Tidur dalam tenda dengan matahari terik memang bukan pilihan tepat, gerahnya sangat mengganggu.
Ku buka tenda, menyalakan kompor untuk membuat minuman hangat dan mie instan untuk sarapan. Ada suasana yang sedikit membuatku merenung dan mengenang beberapa saat.
‘Everything has change, begitu juga tempat ini.’
Kampung Promasan yang dulu masih sepi, sekarang puluhan tenda terlihat dengan berbagai warna dan merk, menyebar memenuhi area lapang di Promasan pagi itu. Semalam ketika aku sampai belum banyak terlihat karena kabut.
Hiruk pikuk anak-anak kecil berkejar-kejaran. Ternyata sedang ada acara kemah yang diadakan salah satu Sekolah Alam.
***
Gunung ungaran telah menjadi pilihan untuk aktivitas alam bebas dewasa ini. Baik kalangan pendaki sendiri, hingga masyarakat umum berbagai jenjang umur pun ramai-ramai berkunjung. Kini Promasan ramai dikunjungi untuk berbagai acara dengan peserta yang selalu banyak.
Sedikit kontras dengan kondisi dahulu saat pertama kali aku kesini, hanya pendaki-pendaki dari berbagai kelompok Pecinta Alam yang aku temui di Promasan.
Bagi para pendaki yang dulu-dulu yang masih sempat merasakan Promasan saat masih sepi, mungkin kini mulai merasakan kangen suasana sepi itu.
Beberapa pendaki lebih sering untuk camping di area Promasan ketimbang naik sampai puncak. Seorang teman berkelakar, menyebut Promasan adalah puncak ‘kenikmatan’ Gunung Ungaran. Bagaimana tidak, indahnya pemandangan puncak dan dikelilingi hijaunya kebun teh sangat memanjakan mata.
Promasan kini juga sudah ada pasokan tenaga listrik melalui teknologi mikro-hidro. Tak ada lagi batas jam untuk penerangan, beberapa sudut jalan Kampung Promasan sekarang terang oleh lampu-lampu dari matahari mulai terbenam hingga pagi menjelang.
Kampung tak lagi bergantung pada generator set yang membutuhkan biaya lumayan untuk operasinya.
Aku ingat dulu saat baru satu dua kali ke Promasan, jika bingung atau lupa jalan akan menuju area kampung saat malam yang menjadi patokan adalah lampu-lampu rumah di kampung Promasan. Bahkan dulu sering berpacu dengan waktu karena jika terlalu malam pasokan listrik dari genset sudah dimatikan.
Kini mungkin tak akan ada lagi yang tersesat atau bingung jalan menuju Promasan, karena lampu-lampu kampung akan terus menyala.
***
Belum ke Promasan jika belum mampir ke rumah Biyung dan Pak Min. Hanya sekadar menyapa dan berjabat tangan dengan Biyung atau meneguk teh hangat buatan Pak Min, hingga menginap.
Biyung dengan segala kerendahan hatinya selalu ramah dengan setiap pendaki yang berkunjung ke rumahnya. Menawari minum, makan, dan menginap tanpa meminta imbalan. Namun biasanya para pendaki mempunyai inisiatif untuk memberi uang atau barang-barang kebutuhan rumah untuk menggantinya.
Bagiku sendiri yang bahkan sampai sekarang belum tahu nama asli Biyung, kadang suka bercanda dengannya. Bukan karena tak ingin mencari tahu nama aslinya, hanya saja ada rasa nyaman saat memanggilnya Biyung, yang dalam bahasa Indonesia berarti Ibu. Selayaknya ibu dengan segala kasih sayangnya kepada anak, Biyung adalah ibu bagi para pendaki gunung Ungaran.
Sedikit berbeda dengan Biyung, Pak Min menawarkan jasa menginap di rumahnya. Dengan biaya yang tak mahal tentunya, menjadi pilihan menginap saat ada acara denga peserta yang banyak. Selain penginapan, di rumah Pak Min juga ada makanan dengan sayur dan lauk juga minuman-minuman hangat. Namun begitu, keramahan dan kerendahan hati Pak Min beserta istri dan keluarganya yang membuat kerasan.
Bagi kalangan pendaki gunung Ungaran, Biyung dan Pak Min sudah menjadi ‘legenda’ dan berkunjung ke rumahnya merupakan hal wajib.
***
Meski dengan banyak perubahan dan perkembangan, Promasan masih tempat yang selalu membuat kangen. Terbukti karena aku sendiri pun tak pernah merasa bosan meski berkali-kali mengunjunginya, Promasan juga selalu ramai pendaki.
Masih dengan balutan hawa dingin sekaligus hangat dari matahari, masih ada satu yang sampai saat ini. Rasa syukur tak terkira masih bisa menikmati anugerah keindahan ciptaan-Nya. Promasan adalah ‘Negeri Atas Awan’ yang mengajarkan arti bersyukur sesungguhnya. Menerima apapun nikmat yang diberikan-Nya.
Tak lama setelah menyantap sarapan kusempatkan untuk mengelilingi Promasan dengan wajahnya sekarang. Sebelum lewat tengah hari akupun berkemas, membongkar tenda lalu mengepak dalam ransel beserta barang lainnya. Dengan iringan lagu Paradise Coldplay dari earphone di telinga, kulangkahkan kaki meninggalkan Promasan.
Di dalam hati diriku sendiri berkata, “Terimakasih Promasan, ada cerita lagi untuk anak-cucu kelak…”
Tulisan ini juga bisa kamu baca di Malesbanget.com