Wisata kuliner di Aceh mengeluarkan ketentuan baru terkait rumah makan dan minum di sana. Aturan yang disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, mengharamkan lelaki dan perempuan non muhrim duduk satu meja.
Pemerintah Kabupaten Bireuen juga melarang pramusaji untuk melayani pelanggan perempuan di atas pukul 21.00 WIB serta melarang pramusaji perempuan untuk bekerja di atas pukul 21.00 WIB.
Aturan ini menyebutkan bahwa lelaki dan perempuan diperbolehkan duduk satu meja bila mereka adalah muhrim, yakni suami-isteri atau memiliki hubungan saudara sedarah. Perempuan juga bisa dilayani di atas pukul 21.00 WIB jika ditemani suami atau anggota keluarganya.
Aturan baru wisata kuliner di Aceh ini telak menimbulkan banyak kecaman. Aturan ini secara langsung membatasi ruang lingkup perempuan untuk bebas berkehidupan dan setara dengan lelaki.
Bila berdasar pada aturan syariat ajaran tertentu, maka hal ini perlu ditinjau ulang dan banyak pertanyaan-pertanyaan besar yang mesti dikritisi lebih dalam, seperti ”mengapa ada batasan waktu pada malam hari, mengapa ada pemisahan untuk makan satu meja, mengapa yang dikenai aturan-aturan tak masuk akal tersebut adalah perempuan, dan bukan lelaki?”
Tak hanya itu, aturan ini juga secara langsung justru mematikan sendi perekonomian dan menghambat lumbung usaha wisata kuliner di Aceh.
Melalui kasus ini, kita disadarkan untuk mengetahui berbagai aturan terkait wisata yang ada di suatu daerah, khusunya bagi Anda yang senang berpetualang ke luar daerah asal.
Kita tetap dapat mengikuti aturan yang dianjurkan di tiap wilayah, namun juga tak lupa untuk selalu kritis terhadap tiap-tiap aturan yang ditetapkan, apakah aturan tersebut memanglah efektif atau justru bias gender dan diskriminatif.