Fakta Unik Keraton Yogyakarta, Sumber Kekayaan dan Gaji Raja

Fakta, terdapat aturan unik di Keraton Yogyakarta, diantaranya dilarang berfoto membelakangi keraton dan abdi dalem, serta tidak boleh memakai topi.

SHARE :

Ditulis Oleh: Taufiqur Rohman

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan satu dari empat wilayah di Indonesia yang memperoleh hak otonomi khusus. DIY setara provinsi, tapi dipimpin oleh trah dari Kesultanan Mataram secara turun temurun. Pusat pemerintahannya berada di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, terletak di jantung kota Yogyakarta, DIY. Meskipun telah menjadi bagian Indonesia, semua kegiatan di keraton masih berfungsi hingga sekarang.

Keraton Yogyakarta menjadi rumah sekaligus tempat tinggal bagi sultan dan rumah tangga istananya yang terus menjalankan tradisi kesultanan dengan dibantu oleh ratusan abdi dalem. Setelah Yogyakarta mendapat gelar ‘Daerah istimewa’ di tahun 1950, keraton dipisahkan dari kegiatan pemerintahan dan hanya menjadi Lembaga Pemangku Adat Jawa.

Walaupun sekarang memiliki fungsi yang terbatas pada sektor informal, namun kharisma Keraton Yogyakarta masih sangat tinggi bagi kalangan masyarakat Jawa, khususnya di DIY. Keraton tetap dianggap tempat yang tinggi. Terdapat berbagai peraturan-peraturan adat yang harus dipatuhi selama berada di lingkungan keraton. Sultan dan para anggota keluarga kerajaan adalah sosok yang sangat dihormati oleh rakyat.

Fakta Unik Keraton Yogyakarta

Tidak seperti kerajaan-kerajaan lain di Indonesia saat ini, sultan Keraton Yogyakarta memiliki kedudukan sebagai gubernur DIY. Wakilnya adalah Adipati Paku Alam dari Kadipaten Pakualaman. Mereka secara otomatis menjadi pemimpin DIY yang tidak terikat masa jabatan dan tanpa melalui Pemilu. Ini bentuk keistimewaan DIY dari de facto 1946 dan de yure 1950.

Keraton Yogyakarta sekarang dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I dan selesai pada tahun 1790. Bagian utara keraton menghadap Gunung Merapi dan bagian selatan menghadap Samudera Hindia, tempat Istana Pantai Selatan milik Nyi Roro Kidul berada. Kompleks Keraton Yogyakarta dibangun dengan sangat detail dan teliti sesuai cerminan kosmologi Jawa.

Terdapat berbagai aturan unik di Keraton Yogyakarta, yaitu diharamkan berfoto membelakangi bangunan keraton karena keraton dianggap sebagai simbol raja. Wisatawan juga dilarang berfoto membelakangi abdi dalem dan duduk di sembarang tempat. Tidak diperkenankan mengenakan topi, membawa kereta bayi, koper, atau sesuatu yang beroda. Membawa ponsel dan kamera ke dalam keraton harus izin terlebih dahulu.

Keluarga kerajaan akan mengendarai kereta kencana setiap kali upacara-upacara kebesaran keraton. Terdapat 23 kereta kencana milik Kesultanan Yogyakarta, semuanya tersimpan rapi di dalam museum Kereta Keraton Ngayogyakarta. Setiap kereta memiliki nama dan kegunaan berbeda-beda. Salah satu yang unik adalah Kereta Kanjeng Nyai Jimat buatan tahun 1970.

Sumber Kekayaan Keraton Yogyakarta

Layaknya kerajaan pada umumnya, dahulu sumber kekayaan dari Keraton Yogyakarta berasal dari upeti yang disetorkan rakyat atau negara bawahan. Namun bagaimana dengan sekarang, setelah Keraton Yogyakarta menjadi bagian dari Indonesia? Kedudukan keraton memang tidak sekuat dulu, kini pajak rakyat Jogja dikelola oleh negara melalui Kementerian Keuangan.

Rupanya Keraton Yogyakarta masih memiliki cukup banyak harta kekayaan yang bersumber dari warisan, bisnis, dan sisa bantuan pemerintah kolonial Belanda. Kesultanan Yogyakarta tidak hanya memegang tampuk kekuasaan kultural sosial dan politik saja, namun juga ekonomi dan bisnis. Terdapat sekitar 10 jaring investasi bisnis besar, jumlah itu belum termasuk proyek-proyek di atas tanah kas desa yang lebih besar lagi.

Semua jaringan bisnis ini dijabat oleh keluarga Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. Telah dirintis sejak Sultan Hamengku Buwono X. Grup Hamengku Buwono ini dinilai cukup diperhitungkan dalam bangkit kembangnya kapitalisme di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari Sultan Hamengku Buwono X duduk di posisi strategis era Sukarno dan Suharto.

Gaji Raja dan Abdi Dalem

Sultan Hamengku Buwono X mendapatkan gaji sebagai gubernur. Besaran nilainya tergantung pada peraturan pemerintah. Sedangkan Sultan sebagai raja mendapatkan alokasi dana keistimewaan dari pemerintah pusat yang digunakan untuk menggaji 3.000 abdi dalem Keraton Yogyakarta dan 1.000 abdi dalem Pura Pakualaman. Jumlahnya sungguh sangat kecil per orang.

Bagi abdi dalem, bekerja di keraton bukan untuk mencari gaji besar. Tapi mereka tetap senang dan merasa sangat terhormat bisa mengabdi kepada sultan. Abdi dalem yang bekerja di keraton disebut Punakawan, terbagi menjadi dua, yaitu yang bertugas di tepas (kantor keraton) sesuai dengan jam kerja dan Caos yang tidak diwajibkan datang ke keraton setiap hari.

Abdi dalem menerima gaji sesuai pangkatnya, paling rendah adalah Jajar yaitu Rp 15.000 per bulan, dan tertinggi adalah adik sultan Rp. 90.000 per bulan. Dana alokasi yang diberikan kepada Tepas mulai Rp 1,1 juta hingga Rp 2,5 juta per bulan. Caos paling rendah Rp 150.000, tertinggi Rp 400.000 per bulan. Sultan yang bertakhta digaji sebesar Rp 3,8 juta per bulan.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU