Beberapa bulan ini publik tanah air dihebohkan dengan kenaikan harga tiket pesawat untuk penerbangan domestik yang meningkat sangat tajam. Bahkan hingga kini harga tiket pesawat juga tak kunjung turun meskipun sudah ada perintah langsung dari Presiden Joko Widodo. Kenaikan harga tiket pesawat ini turut berdampak negatif pada sektor bisnis dan pariwisata Indonesia.
Kenaikan harga tiket pesawat membuat konsumen menjerit. Bahkan di musim mudik lebaran kemarin, banyak yang kemudian beralih ke moda transportasi lain seperti bus dan kapal laut. Pemerintah melihat permasalahan ini berusaha bertindak cepat dengan mengeluarkan kebijakan baru yakni menurunkan tarif batas atas sebesar 12% hingga 16% dalam Revisi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 72 Tahun 2019.
Aturan tersebut telah berhasil menurunkan harga tiket pesawat untuk maskapai berlayanan penuh seperti Garuda Indonesia dan Batik Air. Namun untuk maskapai berbiaya murah (low cost carrier) seperti Lion Air, Citilink, dan Indonesia Air Asia belum bisa tersentuh oleh aturan tersebut. Pemerintah menghimbau agar maskapai-maskapai tersebut menurunkan tarif 50% karena tidak dikenai kebijakan batas atas.
Berdasarkan pengakuan dari para pelaku industri penerbangan Indonesia, setidaknya ada empat alasan utama yang mempengaruhi harga tiket pesawat. Berikut adalah penjelasan singkat empat alasan tersebut.
Avtur merupakan satu-satunya bahan bakar yang mampu membuat pesawat mampu melenggang terbang di angkasa. Biaya avtur mendominasi sekitar 40% dari struktur biaya operasional suatu maskapai penerbangan. Meskipun demikian, avtur tidak serta merta berpengaruh langsung pada kenaikan tarif tiket pesawat. Justru beban biaya operasional lainnya seperti leasing pesawat dan maintenance yang cukup tinggi ditengah rendahnya nilai tukar Rupiah.
Sektor penerbangan merupakan bisnis yang sangat sensitif terhadap pergolakan nilai tukar mata uang terhadap US Dollar. Maskapai penerbangan harus menanggung biaya sewa pesawat dalam denominasi mata uang US Dollar dengan porsi mencapai 20% dari total biaya penerbangan. Selain itu operasional seperti maintenance, leasing, dan avtur juga harus dibayar dengan US Dollar.
Penerbangan domestik lebih mahal disebabkan karena adanya beban dari Pajak Penambahan Nilai (PPN) sebesar 10%. Hal ini sempat membuat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah menurunkan beban pajak untuk penerbangan domestik menjadi 5% agar tidak mereduksi potensi pendapatan.
Alasan lain yang diduga menjadi penyebab utama tingginya tarif tiket pesawat adalah adanya pembentukan harga yang dilakukan beberapa maskapai penerbangan. Monopoli harga semacam ini merupakan pelanggaran hukum yang dapat merugikan konsumen. Pemerintah melalui Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencoba melakukan pengawasan untuk menghindari hal ini terjadi.