Menjelang perayaan Natal setiap tanggal 25 Desember, umat Kristiani di seluruh dunia selalu antusias menghias rumah-rumah mereka dengan berbagai pernak-pernik Natal, seperti sinterklas, lampu, hiasan, hingga pohon Natal. Selain musim dingin, perayaan Natal selalu lekat dengan pohon Natal yang berasal dari pohon cemara. Lalu kenapa Natal identik dengan pohon cemara? Berikut adalah penjelasannya.
Kebiasaan memasang pohon cemara sebagai dekorasi Natal dimulai dari Jerman sejak abad ke-16 Masehi. Ketika penduduk Jerman bermigrasi ke berbagai negara, mereka turut membawa kebiasaan memasang cemara sebagai dekorasi Natal di dalam rumah. Catatan sejarah, orang Jerman di Pennsylvania, Amerika Serikat telah memajang pohon Natal pada 1830.
Dilansir dari Michigan State University, pohon cemara yang merupakan jenis tumbuhan evergreen telah dipakai dalam perayaan festival musim dingin selama ribuan tahun, jauh sebelum kedatangan agama Kristen di Eropa. Ranting-ranting cemara digunakan sebagai hiasan rumah selama titik balik matahari musim dingin, sebagai simbol harapan musim semi.
Bangsa Romawi juga mendekorasi rumah-rumahnya dengan jenis pohon ini untuk merayakan tahun baru. Bagi mereka, pohon cemara digunakan sebagai tanda kehidupan abadi bersama Tuhan. Bukan tanpa alasan, sifat pohon cemara yang evergreen membuatnya terus bersemi hijau, meski tanah Eropa dilanda oleh musim panas hingga musim dingin sekalipun.
Pada abad ke-16, seorang pengkhotbah Jerman bernama Martin Luther dikenal sebagai orang pertama yang membawa pohon cemara menjadi dekorasi Natal di rumahnya. Berbeda dengan bangsa Eropa dan Romawi, umat Kristiani menjadikan pohon cemara sebagai simbol harapan di hari kelahiran Yesus sang Kristus. Oleh karena itu, pohon cemara akan selalu dipajang menjelang perayaan Natal di 25 Desember.
Terdapat banyak teori dan legenda tentang bagaimana pohon cema bisa menjadi simbol bagi agama Kristen. Salah satu yang populer adalah yang dikreditkan biarawan Benediktin Inggris Boniface yang terkenal berkat karya misionarisnya di Jerman pada abad ke delapan. Kisahnya bermula saat ia bertemu dengan beberapa orang Jerman yang melakukan ritual.
Sekelompok orang Jerman menggelar ritual pengorbanan di depan pohon ek besar. Masyarakat Jerman menyucikan pohon ek untuk Dewa Thor. Ia pun menebang pohon yang dijadikan berhala tersebut. Para pelaku ritual hanya menunggu dan mengancam bahwa ia akan disambar petir karena murka dari sang dewa petir, Thor. Sayang, tidak ada yang terjadi. Boniface pun menggunakan kesempatan ini untuk mempertobatkan mereka.
Menurut legenda, sebuah pohon cemara tumbuh dari pohon ek yang telah ditebang. Pohon ini kemudian dianggap sebagai simbol Kristus, berbentuk segitiga melambangkan trinitas. Dari kejadian inilah muncul gagasan bagi umat Kristiani, bahwa pohon cemara adalah perlambang dari Kristus dan kehidupan yang baru. Sejak saat itu, masyarakat Jerman mengenal pohon cemara sebagai pohon Natal dan meyebarkannya ke seluruh dunia.