Kata Seven Summiter Asal Indonesia Tentang Seven Summit Dunia

"Saya dan tim butuh waktu dua setengah tahun untuk menyelesaikan pendakian ke seven summit dan biayanya sekitar 10 M." Ujar Huda BW, seorang seven summiter asal Indonesia saat mendeskripsikan pendakiannya ke 7 gunung tertinggi di dunia pada 2012.

SHARE :

Ditulis Oleh: Wike Sulistiarmi

Saat ini mendaki gunung memang sudah seperti lifestyle, hampir semua orang di Indonesia bahkan mengaku pernah mendaki gunung. Kesan gunung yang menakutkan kini seakan makin bergeser. Benarkah? Tidak juga, karena beberapa gunung di dunia juga masih dianggap sakral dan berbahaya terlebih lagi gunung-gunung tertinggi di dunia atau lebih dikenal dengan ‘Seven Summit’ pernah menelan pendaki seperti kisah nyata yang diangkap menjadi film berjudul Everest dan Into Thin Air, Death on Everest.

Seven Summit, pendakian yang tak bisa dibilang biasa oleh pendaki

Gunung Everest. Foto oleh natepolta

“Saya dan tim butuh waktu dua setengah tahun untuk menyelesaikan pendakian ke seven summit dan biayanya sekitar 10 M.” Ujar Huda BW, seorang seven summiter asal Indonesia saat mendeskripsikan pendakian seven summitnya pada tahun 2012 yang lalu kepada Phinemo lewat telepon.

Itu adalah sedikit hal yang bisa menggambarkan bahwa dunia pendakian itu bukanlah sesuatu yang bisa dianggap main-main. Butuh perjuangan, waktu, dan tentu saja uang untuk bisa mencapai puncak dan kembali pulang. Gunung-gunung yang didakipun bukan hanya memiliki ketinggian biasa tapi ketinggiannya mencapai 8,848 mdpl dengan iklim esktrim dan bersalju.

Huda yang kami hubungi lewat telepon mengaku ia dan lima rekannya harus keluar uang sekitar 10 M untuk bisa mendaki ke 7 gunung tertinggi di dunia itu. Itupun tak semuanya bisa mencapai puncaknya. Hanya empat orang termasuk dirinyalah yang berhasil.

Baca juga: Kumpulan Foto Saat Bos Antivirus Eugene Kaspersky Keliling Gunung Berapi di Indonesia

Dua versi seven summit dunia yang masih kontroversial

Seven Summit Dunia. Foto oleh Wikipedia

Sebenarnya ada dua versi seven summit dunia yang masih kontoversial di kalangan pendaki. Tujuh puncak versi Richard Bass dan versi Reinhold Messner.

Bass memasukkan Gunung Kosciuszko di Australia sebagai puncak tertinggi benua Australia sedangkan Messner mengemukakan daftar lain yakni Puncak Jaya di Papua. Huda mengaku memilih versi Messner dalam pendakiannya.

“Kosciuszko di Australia itu sebenarnya pendek, tingginya hanya 2 ribuan dan treknya tak begitu sulit. Kami menggunakan versi Messner dan memilih Cartensz pada espedisi kami,” ujar Huda.

Huda menyebutkan 7 gunung tertinggi di dunia yang ia daki sebenarnya tak memiliki perbedaan banyak. Semuanya susah dan menguras tenaga. Gunung-gunung yang ia daki adalah Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) di Papua, Vinson Massif (4.892 mdpl) di Antartika, Elbruss (5.642 mdpl) di Rusia, Kilimanjaro (5.892 mdpl) di Tanzania, Denali (6,194 mdpl) di Alaska, Aconcagua (6,961 mdpl) di Argentina, dan Everest (8.848mdpl) di Nepal India.

“Semuanya hampir sama, sama-sama sulit, suhunya juga sangat ekstrem. Tapi yang paling ekstrim Everest soalnya kita mendaki sekitar 2 bulan,” jelas Huda.

Baca juga: Apa yang Membuat Pendakian Cartenz Begitu Mahal?

Harus ekstra sabar, tak harus ngoyo jika ingin mendaki 7 gunung tertinggi di dunia

“Kami tidak mendaki maraton, tapi kami juga istirahat bahkan kami butuh waktu dua setengah tahun untuk bisa menyelesaikannya. Mulai dari tahun 2010 hingga tahun 2012 di bulan Mei. Pertama kami mendaki 6 orang pada 3 gunung pertama, lalu gunung ke empat dan enam lima orang, dan gunung ke tujuh kami berempat. Ada yang gagal,” ujar Huda.

Untuk bisa mendaki seven summit, Huda punya tips dan trik untuk mendaki 7 gunung tertinggi di dunia.

1. Latihan terus

“Tipsnya, jangan lupa latihan terus karena medan dan trek pendakiannya memang berat dan panjang. Selama dua setengah tahun itu 80% saya habiskan untuk latihan selain nunggu timing yang tepat,” jelas Huda.

2. Perhatikan musim

“Yang patut diwaspadai itu musimnya karena beberapa gunung cuma buka pada bulan-bulan tertentu di musim panas,” kata Huda

3. Cari referensi yang banyak

“Selanjutnya jangan lupa untuk mencari reverensi ke berbagai sumber agar paham dengan sekitar, mulai dari bagaimana kita berperilaku hingga memilih pakaian karena beberapa gunung memiliki iklim subtropis yang suhunya beda dengan suhu tropis di Indonesia,” pungkas Huda.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU