Saya warga lokal Bondowoso. Sebuah kota yang sangat penting bagi kehidupan saya, tempat saya bermain, tempat saya bersama keluarga, tempat saya studi dan tempat saya keluyuran bersama sahabat saya. Kata orang madura “Reng Mandebesah”. Ada banyak keseruan yang bisa kalian temukan di kota kecil ini;
Tahun lalu, seorang kawan dari kota Padang datang berkunjung. Ia begitu penasaran dengan Monumen Gerbong Maut. Sesampainya di sini, ia langsung mengelilingi sisi demi sisi monumen kebanggaan warga Bondowoso.
Dengan polos ia bertanya, ”Mas kok nggak ada penampakannya ya ? Padahal dari namanya sudah angker!”
Spontan saya tertawa. Monumen Gerbang Maut hanya sebuah monumen biasa, tak ada hal mistik di sini, tak ada kuntilanak, suster ngesot, dan pocong mupeng. Namanya sedikit horor karena ceritanya pada zaman penjajahan belanda banyak warga Bondowoso yang tewas di gerbong kereta api ini dan untuk mengenang Bupati Bondowoso membuat sebuah monumen yang dinamakan Monumen Gerbong Maut.
Jadi tenang saja kalian tak akan kesurupan jika berkunjung ke monumen kebanggaan Kota Bondowoso ini.
Dari pusat kota Bondowoso ke arah timur kira – kira sekitar 1 kilometer dari alun- alun kota Bondowoso, terdapat salah satu peninggalan saksi sejarah perjuangan kemerdekaan yaitu Stasiun Lama Bondowoso yang kini tak lagi beroperasi.
Tempat yang wajib dikunjungi. Selain nuansa yang masih berupa bangunan asli Belanda, di tempat ini kita juga bisa belajar tentang sejarah perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan NKRI.
Untuk menempuh lokasi bisa menggunakan jasa abang becak yang banyak tersedia di setiap jalan ‘Kota Tape‘ dan jangan berharap di sini ada taksi. Namun saran saya lebih baik dengan jalan kaki saja lebih sehat sekalian pemanasan di kota tape yang udaranya cukup sejuk.
Warga Bondowoso sebagian besar adalah warga keturunan Madura. Selain itu ada juga orang Jawa, keturunan Tiongkok, juga keturunan Arab. Bahasa yang banyak digunakan di sini pun adalah bahasa Madura.
Jangan salah sangka, bahwa suku madura kasar – kasar. Salah, di Bondowoso kamu tidak akan menemukan hal seperti itu, jika berkunjung ke sini jangan sungkan untuk menyapa warga Bondowoso pasti kalian akan dapat banyak senyuman dari warga Bondowoso. Lihat saya saja bisa berpose dengan penjual warung nasi di Bondowoso.
Pernah ke Bondowoso? Jangan ngaku pernah ke Bondowoso kalau belum mencoba nasi macan Bu Banjir. Kedai nasi yang berada di Pasar Induk Kota Bondowoso dan satu – satunya yang buka dari jam 3 sore sampai jam 4 pagi.
Untuk masalah harga jangan khawatir, sangat sesuai dengan kantong kita. Anehnya mesikipun harga Bahan Bakar Minyak terus merangkak naik dan kurs rupiah semakin tak menentu nasi Bu Banjir dari dulu hingga detik ini masih tetap dengan harga Rp 5000 sangat pro rakyat bukan.
Bulan muharram adalah bulan yang sangat penting bagi kaum muslim karena hampir semua masyarakat Bondowoso adalah muslim maka pada Bulan Muharram pemerintah kota Bondowoso mengadakan Festival Muharram. Saat festival kita bisa menemukan aneka macam kuliner, festifal pawai, parade mobil hias, parade band sampai kerajinan khas Bondowoso.
Biasanya, festival ini dilaksanakan di alun-alun kota Bondowoso selama 1 minggu.
Jangan pernah lewatkan festival Muharram karena di sana banyak sekali makanan yang bisa dicicipi secara gratis!
Bosan dengan jajanan pasar dan ingin mencoba sedikit variasi menu yang banyak? Di Bondowoso juga ada pusat kuliner Bondowoso yang letaknya kira-kira 3 kilometer dari pusat alun- alun kota tepatnya di Kota Kulon.
Di sana kita bisa menemukan berbagai jenis makanan tentunya dengan harga yang sangat terjangkau dengan rasa ala resto.
Selain itu, patut dicoba Mie Iblis dan Mie Jotos, andalan kuliner di Pujasera Kota Kulon yang rasanya bisa dibilang cukup unik. Kedua mie yang dengan rasa pedas, sangat pedas bahkan extrapedas dengan berbagai levelnya, sangat direkomendasikan bagi pecinta kuliner pedas. Harga satu porsi mie-mie tersebut berkisar antara Rp 5000 – Rp 10.000 tergantung level kepedasannya. Yang paling penting, syarat untuk icip-icip kuliner ini hanya satu: seberapa besar nyalimu mencoba berbagai level pedas!
Bondowoso tak sama dengan kota metropolitan. Tak ada taksi, bahkan gojek pun masih belum ada di sini. Karena itulah Bondowoso mempunyai udara yang bersih dan baik untuk kesehatan paru-paru kita.
Nah, karena tak ada taksi ataupun gojek, jika kalian merasa lelah keliling Kota Bondowoso dengan jalan kaki, cobalah masih ada naik bendi (delman) yang siap mengantar kita berkeliling kota dengan hanya membayar tarif sekitar Rp 25.000. Pangkalan bendi biasanya ada di depan Masjid Attaqwa tepat di alun-alun kota.
Eits, jangan pulang dulu dari kota ini sebelum mencoba manisnya tape Bondowoso yang tersohor kenikmatannya sampai luar negeri dan jangan lupa pula mencicipi Janda Royal alias janda tajir kota khas Kota Bondowoso. Janda Tajir? Jangan salah sangka, janda tajir itu istilah lain dari jajanan khas Bondowoso yang terbuat dari tape dibalut dengan tepung dan kemudian digoreng. Biasa orang jawa menyebutnya dengan kue Rondo Royal.
Saya sarankan untuk mencicipinya di alun- alun Bondowoso. Di sana terdapat stand-stand penjual tape dan janda royal. Namun jika ingin membelinya sebagai buah tangan, kalian bisa membelinya di pusat oleh-oleh khas Bondowoso di toko Kiddis tepatnya hanya sekitar 100 meter ke arah selatan alun-alun Bondowoso. Di sana tak hanya ada rondo royal, juga banyak jenis kreasi olahan berbahan tape dari roll tape sampai nastar tape. Harganya bervariasi mulai dari harga Rp 5000 sampai harga Rp 50.000