Setiap daerah di Indonesia memiliki beragam tradisi untuk menyambut bulan ramadhan. Termasuk di Aceh Besar di mana para lelakinya pasti akan memasak untuk berbuka puasa. Bukan menu sembarangan, menu yang dimasak adalah kari sapi dan kambing atau lebih dikenal sebagai ‘kuah beulangong’.
Tradisi ini sudah ada sejak dulu. Warga Desa Meunasah Bak Trieng, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar lah yang hingga saat ini mempertahankan tradisi.
Menu ini kerap dimasak setiap memperingati kenduri Nuzul Qur’an pada setiap pertengahan bulan suci Ramadhan.
“Setiap tahun kami memperingati Nuzul Quran dengan memasak kuah beulangong untuk kenduri bersama,” ujar Mukhtar, Kepala Urusan (kaur) Gampong Meunasah Bak Trieng, dilansir dari travel.tribunnews.com pada Kamis (8/6/2018).
Menurut Mukhtar, panitia akan menyediakan dua ekor sapi dan dua ekor kambing untuk dimasak oleh para lelaki menjadi kari sapi dan kambing khas Aceh Besar ini.
“Tahun ini, ada dua ekor sapi dan kambing untuk masak kuah beulangong yang dimasak dalam 26 kuali besar,” ujarnya dilansir dari sumber yang sama.
Biaya untuk tradisi masak saat kenduri Nuzul Qur’an ini bisa mencapai jutaan rupiah. Biaya biasanya merupakan sumbangan dari setiap kepala keluarga secara sukarela. Mulai dari Rp20.000, Rp70.000 hingga Rp100.000.
“Biaya kenduri ini sumbangan dari warga, masing-masing warga menyumbang susuai dengan kemampuan. Tetapi untuk janda dan keluarga fakir miskin kita menerima sumbangan,Walau sumbangan berbeda, pembagian sama dan merata tidak membedakan. Selain kuah beulangong dibagikan untuk seluruh warga, kami juga mengundang warga dari tiga desa tetangga untuk kenduri buka puasa bersama.” imbuhnya.
Kuah beulangong atau masakan kari daging sapi dan kambing khas Aceh Besar ini dipisah agar tidak amis. Seluruh proses memasaknya menjadi tanggung jawab kaum laki-laki hingga proses dibagi untuk seluruh warga.
Semua proses biasanya dilakukan sejak pagi hingga waktu dzuhur. Usai dzuhur masakan kuah beulangong telah masak dan siap dibagi. Lonceng adalah petanda panggilan seluruh warga agar segera menasah untuk mengambil kuah beulangong sebagai bekal berbuka puasa.
“Di desa kami ini setiap tahun ada dua kali kenduri kuah beulangong, yaitu pada saat Maulid dan Nuzul Quran. Jadi sudah tradisi kaum laki-laki yang bertanggung jawab untuk memasak hingga membagikan,” pungkasnya.