Menjelang PON (Pekan Olahraga Nasional) 2020, Jayapura bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk terus melakukan pembenahan dalam mempercantik wilayahnya. Jembatan Holtekamp sudah siap diresmikan akhir tahun ini. Destinasi wisata baru pun mulai bermunculan, salah satunya adalah Kawasan Wisata Bird Watching Isio Hill’s yang terletak di kawasan Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Kabupaten Jayapura.
Kawasan wisata Bird Watching Isio Hill’s ini merupakan bentuk pengelolaan ekowisata masyarakat adat setempat secara lestari. Besarnya potensi Wisata Bird Watching Isio Hill’s memunculkan inisiatif warga lokal untuk mendirikan kawasan ekowisata.
Sebenarnya, ada banyak model wisata yang bisa diterapkan untuk kembangkan potensi wisata Isio Hill’s, namun mengingat Bukit Isio ini merupakan habitatnya burung cenderawasih dan burung-burung langka di Papua, maka model wisata segmented ‘bird watching’ dianggap lebih cocok.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Learning Center, Marketing and Communication Coordinator, Ade Eka Sangadji, saat dihubungi tim Phinemo, Rabu, (18/4).
“Bukit Isio merupakan habitatnya burung cenderawasih, ada 4 jenis. Selain burung cenderawasih, ada rajawali papua, paruh bengkok, sekitar 88 jenis burung. Melihat kondisinya yang kaya, ada inisiatif dari masyarakat untuk mengembangkan ekowisata.”
Saat ini, kunjungan wisatawan untuk pemantauan burung baik lokal, nasional maupun manca negara dari waktu ke waktu mengalami peningkatan yang signifikan.
Di Bird Watching Isio Hill’s, wisatawan dapat memantau langsung empat jenis Burung Cenderawasih di lokasi Isio Hiils yaitu Cenderawasih Raja (Cincinnurus regius), Cenderawasih Kecil (Paradisea minor), Cenderawasih Mati Kawat (Celecoudis melanoleuca) dan Cenderawasih Paru Sabit Paruh Putih (Epimachus bruijnii). Selain itu, ada 88 jenis burung lain yang tak kalah indah.
Dengan potensi yang ada, masyarakat adat setempat pun mengelola menjadi destinasi wisata. Agar kawasan wisata bird watching ini berkembang lebih baik, WWF Indonesia turut andil menjembatani pengelola Kawasan bird watching Isio Hills dengan pihak-pihak yang ingin membantu mengembangkan kawasan wisata tersebut.
“Kami medukung masyarakat dengan membantu membukakan pintu dana-dana hibah. Caranya dengan membangun menghubungkan bumn menghibahkan dana bantuan untuk masyarakat. Misalnya membantu pelatihan, sekolah alam, memberi alat pemintal noken, training management, membangun infrastruktur, penambahan homestay. Intinya menjembantani dengan pihak-pihak yang ingin memberikan bantuan.” tutur Ade Eka Sengadji
Seperti contohnya pada November 2017 lalu, tujuh BUMN yang terdiri dari PT. Telkom Indonesia, PT. Garuda Indonesia, PT. Bank BNI Tbk. PT. Pembangunan Perumahan, PT. Wijaya Karya, PT. Bank Mandiri Tbk., dan PT PLN, sepakat memberikan dukungan untuk pengembangan Ekowisata Bird Watching Isio Hill’s.
Bantuan dana hibah tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Ade Eka, bantuan yang didapatkan dari BUMN tersebut berupa pelatihan pemberdayaan masyarakat sekitar, pengembangan infrastruktur, pemberian bantuan alat pemintal noken, sekolah alam, training manajemen dan lainnya.
“Masyarakat adat yang mengelola hutan sendiri, pemandu dikelola sendiri, ada pemberdayaan masyarakat misalnya ibu-ibu sediakan makanan untuk turis-turis yang datang, ada juga pengembangan ekonomi kreatif. Mereka juga membentuk sekolah alam informal di kawasan adat bukit Isio untuk mengembangkan traditional knowledge. Jadi semua yang menyelenggarakan masyarakat. Dari masyarakat hasilnya pun untuk masyarakat,” jelas Ade Eka.
Dengan diberikannya bantuan tersebut, masyarakat sekitar yang mengelola kawasan Bird Watching Isio Hill’s akan merasakan langsung dampak positifnya.
Manfaat material sudah jelas. Banyaknya wisatawan asing yang mulai berdatangan, hasil penjualan industri kreatif setempat, homestay, tour guide, semuanya bisa langsung dirasakan masyarakat.
Pengembangan skill, knowledge, infrastruktur, jauh memiliki manfaat yang besar untuk ke depannya.
Selain membantu menjembatani masyarakat setempat dengan pihak-pihak yang ingin memberikan bantuan, WWF memiliki peran besar dalam mengadvokasi kawasan hutan adat di kawasan bukit Isio, Jaya Pura.
“Peran lain mengadvokasi. Misalnya kawasan adat di sana. Kami merasa perlu membantu masyarakat setempat untuk melindungi kawasan hutan dari perambahan-perambahan hutan yang marak, illegal logging dan untuk itu kami melindungi hutan dengan mendorong kebijakan kebijakan yang pro masyarakata adat. Jadi ada surat keputusan bupati untuk melestarikan pengelolaan hutan adat. Di situ ada juga hutan produksi, jadi dengan adanya surat keputiusan tersebut, pengelola hutan harus memnghrormati hak-hak adat yang ada di dalamnya,” tambahnya.
Dengan demikian, masyarakat adat setempat tak perlu khawatir jika nantinya terbentur masalah sengketa hutan atau hal-hal lain yang mungkin mengancam keberadaan hutan adat di Bukit Isio karena WWF akan terus mendorong kebijakan pemerintah untuk menjaga kelestarian wilayah hutan adat.
Meski demikian, yang perlu diperhatikan dalam pengembangan wisata Bird Watching Isio Hills adalah terkait pengelolaan lebih lanjut.
Untuk diketahui, sekarang ini tren pariwisata dunia memang sedang tinggi. Kini, banyak bermunculan destinasi wisata baru untuk menarik wisatawan. Namun, ada yang terlupakan, pengelolaan yang kurang baik lambat laut ‘mematikan’ destinasi wisata tersebut.
“Kami yakin, jika sesuatu hal tersebut dibangun berdasarkan keinginan masyarakat, kemudian dikelola masyarakat dan hasilnya dirasakan masyarakat langsung, kunjungan wisatawan meningkat, akan ada semangat dan optimisme masyarakat. Kami optimis dengan pendampingan yang baik tentunya,” pungkas Ade Eka.
Menanggapi hal tersebut, WWF yakin jika nantinya Bird Watching Isio Hill’s akan mampu menghadapi hal tersebut. Kawasan wisata bird watching Isio Hills ini tak akan mati begitu saja.
Sesuatu hal yang dibangun berdasarkan keinginan masyarakat sendiri, dikembangkan sendiri, dan hasilnya pun dikelola sendiri tentu akan menghadirkan semangat tinggi untuk menjaganya.