Mulai tanggal 7 Januari 2019 mendatang siapa saja yang meninggalkan Jepang harus membayar pajak keberangatan sebesar 1.000 yen atau sekitar Rp129 ribu. Aturan baru ini telah disahkan oleh Parleman Jepang sebagai pajak ‘sayonara’ atau dalam bahasa Indonesia ‘selamat tinggal’ pada Rabu (11/4/2018).
Pajak ini nantinya akan dikenakan kepada seluruh warga Jepang dan turis asing yang meninggalkan Jepang baik melalui jalur laut maupun udara. Pajak ini akan ditambahkan pada tiket pesawat dan kapal.
Pengecualian hanya diberikan kepada anak-anak berusia di bawah dua tahun dan para penumpang transit Jepang dalam waktu 24 jam.
Diperkirakan, pajak ini akan meraup pendapatan sebesar 43 Miliar Yen atau sekitar Rp5,5 triliun per tahunnya.
Nantinya keuntungan pajak ini akan digunakan untuk meningkatkat infrastruktur dan layanan di Jepang seperti gerbang pelacak wajah, panduan multibahasa di taman-taman nasional situs budaya di Jepang.
Selain itu, pajak ini juga digunakan untuk promosi wisata.
Diketahui, beberapa tahun terakhir jumlah wisatawan ke Jepang memang meningkat pesat. Diperkirakan angkanya akan melonjak menjelang Olimpiade Tokyo pada tahun 2020 mendatang.
Menurut kantor berita Kyodo, pajak keberangkatan menjadi pajak permanen pertama yang diadopsi Jepang sejak tahun 1992. Pajak ‘sayonara’ ini berlaku di negara-negara seperti Australia dan Korea Selatan.
Parleman sendiri meloloskan RUU yang membatasi penggunaan pajak keberangkatan bagi proyek-proyek terkait pariwisata sebagai tanggapan atas kekhawatiran bahwa dana itu bisa dialihkan ke bidang lainnya.
Badan Pariwisata Jepang pada akhir Maret telah memperkirakan bahwa jumlah wisatawan asing yang datang ke Jepang telah mengalami rekor peningkatan pada Februari. Selama bulan ini sendiri terdapat 2.509.300 orang yang datang ke Jepang. Jumlah ini meningkat tajam sebesar 23,3 % dari tahun sebelumnya.