Gunung Agung Meletus Karena Upacara Eka Dasa Rudra, Benarkah?

“Sebagian orang Bali pun menduga bahwa bencana Gunung Agung meletus itu adalah hukuman para dewata yang marah melihat upacara dijadikan komoditas pariwisata”

SHARE :

Ditulis Oleh: Himas Nur

Kembali, Gunung Agung meletus secara eksplosif disertai dentuman dan semburan lava pijar, pada pukul 21.04 WITA, Senin malam (2/7/2018). Peristiwa yang dialami Gunung Agung selama beberapa pekan terakhir ini, mengingatkan kembali pada peristiwa letusan Gunung Agung pada 1963 silam.

Konon, letusan tersebut terjadi karena upacara hikmat Eka Dasa Rudra dijadikan objek pariwisata. Namun benarkah demikian?

Penampakan Gunung Agung yang menyeburkan lava pijar. (Foto/@gnfi)

Dilansir Historia, kala itu pemerintah daerah Bali dan pemuka masyarakat sepakat menggelar upacara Eka Dasa Rudra setelah 400 tahun tidak dilaksanakan.

Upacara itu sebenarnya belum waktunya, tetapi diadakan karena insidental (padgata-kala).

Baca Juga: Fakta tentang Gunung Agung yang Perlu Kamu Tahu

Dosen Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar, Bali, I Gede Mugi Raharja menjelaskan bahwa upacara Eka Dasa Rudra dilaksanaan dengan pertimbangan sebagai pembayaran utang (penregteg) karena beberapa kali tidak pernah dilaksanakan pada pergantian abad, yakni sejak abad ke-15.

Upacara itu juga dimaksudkan sebagai pembersihan bumi (pemarisuda jagat) akibat bencana-bencana yang dialami Pulau Bali, seperti penjajahan Belanda, gempa 1917, Gunung Batur meletus 1926, penjajahan Jepang, perang kemerdekaan dan Puputan Margarana.

Eka Dasa Rudra pada hakikatnya adalah upacara memuja dan menyembah Hyang Widhi yang Maha Esa di sebelas arah (8 penjuru + titik tengah + atas + bawah), agar kekuatan-Nya yang Maha Dahsyat (Rudra), berubah kepada sifat sejati-Nya yang Maha Kasih dan Maha Luhur.

¨Upacara ini pada intinya merupakan upacara kurban suci Bhuta Yadnya tertinggi yang dilaksanakan 100 tahun sekali, agar unsur-unsur alam senantiasa memberikan keselamatan dan kesejahteraan kepada masyarakat, khususnya umat Hindu di Bali,” tulis I Gede Mugi Raharja dalam ‘Makna Gunung Agung dalam Kebudayaan Bali’ melalui laman isi-dps.ac.id.

Upaya mendongkrak pariwisata Bali

Rangkaian upacara Eka Dasa Rudra diselenggarakan pada 10 Oktober 1962 hingga 20 April 1963. Pemerintah pusat menjadikan upacara itu sebagai ajang untuk mendongkrak pariwisata Bali.

“Pemerintah memanfaatkan kesempatan itu untuk berpromosi, dengan mengundang para peserta konferensi biro perjalanan yang tengah berlangsung di Jakarta untuk datang ke upacara tersebut bersama Presiden Sukarno,” tulis Michel Picard dalamBali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata.

Prosesi upacara Eka Dasa Rudra. (Foto/Phdi.or.id)

Rangkaian upacara yang direncanakan akan berlangsung selama dua bulan itu hampir dihentikan oleh gejala-gejala awal letusan Gunung Agung. “Tanpa menghiraukan kekhawatiran berbagai pemuka agama, diputuskan untuk tetap melaksanakan upacara boleh jadi karena kepentingan nasional turut dipertaruhkan,” tulis Picard.

Letusan yang dikhawatirkan itu kemudian benar-benar terjadi, yaitu ketika pelaksanaan upacara tengah berlangsung.

Gunung Agung meletus mulai 18 Februari 1963 hingga 27 Januari 1964. Letusan paling dahsyat terjadi pada 17 Maret 1963, tiga hari sebelum Hari Raya Galungan. Akibatnya, seluruh bagian timur Bali porak-poranda, menelan ribuan korban jiwa, disusul bencana kelaparan dan wabah penyakit.

Baca Juga: Gunung Agung Meletus, Ini Kumpulan Fotonya dari Berbagai Sudut

“Pemerintah konon mengundang wakil-wakil dari biro-biro perjalanan untuk terbang di atas Gunung Agung dan menikmati pemandangan yang megah atas letusan gunung tersebut,” tulis Picard.

“Sebagian orang Bali pun menduga bahwa bencana itu adalah hukuman para dewata yang marah melihat upacara dijadikan komoditas pariwisata.”

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU