa musisi ternama menciptakan sebuah lagu untuk melestarikan hutan Indonesia.

SHARE :

Ditulis Oleh: Ramadhiana Ayu

Hutan pinus di Bantul, DIY.

Konser Musika Foresta yang merupakan puncak acara utama dari rangkaian kegiatan yang dibuat oleh ‘Hutan Itu Indonesia’, memang telah lama digelar, yaitu pada 13 mei 2017 di Balai Sarbini, Jakarta. Namun semangat konser itu tak lekang oleh waktu.  Acara tersebut digelar untuk memperingati Hari Hutan Indonesia. ‘Hutan Itu Indonesia’ bersama beberapa musisi Indonesia ingin menyebarkan pesan-pesan positif terhadap upaya perlindungan hutan di Indonesia.

Beberapa musisi Indonesia yang ikut dalam pembutan lagu di konser Musika Foresta kala itu adalah Glenn Fredly di Taman Nasional Manusela di Ambon, Maluku; Achi Hardjakusumah di Hutan Kemenyan, Tapanuli Utara; Astrid di Hutan Nagari Sungai Buluh, Sumatra Barat; dan Alam Urbach di Hutan Dayak Iban, Sui Uti, Kalimantan Barat. Empat musisi Tanah Air mengkampanyekan hutan Indonesia dengan cara unik ini menjelajahi hutan dan merasakan hidup di dalam hutan selama beberapa hari. Para musisi ternama tersebut mendapat tantangan membuat lagu berdasarkan pengalaman mereka selama menjelajah hutan.

Baca juga artikel tentang gelar aksi pelestarian alam lainnya dengan klik di sini.

Program ini bertujuan mengenalkan dan mendekatkan generasi muda kepada hutan-hutan di Indonesia melalui lagu dan kolaborasi para musisi Tanah Air. Pendiri program Musika Foresta, Roxanna Rufolda Silalahi atau Riry, mengatakan bahwa musik adalah sebuah upaya yang tepat untuk mengajak anak muda terlibat dalam kelestarian hutan.

Penampilan Sandra Fay dalam konser Musika Foresta kala itu. Sumber foto

Baca juga artikel tentang konser unik di tengah alam dengan klik di sini.

Koordinator Musika Foresta sekaligus perwakilan dari gerakan ‘Hutan Itu Indonesia’, Riry Silalahi, mengatakan bahwa seluruh hasil penjualan tiket digunakan untuk gerakan adopsi pohon dari beberapa hutan Jambi dan Sumatera Barat.

Belajar mencintai hutan dari gerakan Musika Foresta

Ayo cintai hutan di Indonesia!

Di Indonesia, jika membahas hutan di era sekarang, erat kaitannya dengan aktivitas pendakian. Mendaki gunung menjadi sangat ramai dilakukan oleh anak-anak muda zaman sekarang. Tren naik gunung tersebut mulai rame semenjak film 5 CM yang dibintangi Pevita Pearce tersebut rilis di bioskop Indonesia pada 12 Desember 2012 lalu.

Mendaki memanglah menyenangkan karena dapat mengukur sejauh mana batas kemampuanmu melawan alam. Selain itu Kamu juga bisa menjernihkan pikiran dari pekerjaan yang membuatmu stres.

Ketika mendaki, tentunya Kamu harus membawa makanan dan minuman untuk bertahan hidup. Namun apakah Kamu sudah membawa turun sampah bungkus makanan atau minuman tersebut?

Tren yang terbaru, bahkan bukan hanya bungkus makanan dan minuman, namun juga kertas-kertas pesan yang dibawa pendaki untuk foto di puncak. Ini juga menjadi potensi terjadinya pencemaran gunung.

Baca ulasan menarik tentang pendaki kertas dengan klik di sini.

Membuang sampah tidak pada tempatnya merupakan sifat yang tidak terpuji dan akan merugikan dirimu maupun orang lain, apalagi kalau Kamu membuangnya ketika perjalanan mendaki ke puncak gunung. Dengan membuang sampah di gunung, secara tidak langsung Kamu sudah merusak hutan yang ada di Indonesia.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bekerjasama dengan mahasiswa pecinta alam sudah melakukan survei timbulan sampah dan aksi bersih taman kawasan wisata gunung pada 2016 lalu. Hasilnya masih sangat mengecewakan. Terdapat 453 ton sampah yang dihasilkan oleh 150.688 pendaki setiap tahunnya, atau sampah yang dihasilkan sekitar 3 kg per pengunjung.

“Sebanyak 53 persen atau 250 ton lebih merupakan sampah plastik yang sangat sulit terurai,” jelas Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Tuti Hendrawati Mintarsih.

Menurut Tuti, sampah-sampah tersebut berpotensi mencemari ekosistem taman nasional. Hasil tersebut masih menjadi permasalahan yang harus diwaspadai mengingat fungsi taman nasional sebagai destinasi wisata yang harus bersih dari sampah.

Sampah-sampah yang ditemukan di gunung tersebut termasuk dalam beberapa jenis sampah yang harus diwaspadai karena penguraian sampah-sampah tersebut tidak memakan waktu yang sebentar. Jika didiamkan terus-menerus maka akan menjadi penyakit bagi gunung, tidak akan ada lagi lahan yang bersih untuk berkemah. Bayangkan bagaimana nasib flora-fauna yang ada di gunung jika hal tersebut terus-menerus dibiarkan?

Berikut ini beberapa penjelasan tentang berapa lama waktu yang diperlukan untuk menguraikan sampah,

Jika Kamu sudah mengetahui bagaimana berbahayanya sampah yang Kamu buang di gunung, Kamu dapat membantu pengelola untuk mengurangi hal tersebut. Caranya cukup mudah, Kamu hanya membutuhkan sebuah trashbag dan membantu memungut sampah yang Kamu temukan selama perjalanan.

Jika hal tersebut masih merepotkan, Kamu bisa membantu pengelola cukup dengan tidak membuang sampah sembarangan saja. Jika tidak menemukan tempat sampah, Kamu bisa menyimpannya dalam saku terlebih dahulu. Kemudian ketika sudah berada di basecamp barulah Kamu buang ke tempat yang seharusnya. Ayo cintai hutan kita!

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU