Instagram Membuat Liburan Tidak Lagi Bahagia?

Orang liburan agar bahagia. Namun tanpa disadari, perilaku kita saat liburan berubah setelah Instagram menjadi sangat booming. Kita liburan mengikuti rekomendasi di Instagram, dan kita juga ingin eksis di Instagram saat liburan. Normal saja.

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

Orang liburan agar bahagia. Namun tanpa disadari, perilaku kita saat liburan berubah setelah Instagram menjadi sangat booming. Kita liburan mengikuti rekomendasi di Instagram, dan kita juga ingin eksis di Instagram saat liburan. Normal saja.Tapi bagaimana sebetulnya dampaknya?

Instagram membuat liburan tidak lagi bahagia?

Baca juga: Orang yang hobi traveling lebih bahagia dibanding yang tidak, benarkah?

Belum lama ini, berita mengejutkan beredar tentang seseorang yang bangkrut hanya karena ingin eksis di Instagram. Lissette Calveiro (26), seorang wanita yang bekerja di industri kreatif di New York membuka tabir kelam di balik senyum selebgram.

Demi tampil modis mengikuti tren di Instagram, Calveiro sampai rela berutang kartu kredit mencapai USD 10 ribu atau Rp 143 jutaan. Semua uang tersebut digunakan untuk berbelanja dan menjalani gaya hidup mewah untuk diunggah di akun Instagram miliknya, @lissettecalv.

Calveiro bertutur bahwa ia menghabiskan uang USD 200 atau Rp 2,5 jutaan hanya untuk membeli baju setiap bulannya. Semua demi memperoleh foto yang Instagramable dengan baju atau outfit yang berbeda-beda.

Agar sukses bergaya bak sosialita sejati, Calveiro bahkan ‘memaksakan diri’ untuk berlibur di satu destinasi wisata mewah berbeda setiap bulannya. Bahama, Los Angeles, dan Las Vegas jadi tempat favorit Calveiro. Semua demi konten postingan Instagram yang menarik.

Hal itu terus dijalaninya, hingga akhirnya Calveiro ‘terbentur’. Mata dan telinganya mulai terbuka lebar.

“Ini sungguh mengkhawatirkan melihat betapa pedulinya perempuan terhadap citra diri. Aku punya banyak kesempatan untuk menabung, aku seharusnya menginvestasikan uang tersebut,” sesal Calveiro.

Calveiro mulai meninggalkan gaya hidup mewahnya pada akhir 2016 dan mulai menata kondisi keuangannya yang berantakan. Tak mudah, ia butuh 14 bulan hingga mampu melunasi seluruh hutangnya.

Kini ia sadar, bahwa cukup jadi diri sendiri untuk bahagia dan jangan memaksakan diri untuk bergaya di luar kemampuan finansial.

Instagram Membuat Liburan Tidak Lagi Bahagia?

Tren gaya hidup seperti Calveiro tak lepas dari rasa ingin memberi pengaruh dan diperhatikan di sosial media.

Cukup liburan sesuai kemampuan, tak perlu memaksakan diri.

Baca juga: Cara agar tak kecanduan sosial media saat liburan.

Liburan pada dasarnya memang mengurangi stres. Menurut Penelitian Roger Dow, seorang presiden dan CEO dari asosiasi travel Amerika Serikat, menemukan 6 efek traveling pada manusia dalam jurnalnya yang berjudul “Travel Effect: A Call to Lead, a Means to Do So”. Salah satu efek sampingnya adalah meredakan stress. Penelitian mengungkapkan bahwa udara yang segar, pepohonan yang rindang, gemericik air, ombak pantai, sunshine/sunset dan semua suasana baru yang kita jumpai ketika traveling bisa memberi kepuasan dan ketenangan tersendiri bagi diri seseorang.

Tetapi beda cerita jika seseorang melakukan liburan untuk pamer, dan mencari pengakuan.

Bagi sebagian pengguna sosial media, foto yang diunggah atau status yang ditulis oleh orang lain yang terkesan pamer akan memberi ‘pengaruh’, yaitu rasa ‘ingin menjadi seperti itu’.

Dampak selanjutnya akan membuatnya membandingkan diri dengan orang yang mengunggah foto tersebut. Seperti di Instagram, ketika ada seseorang yang melihat foto orang lain tengah liburan di tempat indah nan mewah, serta mendapat banyak komentar kagum dan ratusan love, orang tersebut merasa iri. Lalu membandingkan dirinya dengan orang lain tersebut. Betapa bahagianya orang tersebut, dan betapa malangnya dirinya. Lalu dia berusaha menjadi seperti orang tersebut.

Dari sinilah bermula motivasi traveling yang kurang baik, yaitu mengejar eksistensi diri di sosial media. Memaksakan diri untuk traveling tiap bulan atau bahkan tiap minggu demi mendapat komentar takjub dan like dari followers.

Demi mendapat komentar ‘wah asyik ya jalan-jalan terus.’ Padahal saat itu mungkin kondisi keuangan sedang tidak sehat. Atau pada dasarnya sebetulnya Anda tidak terlalu menyukai aktivitas traveling, tapi demi menyandang gelar ‘hits’ di sosial media, Anda merasa wajib mengunjungi destinasi-destinasi yang sedang populer di sosial media. Liburan yang awalnya mengejar kebahagiaan, akhirnya justru menjadi menyiksa.

Mungkin Anda heran, bisakah mendapat ‘pengakuan’ dari sosial media seperti Instagram? Tentu sangat bisa.

Generasi milenial terinspirasi untuk mencari pengalaman unik traveling dari media sosial, lalu membagikan pengalaman dan identitas dirinya pula ke sana.

Berdasarkan riset dari Schofields Insurance kepada 1.000 responden berusia 18-33 tahun di Inggris, 76% dari generasi milenial terpengaruh oleh foto yang diunggah temannya saat liburan. Dari angka itu, 40,1 persen responden memilih lokasi berlibur yang Instagramable. Artinya, destinasi wisata yang tampak cantik di Instagram akan mempengaruhi keputusan milenial untuk memilih tempat tujuan traveling­-nya.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), telah merilis laporan hasil survei terhadap penetrasi pengguna internet Indonesia di tahun 2017. Dari total 262 juta penduduk Indonesia, 143,26 juta jiwa di antaranya diperkirakan telah menggunakan internet, naik dari tahun 2016 di mana penetrasi internet di Indonesia hanya 132,7 juta jiwa.

Dari data di atas, melihat banyaknya pengguna di internet di Indonesia kini, tak mengherankan lagi jika apa yang terjadi di dunia maya punya pengaruh kuat pad realita di dunia nyata.

Pada akhirnya, semua kembali pada diri sendiri, pertanyakan kembali apa tujuan awal Anda liburan. Jika masih saja menyiksa, bersantai di rumah mungkin lebih baik. Liburanlah agar bahagia.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU