Candu Foto Selfie Tak Hanya Dialami Indonesia

Dampak buruk tren foto selfie sudah tidak terbendung lagi. Sebaiknya pikirkan ulang apa yang akan diunggah di sosial media.

SHARE :

Ditulis Oleh: Echi

Sosial media telah mengubah gaya liburan seseorang. Sebelum ada sosial media, foto liburan hanya disimpan dalam album kenangan atau deretan folder bertulis tanggal kapan jalan-jalan. Dengan hadirnya sosial media, membuat album kenangan begitu mudah. Hanya memosting di sosial media, hampir semua orang bisa mengaksesnya dengan mudah.

Dampaknya, timeline sosial media pun riuh akan foto selfie orang-orang yang berkunjung ke destinasi wisata. Sering kali, foto-foto liburan nan cantik membuat ‘para penonton’ iri. Tak ingin dibilang cupu, hasrat ingin segera ke lokasi kekinian pun harus terealisasi.

Yang disayangkan, keinginan hasilkan foto instagenik tak diimbangi dengan etika, sopan santun, dan kewaspadaan.

Pada tahun 2015, seorang mahasiswa berusia 21 tahun bernama Ery Yunanto  terjatuh saat berfoto selfie di Puncak Garuda Gunung Merapi. Kasus rusaknya taman bunga amarylis yang hancur akibat serbuan para pecandu selfie pun dihujani cibiran. Lalu, ada juga kejadian jembatan gantung di Aceh yang ambruk akibat kelebihan muatan.

Dan, mengerikannya, tren foto selfie di spot foto kekinian ini tak hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara maju dengan tingkat pendidikan yang lebih baik pun mengalami hal serupa.

Belum lama, dua turis wanita asal Belanda dan Italia bertikai hanya karena memerebutkan spot foto paling depan di Air Mancur Trevi, Roma. Kedua turis tersebut saling menjambak rambut meski pada akhirnya berakhir dihentikan polisi.

Baca juga: 2 Turis Wanita Jambak-Jambakan di Depan Air Mancur Trevi Gara-Gara Selfie

Dampak syndrom gila foto selfie, dua turis wanita di Roma berkelahi.

Dari Roma, Italia kita berpindah ke Australia. Tebing Wedding Cake Rock di Sidney Australia pun tak luput dari kegilaan turis yang hobi foto selfie. Meski sudah terpampang larangan memasuki area tebing, ratusan turis berduyun-duyun untuk berfoto di tebing paling instagenik di Australia itu. Mereka berpose di tepian- bahkan menggantung di samping tebing.

Baca juga: Etika berfoto selfie di alam

Lalu, pada tahun 2014, seorang turis Perancis jatuh dan mati ketika sebuah tebing runtuh. Setahun berikutnya, dua pria harus ditarik dan terpelanting ke tempat aman agar tidak terjatuh.

Di Toronto, Kanada, keluarga Bogle harus menutup kebun bunga matahari ‘Bogle Seeds’ akibat ulah turis. Menurut situs berita ABC, turis seantero Toronto datang untuk melihat dan berswafoto di kebun bunga matahari Bogle Seeds.

Dampak dari tren foto selfie. Foto dari cbc.ca

Kepada The Globe and Mail, Marlene Bogle bercerita bahwa awalnya kebun yang ditumbuhi 1,4 juta bunga matahari tersebut dibuka untuk umum pada Jumat (20/7/2018). Siapapun yang ingin berfoto di ladang harus membayar $7,50 per orang. Keluarga Bogle menyediakan tempat parkir dengan kapasitas 300 mobil dan tak lebih dari 100 kendaraan diparkir pada minggu pertama.

Situasi berubah setelah beberapa foto orang berpose di tengah kebun bunga matahari viral di Instagram. Gelombang wisatawan yang ingin berfoto di kebun bunga matahari pun melonjak. Parkir mobil mengulas hingga satu km. Diketahui, sebanyak 7.000 mobil turis memadati wilayah sekitar Bogle Seeds Farm.

Sedih melihat kebun matahari yang rusak, keluarga Bogle pun menutup kebunnya. Marlene Bogle mengatakan bahwa mereka akan menutup kebun dari wisatawan yang ingin berswafoto.

Ya, tren berfoto kekinian bukan hanya terjadi di Indonesia. Kegilaan foto selfie di tempat wisata sudah menjadi masalah global. Fenomena ini pun meresahkan banyak kalangan.

Baca juga: Alasan mengapa Anda jangan naik gajah saat liburan

Maka, sebagai pengguna sosial media dan pelancong yang bijak, sebaiknya pikirkan ulang apa yang akan diunggah di sosial media. Pikirkan juga dampak jangka panjangnya. Sudah seharusnya kita semua perlu berefleksi soal tanggung jawab konservasi saat mengambil dan mengunggah gambar di media sosial.

SHARE :



REKOMENDASI




ARTIKEL KEREN PALING BARU