Wisata Seks Legal De Wallen dan Kisah Legendarisnya

De Wallen atau Red Light District pernah sangat populer sebagai wisata seks legal terbesar di Belanda, atau bahkan mungkin dunia. Kini ia telah berganti wajah.

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

Menyebut wisata seks legal, ‘distrik lampu merah’ di Belanda pasti langsung muncul dalam pikiran. ‘De Rosse Buurt’ atau Distrik Lampu Merah disebut juga De Wallen. Tempat ini terletak di Amsterdam.

Di daerah bernama De Wallen, semua jenis hiburan bagi pria dan wanita hidung belang disajikan secara legal. Mulai dari prostitusi, toko alat bantu seks dan video porno, sampai hotel ‘esek-esek’.

Kawasan wisata seks legal De Wallen bahkan secara terang-terangan dijual oleh agen perjalanan wisata dalam suatu paket bagi para turis, khususnya yang berasal dari luar Belanda. Wisata prostitusi telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis yang berlibur ke Amsterdam.

Baca juga: Festival pen*s di Jepang, nyata atau hoax?

Wisata seks legal di De Wallen atau Red Light District disebut sebagai yang terbesar di Belanda, atau bahkan dunia. (Foto/CNTraveler).

Prostitusi di Amsterdam memang hampir setua kota ini sendiri.

Saat awal abad ke-15, para wanita penghibur dikonsentrasikan dan diwajibkan untuk tes kesehatan agar bisa melayani nafsu prajurit dengan aman. De Wallen lalu ditetapkan sebagai pusatnya, supaya seks komersial ini lebih mudah diatur dan tidak tersebar kemana-mana.

Seiring perkembangan zaman, para wanita penghibur banyak yang turun ke jalanan dengan dalih mencari pemasukan lebih.  Di tahun 1960-an di Belanda, ini masih ilegal, bila dilakukan di jalan. Tapi tidak jika di dalam rumah. Kala itu mereka hanya boleh duduk di balik jendela dengan tirai yang nyaris ditutup. Para wanita itu menyalakan lampu berwarna merah sehingga pendarnya terlihat dari celah bangunan. Hal itu sebagai tanda bagi para pria pengguna jasa mereka, bahwa jasa mereka buka.

Di tempat wisata seks legal De Wallen, para wanita penghibur bersaing secara profesional. (Foto/merdeka.com)

Hingga sampai beberapa tahun lalu, lampu berpendar merah masih digunakan. Bedanya, kini tirai boleh dibuka, dan De Wallen telah dikenal sebagai wisata seks legal terbesar di dunia.

Di samping statusnya yang legal, tampilan De Wallen ini tak ubahnya kawasan perkantoran biasa.  Pekerjaan wanita penghibur tersebut diakui oleh negara. Tak bisa sembarangan untuk bisa menjadi wanita penghibur di De Wallen, harus menjalani beberapa tes dan disertifikasi. Mereka pun membayar pajak seperti pekerja pada umumnya. Tak hanya itu, mereka memiliki organisasi di atasnya yang menaungi dan mengatur mereka secara profesional.

Soal harga mereka? Jangan ditanya, dalam rupiah, pemasukan mereka mencapai puluhan kali lipat dari wnaita penghibur di Indonesia. Terlepas dari nilai tukar rupiah dan perbedaan taraf hidup, mahalnya wanita penghibur di sini terkait dengan kualitas pelayanan yang terjamin.

Di De Wallen juga terdapat museum prostitusi resmi. (Foto/panoramio).

De Wallen Kini

Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kota Amsterdam memutuskan untuk mengubah citra negatif tersebut. Sejak tahun 2008, Wali Kota Amsterdam Job Cohen meluncurkan proyek 1012, yang merupakan kode pos daerah De Wallen.

Wajah baru De Wallen. (Foto/detikinet).

Proyek ini bertujuan untuk mengubah citra Amsterdam sebagai wisata seks legal terbesar di Belanda menjadi kota kreatif. Cohen menetapkan waktu minimal 10 tahun untuk bisa mengubah daya tarik wisata Amsterdam, karena tingkat kesulitan yang luar biasa tinggi.

Aksi penggusuran wisata seks legal yang dilakukan Cohen ini serupa dengan aksi Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya yang menutup lokalisasi Gang Dolly pada 19 Juni 2014 silam. Kala itu Dolly memang sudah tersohor sebagai lokalisasi PSK terbesar se-Asia Tenggara sebelum ditutup paksa oleh Risma.

Baca juga: Ragam wisata ajaib di dunia, bukan manipulasi digital

Kini, di Amsterdam sudah tidak bisa kita lihat lagi rumah bordil atau kedai kopi yang menyediakan ganja bagi pelanggannya.

Ratusan wanita penghibur yang menjadi penghuni toko-toko di De Wallen digantikan oleh seniman dengan berbagai keahlian mulai dari melukis, patung, dan toko pakaian jadi. Beberapa restoran dan kedai kopi juga nampak bermunculan di distrik tersebut.

Program Wali Kota Cohen belum berhasil menutup seluruh rumah bordil di De Wallen. Dari sekitar 470 rumah bordil yang ada di sana, baru 150 yang berhasil ditutup.

Pemerintah Kota Amsterdam juga memutuskan mempertahankan museum seks sebagai bagian dari sejarah De Wallen.

Pemerintah daerah merekomendasikan beberapa tempat menarik untuk menyesap nikmatnya kopi, bersantap, dan menikmati hiburan lain di De Wallen yang telah berganti wajah, seperti De Koffieschenkerij, Quartier Putain, dan Koko Coffee & Design untuk berbincang sambil minum kopi.

Ada juga Cut Throat Barber Brunch & Bar, De Prael, dan Porem sebagai bar tempat untuk minum bir dan menikmati berbagai jenis minuman beralkohol lainnya.

Sementara untuk bersantap, ada Dum Dum Palace, Mata Hari, serta Cannibale Royale di mana wisatawan bisa menikmati steak, makanan khas Belanda, sampai masakan Asia.

Untuk berbelanja, mereka merekomendasikan toko Ivy & Bros, Anna + Nina, dan TonTon Club yang bermunculan di bekas area wisata seks legal De Wallen.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU