Heran Mengapa Tempat Wisata yang Ramai di Indonesia Itu-itu Saja? Ini Sebabnya

Pengembangan wisata jangka panjang itu 'kurang seksi'

SHARE :

Ditulis Oleh: Shabara Wicaksono

 

CC Flickr 2.0 Torro Lumentut

Pengembangan destinasi wisata tidak seperti lari sprint 100 meter. Sekarang dilepas tembakan start, 9-10 detik kemudian sudah diketahui siapa-siapa pemenangnya – Menpar Arief Yahya

Pekerjaan pariwisata adalah pekerjaan jangka medium dan panjang. Menurut Menpar, mungkin karena alasan tersebut, dulu tidak banyak kepala daerah yang tertarik menjadikan sektor pariwisata sebagai leading sector pembangunan di daerahnya.

“Karena investasi yang ditanam saat ini, baru akan running 2-3 tahun, lalu mulai kelihatan respons publiknya setelah 5 tahun. Sementara masa kerja bupati walikota hanya 5 tahun, sehingga kalaupun jadi, hanya dicatat dalam prasasti atau monument sebagai pejabat yang meresmikan objek wisata saja. Mungkin karena inilah, pariwisata dianggap ‘tidak seksi’, selama ini.”

Tetapi Menpar Arief Yahya yakin, kini makin banyak kepala daerah, bupati, walikota dan gubernur yang meyakini bahwa pembangunan jangka menangah dan panjang itu penting. Karena masyarakat akan mendapatkan benefit lebih sustain, berkelanjutan, dan jangka panjangnya. Hanya pariwisata yang memiliki nilai keberlangsungan yang lebih panjang.

“Istilahnya, semakin dilestarikan, semakin mensejahterakan,” kata Menpar Arief Yahya.

Memang benar. Mari kita tengok Bali, di saat pertumbuhan ekonomi nasional 5 persen, Pulau Dewata lebih dari 7 persen.

Sektor pariwisata itu masuk kategori gelombang ke-4, setelah tiga gelombang Alfin Toefler selesai, yakni agriculture, manufactur, dan information technologi. Gelombang ke empat adalah cultural industry atau creative industry.

“Pariwisata termasuk cultural/creative industry. Ke depan, akan semakin kuat. Bahkan sangat berpotensi menggeser oil and gas, coal dan kelapa sawit,” ucap Arief Yahya.

 

Indonesia butuh travelmart

Orang Indonesia yang ke luar negeri 30 juta, sedangkan turis mancanegara yang masuk ke Indonesia baru 10 juta

Ketua ASITA, Asnawi Bahar percaya dengan proses yang sedang dijalankan Menpar Arief Yahya, pengembangan destinasi dan industri pariwisata yang semakin gencar dan cepat. Promosi ke mancanegara dengan berbagai saluran komunikasi juga besar-besaran untuk menancapkan brand Wonderful Indonesia.

Pengalaman selama beberapa hari mengikuti Travelmart Internationale Tourismus Bourse  (ITB) Berlin, memunculkan banyak inspirasi baginya.

“Indonesia harus punya, travel mart tempat bertemunya perusahaan tour & travel, seller dan buyer, karena potensi Indonesia sangat bagus,” jelas Asnawi Bahar.

“Saat ini masih belum berimbang. Orang Indonesia yang ke luar negeri 30 juta, sedangkan turis yang masuk ke Indonesia baru 10 juta. Tugas ke depan adalah memperbanyak arus wisman yang masuk ke tanah air karena kita tidak bisa melarang orang Indonesia untuk pergi ke luar negeri,” tambahnya.

Jika ditilik, Indonesia memang cukup tertinggal. Malaysia punya MATTA Fair, yang kemudian dikembangkan ke negara-negara bagian, dalam satu tahun bisa lebih dari 7 seri. Begitupun Singapura, Thailand, Filipina, Jepang, Korea, Hongkong, China, India, Australia, Dubai, semua punya.

Di era global saat ini, Indonesia jangan sampai hanya dijadikan target market bagi negara-negara lain. MEA – Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah mulai, jika masyarakat tidak mempersiapkan diri dengan matang, boleh jadi, hampir bisa dipastikan Indonesia hanya menjadi pasar potensial saja.

 

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU