Bagi sebagian orang, gaya dalam traveling mungkin tidak terlalu penting. Mau mahal kek, murah kek, sah-sah saja asalkan sesuai kebutuhan. Lain lagi dengan pertimbangan mau pergi kemana, atau sama siapa. Mungkin, 9 gaya traveling ini bisa membantumu mendefinisikan siapakah sebenarnya ‘dirimu’.
Traveler mempunyai ragam cara saat berjalan-jalan. Biasanya hal ini dikaitkan dengan budget, tujuan, maupun kesenangan. Penjelasan mengenai jenis-jenis ini pun masih terus berkembang hingga kini.
Backpacking berasal dari kata ‘back’ dan ‘pack’ yang secara harafiah diartikan dengan membawa barang bawaan di punggung. Backpacking memang lekat dengan bawaan ransel atau tas carier yang meninggi di punggung, kan?
Namun backpacking tak hanya berarti demikian. Lebih dari itu, juga berkaitan dengan budget traveling, dimana biasanya biaya ditekan sedemikian hingga, menjadi lebih irit dan bersahabat dengan dompet. Selain itu, traveler dengan gaya ini biasanya telah meencanakan perjalanan dengan itinerary yang cukup ketat, sehingga biaya tidak membengkak saat di jalan. Kaum backpacker menyukai kebebasan dalam traveling, dimana mereka cenderung lebih merdeka soal tujuan, lama menghabiskan waktu di suatu tempat, dan tidak terikat dengan rombongan tur atau semacamnya.
Kamu harus baca ini: Backpacker Indonesia, Pahami Hal Ini Sebelum Solo Backpacking
Mungkin istilah ini masih cukup asing di telinga traveler pemula. Tapi sebenarnya, banyak diantara para traveler yang termasuk dalam golongan ini. Kaum flashpacker berada ditengah-tengah kaum turis dan backpacker. Flashpacker mencintai kebebasan sama halnya dengan backpacker. Namun Ia juga menghargai kenyamanan dalam traveling seperti halnya para turis, sehingga tak masalah kalau harus mengeluarkan budget sedikit lebih besar untuk penginapan atau upgrade tiket pesawat misalnya.
Dalam hal ini, flashpacker adalah kaum yang cenderung lebih fleksibel. Ia tak masalah jika harus tidur di tenda dan kedinginan jika memang tujuannya adalah mendapatkan pengalaman melihat sunrise dari puncak gunung. Namun Ia juga tidak keberatan jika harus mengeluarkan budget lebih banyak untuk hemat waktu dengan naik pesawat dibanding menempuh belasan jam dengan naik bus.
Kamu harus baca ini: Prediksi Tren Perjalanan 2016 oleh Efenerr: Flashpacking Akan Menggeser Tren Backpacking
Vagabond merupakan traveler yang kerap melakukan perjalnan nomaden. Mereka berpindah-pindah dan tidak memiliki tempat tinggal tetap. Kaum ini memang mencintai perjalanan dan tak betah berada di satu tempat yang sama untuk jangka waktu lama apalagi sampai menahun.
Kaum ini layaknya wanderlust, yang mempunyai dorongan untuk terus menjelajah. Mereka tidak puas hanya dengan mengeksplor satu tempat, namun lebih senang terus melakukan perjalanan dan mengeksplor tempat baru.
Orang-orang yang ketat dengan privasi, orang-orang yang ekstrovert, maupun orang tidak suka sendiri mempunyai gaya traveling yang berbeda. Terkadang, mereka berkebalikan satu sama lain, seperti gaya traveling ini.
Dari kata ‘solo’ yang bermakna sendiri, solo traveling dapat diartikan traveling atau bepergian sendirian. Saat melakukan solo traveling, kamu lah bos di perlananamu. Para solo traveler merupakan orang yang cenderung terbuka dengan budaya baru, orang-orang baru, dan mau berdamai dengan situasi dan kondisi saat traveling yang kerap dialami saat traveling sendiri, misalnya, menenteng ransel atau koper yang berat sendiri, resiko kesepian saat perjalanan menempuh belasan jam, dan lain sebagainya.
Namun sebenarnya, para solo traveler tak pernah sendirian. Sifatnya yang cenderung ekstrovert mampu menjadikan siapa saja sebagai teman bicaranya. Orang-orang yang introvert pun juga bisa mencoba gaya traveling ini, untuk melatih keberanian diri keluar dari zona nyaman.
Kamu harus baca ini: Foto Perjalanan Solo Traveling Anda Monoton? Coba Tips Ini
Berkebalikan dengan solo traveling, open trip traveling adalah melakukan perjalanan dengan berombongan, biasanya menggunakan jasa tour and travel. Alih-alih mendapatkan kebebasan dengan solo traveling, para penggemar open trip traveling justru merasa terbantu dengan tur and travel, karena mereka tidak perlu repot-repot memikirkan tiket masuk destinasi, transportasi, maupun makan.
Open trip traveling juga memungkinkan untuk menemukan teman-teman perjalanan baru dan bertukar informasi seputar dunia traveling. Tak jarang, dari open trip traveling, banyak traveler yang terlibat cinlok dan menemukan jodohnya di sana.
lama atau sebentar waktu untuk traveling memang tergantung kesempatan dan kebutuhan kita. Berikut adalah gaya traveling berdasarkan waktu.
Slow traveling menitikberatkan pada konsep menemukan sesuatu dan menikmati proses. Maksudnya, para penggemar slow traveling memang menyempatkan waktu untuk merejuvenate diri, bisa beberapa hari, seminggu, atau dua minggu, tergantung kebutuhan. Namun slow traveling tidak hanya berpatokan pada hal lamanya waktu perjalanan.
Slow traveling lebih menekankan pada cara berpikir atau mindset dalam traveling. Mereka gemar tinggal di pedesaan selama seminggu, atau bahkan live in di tempat dan suasana baru yang belum pernah ditemui sebelumnya. Slow traveling lebih mengutamakan pengalaman dibandingkan dengan pemandangan dalam upaya relaksasi dan penemuan tersebut. Lain halnya dengan fast traveling kebalikan dari slow traveling, yang cenderung mengantarkan kita pada hal-hal permukaan saja selama perjalanan.
Long Term Traveling biasanya dipilih oleh mereka yang memang mendedikasikan hidupnya untuk melakukan perjalanan. Biasanya perjalanan yang mereka lakukan hingga bertahun-tahun.
Para pelaku long term travelingbukan hanya mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru, melainkan juga siap melebur dengan budaya dan cara hidup yang berbeda dari yang biasa mereka lakukan.
Kamu harus baca ini: Tips Traveling Hemat Ala Milenial Traveler
Gaya traveling juga dapat dibedakan berdasarkan destinasinya. Ada yang menggemari pedesaan, ada pula yang menggemari perkotaan yang hingar-bingar.
Globetrotter adalah mereka yang kerap jalan-jalan keliling dunia atau ke banyak negara. Ia sering bepergian dari satu negara ke negara lain.
Salah satu traveler yang sudah melakukan perjalana dengan gaya globetrotter adalah Trinity, penulis buku The Naked Traveler.
Kenyamanan dalam perjalanan memang identi dengan hal-hal yang cenderung mewah, meski kenyamanan tidak hanya terpaku pada kemewahan. Bagi luxurious traveler, hal-hal seperti budget traveling, transportasi, penginapanan, makanan, dan lain sebagainya, tidak menjadi halangan untuk menikmati perjalanan.
Kaum ini merogoh kocek yang memang cukup dalam untuk menikmati sensasi kemewahan khas hotel bintang 5, service nomor wahid di penerbangan, atau menikmati hdangan-hidangan hingga harga jutaan.
Kamu harus baca ini: Tips Aman Solo Traveling Untuk Wanita