Kuliner khas Raja Ampat wajib kamu coba saat berkunjung ke sana. Cita rasa yang unik serta penggunaan bahan dan rempah yang berbeda dari makanan di Pulau Jawa pada umumnya membuat kuliner khas Raja Ampat ini sangat spesial. Selain memberi pengalaman baru yang berbeda, mencicipi kuliner khas Raja Ampat pun bisa menambah rasa baru di lidahmu.
Berikut ini beberapa kuliner khas Raja Ampat yang wajib kamu coba saat liburan ke sana.
Cacing laut berasal dari wilayah Raja Ampat bagian utara dan sudah menjadi camilan sehari-hari penduduk Kepulauan Ayau. Saat berkunjung ke sana, tidak perlu khawatir akan sulit menemukannya karena biasanya cacing laut banyak dijual di pusat kota.
Selama ini, cacing laut diperoleh dengan cara diburu, bukan dibudidayakan. Biasanya pasir dikeruk menggunakan tangan, lalu dimasukkan batang kayu semacam lidi, cacing akan melilit batang. Setelah itu batang kayu tinggal ditarik.
Sebelum diolah untuk menjadi makanan, cacing dipotong kepala dan ekornya.
Untuk langkah-langkah pengolahannya, proses pertama, cacing dibersihkan dengan membelah bagian tubuh untuk mengeluarkan pasir yang ada di dalamnya, lalu dibilas hingga bersih. Setelah itu, cacing akan dipanggang menggunakan serabut dan tempurung kelapa serta sedikit kayu bakar. Proses pemanggangan ini dinamakan “asar”. Warna cacing yang mulanya putih, ketika sudah matang akan berubah menjadi kecokelatan.
Saat matang, cacing akan lebih mirip kentang, namun eksturnya kenyal dan agak alot seperti gurita. Untuk rasanya, tergantung bumbu yang digunakan, namun pada umumnya panggangan cacing laut bercita rasa manis dan gurih. Namun bisa juga menggunakan varian bumbu lain, seperti rica-rica pedas misalnya.
Kuliner ini juga bisa disajikan dengan sayuran, atau diasap lebih lama menjadi keripik.
Harga 1 porsi cacing laut ini berkisar Rp10.000-25.000,-.
Sebenarnya ulat sagu tidak hanya ditemukan di Raja Ampat, melainkan di seantero Papua Barat, bahkan beberapa daerah Indonesia Timur lainnya.
Ulat ini merupakan larva kumbang merah yang suka mendiami pohon sagu tua yang sudah ditebang, atau sudah diambil sagunya.
Biasanya, ulat sagu dibakar seperti sate. Jika diolah seperti itu, teksturnya saat matang mirip dengan sosis bakar. Bumbunya bisa macam-macam, seperti rica-rica atau balado, bahkan bisa juga dibuat pepes.
Sementara itu, masyarakat lokal di Raja Ampat juga suka menyantap ulat sagu mentah-mentah. Ulat sagu mentah memiliki cita rasa manis campur gurih. Saat digigit ada cairan manis yang keluar dari perutnya.
Ulat sagu ini merupakan alternatif lauk yang bebas kolesterol dan cukup kaya akan protein. Berani coba?
Papeda sebetulnya tidak hanya ada di Raja Ampat, tetapi juga di seluruh Papua dan Maluku. Yang membedakan adalah, papeda yang dijual di Raja Ampat selalu dipadukan dengan dengan ikan kuah kuning.
Papeda merupakan bubur sagu bertekstur lengket. Cara membuatnya sederhana, yakni dengan mencampur air mendidih dengan tepung sagu. Rasanya hambar, biasanya dicampur dengan lauk pauk dan sayuran.
Sementara itu, ikan kuah kuning adalah masakan berbahan dasar ikan cakalang, tuna, gabus, mubara, atau tongkol. Untuk kuahnya, terbuat dari campuran kunyit, daun bawang, kemangi, sereh, tomat, air jeruk nipis, jahe, bawang putih, dan cabai rawit bila suka pedas. Kuah ini memiliki rasa yang gurih dan asam.
Papeda ikan kuah kuning ini banyak ditemukan di daerah Waisai, Pulau Waigeo. Semangkuk papeda ikan kuah kuning dipatok di kisaran harga Rp 25.000-30.000.