Makanan yang Harus Dibawa dan Dihindari Saat Pendakian

Logistik makanan bukan hanya soal kenyang dan mudah dibawa saja. Terkadang beberapa pendaki tidak memikirkan tentang kandungan gizi yang harus tercukupi.

SHARE :

Ditulis Oleh: Ryan Arti

Foto diambil dari blog crazydreamer

Mendaki gunung memang menyenangkan, bersinggungan langsung dengan alam membantu saya untuk lebih menikmati hidup. Mendaki medan yang tak mudah dengan beban yang cukup berat di punggung membuat tubuh harus bekerja dengan lebih giat dari biasanya.

Selain mempersiapkan fisik yang optimal dan peralatan yang mumpuni dalam menunjang kenyamanan, belakangan saya mulai memperhatikan menu makanan selama pendakian. Meski sebenarnya tidak ada makanan yang paling sehat di antara yang lain, namun tak ada salahnya lebih selektif dalam memilih logistik agar pendakian menjadi lebih maksimal.

Nasi atau umbi?

Seperti warga Indonesia pada umumnya, dahulu saya pun termasuk orang yang tidak mudah puas jika belum makan nasi. Tidak peduli meski pada kenyataannya perut sudah terisi jenis karbohidrat lain dengan porsi yang cukup, jika belum bertemu nasi maka akan dianggap belum makan. Hal ini menjadi kendala ketika saya sedang melakukan pendakian.

Bang Akip, seorang mantan anggota Green Ranger yang bertetangga dengan tenda kami saat di Gunung Gede berkata suhu yang dingin, banyaknya angin dan keterbatasan jumlah air yang tersedia menjadi alasan utama untuk tidak mengandalkan nasi saat sedang hiking.

Kuncinya, hemat penggunaan air dan bisa disajikan praktis.’

Sembari mengeluarkan isi ransel, beliau memberikan beberapa contoh penganan andalannya.

Ini rasanya enak dan sangat mudah dibuat, kamu tinggal buat api dan goreng,’ ujar bang Akip sembari mengeluarkan sekantung kentang goreng.

Hal tersebut mengingatkan saya saat sedang camping di Gunung Salak beberapa tahun lalu, api unggun yang kami gunakan untuk menghangatkan badan disisipi beberapa batang singkong dan ubi jalar. Setelah matang, kami memakannya bersama ditemani dengan kopi panas yang masih mengepul dari pinggir gelas, menjadikan malam itu terasa sangat hangat dan akrab. Pun dengan talas yang digoreng seorang teman menggunakan mentega saat kami beristirahat di atas Pos Kandang Badak, dengan taburan saus sambal kami berempat berebut mengambilnya.

Mie Instant atau Oatmeal?

Jika diingat kembali, selama ini kegiatan pendakian saya selalu ditemani oleh mie instant. Tersedia dengan beragam varian serta kemudahannya dalam penyajian menjadikan saya tidak terlalu mempedulikan himbauan untuk mengganti menu yang satu ini. Hingga Bang Akip kembali menjelaskan bahwa sebenarnya ada menu yang juga mudah disajikan seperti mie instant, namun dengan kandungan gizi yang jauh lebih baik.

Naik gunung kan butuh tenaga ekstra, kalau hanya makan mie saya jadi mudah lapar lagi. Makanya saya selalu bawa makanan yang lebih sehat dari sekadar mie, biasanya diganti dengan oatmeal atau sereal susu yang dalam kemasan sachet,’ ujar Bang Akip panjang lebar.

Penjelasan Bang Akip sangat masuk akal, belakangan ini pun saya sedang menyukai “Trail Mix” sebagai versi sajian beratnya, makanan yang terdiri dari beragam jenis kacang, sereal, kismis dan potongan buah kering ini sangat enak jika diseduh dengan air panas maupun susu.

Telur, Sosis atau Sarden?

Seiring dengan kebiasaan mulai meninggalkan beras, saya juga harus belajar meninggalkan telur dalam menu pendakian karena saya biasa menaruh telur di tengah beras dalam nesting. Sebisa mungkin saya menghindari egg holder karena bentuknya yang cukup besar menyusahkan karena saya menggunakan ransel kecil.

Pak Satrio, seorang traveler asal Surabaya menyarankan agar sebaiknya menghindari membawa sarden dan kornet.  Selain berat, sampah kaleng sarden dan kornet juga kerap merobek trash bag saat dibawa turun. Sebagai gantinya beliau menganjurkan untuk membawa sosis atau protein kering seperti teri kacang dan abon, ketiganya dinilai lebih praktis dan ringan.

Wedang atau Bir?

Masih teringat betul di benak saya cuplikan film berjudul ‘Pencarian Terakhir’, dalam film tersebut diceritakan bagaimana Gancar harus tersesat di gunung usai pesta minuman keras bersama teman-temannya.

Dari film tersebut saya belajar bahwa alkohol sama sekali bukan minuman yang baik, terlebih untuk dibawa hiking. Meski beberapa peminumnya mengaku aklohol mampu memberikan rasa hangat pada badan, namun efek samping alkohol yang menghilangkan kesadaran pengguna bisa menjadi sembilu bermata ganda.

Jika memang tujuan utamanya untuk menghangatkan badan, maka saya rasa wedang adalah sajian yang sangat bisa diandalkan. Campuran jahe, sereh dan beragam tanaman herbal lain mampu menghangatkan tubuh dengan lebih sehat dan alami tanpa adanya efek samping yang membahayakan seperti alkohol.

***

Sejatinya mendaki gunung adalah kegiatan yang sehat dan menyehatkan. Tidakkah kehadiran pemandangan yang indah serta ridang dahan yang berdesir kala tersapu angin telah mampu mendekatkan kita untuk lebih menghargai diri dan kehidupan?

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU