Suku Batak merupakan kelompok etnis dari Pantai Timur dan Pantai Barat di Sumatera Utara. Sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2010 diketahui bahwa Batak sebagai salah satu suku terbesar di Indonesia. Batak identik dengan marga. Berdasarkan catatan sejarah terdapat lebih dari 400 marga Batak. Angka yang fantastis, kenapa Batak punya banyak marga?
Marga bagi masyarakat Batak memiliki kedudukan sangat penting. Marga adalah nama pertanda yang menunjukkan dari keluarga mana seseorang berasal. Silsilah ini menjadi identitas orang Batak dalam pergaulan sehari-hari. Marga juga menjadi penentu jodoh, karena kepercayaan Batak tidak diperbolehkan menikah dengan pasangan yang memiliki marga sama.
Baca juga: Daftar 497 Marga Suku Batak
Secara keseluruhan, Suku Batak meliputi enam sub-etnis, yaitu Mandailing, Karo, Angkola, Pakpak, Simalungun, dan Toba. Setiap sub-etnis mempunyai marga utama dan sub-marga yang diwarikan kepada keturunannya. Selain dari enam sub-etnis tersebut, marga Batak juga didasarkan tempat tinggal, yaitu Batak Pesisir Barat Barus, Batak Barat Sibolga, Batak Pesisir Timur di bagian Utara dan Selatan, Batak Alas, Batak Kluwet, dan Batak Singkil.
Marga di luar enam sub-etnis utama Suku Batak dapat dikatakan sebagai marga baru hasil adaptasi dan asimilasi penduduk sekitar selama berabad-abad lalu. Beberapa di antara marga-marga tersebut bersifat khas, hanya ditemukan di wilayah itu. Misalnya orang Batak berbahasa Melayu Pesisir di perbatasan Aceh yang memakai marga dari nama Suku Minangkabau.
Baca juga: Suku Batak di Kepulauan Filipina
Bahkan di luar Sumatera Utara juga terdapat sub-etnis Batak, mendiami beberapa wilayah di selatan Provinsi Aceh. Sebagian besar menggunakan marga Batak Simargolang yang dekat dengan sub-etnis Karo dan Pakpak. Sejarah masa lalu menempatkan mereka di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh lalu dilanjutkan dengan Penjajahan Hindia Belanda. Itulah alasan kenapa Batak punya banyak marga, saat ini tercatat terdapat 497 marga.
Namun demikian, sebagian orang Karo, Angkola, dan Mandaliang sempat tidak ingin disebut sebagai Suku Batak, ini karena pada masa Orde Baru Batak identik dengan kemiskinan serta dipandang primitif. Siapa sangka kini Batak justru identik dengan pengacara, sosok ahli hukum, dan pandai berbicara. Mereka merantau ke berbagai daerah untuk belajar hukum.
Batak mengenal dua bentuk kekerabatan, berdasarkan keturunan dan sosiologis. Kekerabatan dari garis keturunan dapat terlihat dari marga, sedangkan dari sosiologis terjadi melalui perjanjian atau perkawinan. Tidak jarang marga menjadi modal pertama bagaimana membawa diri dalam pergaulan. Marga juga mempersatukan tali persaudaraan.
Baca juga: Kebiasaan Unik Suku Batak di Sumatera Utara
Masyarakat Batak juga memiliki kebiasaan unik, seperti Lompat Batu di Kabupaten Nias Selatan sebagai pertanda kedewasaan. Setiap pria yang akan menikah harus mampu melompati batu setinggi dua meter dengan pijakan berupa batu kecil. Selain itu terdapat juga Mangokkal Holi, ritual mengumpulkan tulang leluhur dari kuburan lalu dimasukkan dalam peti. Tujuannya untuk mempertahankan silsilah garis keturunan marga.