Saling melempar kesalahan dan sibuk membenarkan diri sendiri adalah cerminan bahwa Kamu belum sepenuhnya dewasa. -airy-
Melihat deretan foto-foto sampah di gunung selalu berhasil membuat saya geram. Entah sebenarnya saya geram karena kondisi gunung yang kotor, karena sampah, atau justru karena keriuhan orang-orang yang saling tuding perihal sampah.
Saya, Kamu, pendaki, pasti tahu permasalahan sampah pendakian bukanlah masalah baru. Dari dulu hingga kini, nggak berubah! Si A merasa dia tak berkewajiban pada sampahnya, si B merasa sampah adalah tanggung jawab si C, sedang si C berkilah bahwa sampah adalah tanggung jawab si A. Seperti benang kusut.
Begitu saja terus sampai ladang gandum dibanjiri coklat dan jadilah sereal yang lezat. *abaikan
Kenapa sih harus saling menyalahkan? Kenapa juga saling sibuk sendiri membuat pembelaan? Duh, sampah nggak akan hilang dengan sendirinya kalau kalian cuma ribut menyalahkan dan membela diri!
Ini adalah ungkapan kekesalan saya pada siapapun mereka yang merasa dirinya paling benar. Pernah suatu ketika di sebuah postingan netizen ada yang menuliskan kurang lebih begini,
Lha, kalau masalah sampah numpuk di gunung kan bukan tanggung jawab pendaki. Kita kan udah bayar mahal tuh ke pengurus, berarti mereka dong yang harus bersihin sampah di gunung? Kalau masih kotor berarti mereka makan gaji buta!
Hellooow! Yang naik gunung siapa? Yang bawa makanan dari bawah terus nyampah di gunung siapa?
Oke, katakanlah Kamu bayar simaksi semahal-mahalnya Rp40.000 untuk 3-4 hari pendakian. Dari uang itu, Kamu berharap ada orang yang dengan senang hati membersihkan sampahmu di gunung? Wow, Kamu keren!
Hai pendaki yang sering berceloteh macam gini, biar saya beri tahu. Sampah adalah tanggung jawab dirimu sendiri. Kamu nggak bisa menyalahkan siapapun jika Kamu sendiri nggak mau campur tangan dalam masalah pembuangan sampah yang sembarangan ini. Apalagi kalau Kamu sendiri suka menumpuk dan meninggalkan sampah di gunung.
Jangan berkoar-koar seolah masalah sampah adalah kesalahan pengurus seutuhnya. Kamu juga punya kewajiban sama besar pada -minimal- sampahmu sendiri.
Pernahkah Kamu berpikir bahwa dari uang simaksi ini mungkin aja sudah digunakan untuk rehabilitasi ekosistem, penghijauan, atau perbaikan sarana prasarana. Mungkin juga pengelola sudah menyisakan dana buat pembersihan sampah, tapi belum maksimal. Jadi jangan asal tuduh ya gais.
Dan terima kasih untuk semua pendaki cerdas yang sudah mau bertanggung jawab untuk sampahmu. Juga komunitas-komunitas bersih gunung yang sudah sangat membantu menjaga kebersihan gunung. Salut!
Entah ini hanya pandangan saya sendiri, atau Kamu juga berpendapat yang sama. Meski sampah adalah tanggung jawab utama dari masing-masing individu, tapi pengurus juga sebetulnya nggak begitu aja lepas dari tanggung jawab.
Justru pengurus yang harusnya giat mengingatkan pendaki untuk membawa pulang sampahnya. Adanya himbauan dalam bentuk tulisan atau himabuan secara lisan harus dilakukan. Akan lebih baik jika pengurus juga memberikan fasilitas yang memadai, misalnya nih sebelum para pendaki ini naik, pengurus sudah membekali pendaki dengan trash bag.
Kadang kalau pendaki yang nggak modal bahkan nggak “sanggup” buat beli trash bag lho! Sorry to say ya gais, tapi memang banyak pendaki yang nggak modal bahkan cuma sekadar kantong wadah sampah. Siapa tahu nih, kalau sudah punya trash bag mereka jadi sadar diri dan mau ngangkut sampahnya buat dibawa pulang.
Akan lebih baik lagi kalau beberapa minggu sekali dari pihak pengelola mengirim tim untuk survey sekaligus mengangkut sampah-sampah yang sudah menumpuk di gunung. Mungkin memang nggak bisa langsung bersih. Tapi barang kali kalau pendaki banyak yang lihat kerja pengelola, mereka jadi termotivasi juga untuk ikut bantu mengangkut sampah turun ke bawah.
Menurut hemat saya, IYA! Why? Karena sebetulnya pemerintahlah yang berwenang membuat regulasi seputar pengelolaan sampah ini. Atau setidaknya jika bukan pemerintah, paling tidak dinas atau pihak yang berwenang. Misalnya dinas kehutanan atau dinas konservasi setempat.
Regulasi ini sebetulnya bisa dibuat mengikat untuk semua pendaki, misalnya nih bagi siapapun yang tidak membawa pulang sampahnya harus kembali ke atas untuk mengambil sampahnya dan dikenakan denda. *ini cuma contoh ya gais
Dengan begitu bisa jadi membuat para pendaki segan atau takut untuk meninggalkan sampah di atas gunung. Tugas sesama pendaki juga harus saling mengingatkan di antara sesamanya. Kadang memang ada pendaki yang secara nggak sengaja meninggalkan sampah karena lupa. Padahal sudah di-packing dan siap diangkut turun. Tapi terlewat karena sudah terlalu lelah dan nggak fokus.
***
Nah gais, mulai sekarang coba deh untuk tidak melimpahkan tanggung jawab masing-masing ke pihak lain. Semua orang sebetulnya boleh kok mendaki. Nggak ada yang bilang kok kalau gunung itu cuma milik pendaki profesional atau senior. Semua punya hak yang sama untuk mendaki.
Tapi jangan lantas semena-mena melalaikan kewajiban terutama soal sampah. Ayolah, bekerja sama-sama dengan semua stakeholder yang ada, baik pengelola maupun pemerintah. Saling bersinergi untuk mencipatakan suasana gunung yang asri, alami dan bersih. Kalau bukan kita-kita yang menjaga, merawat dan membersihkannya, lantas siapa lagi?