Tanggal 30 Agustus 1999, masyarakat Timor Leste menggelar referendum yang disponsori oleh PBB. Hasilnya, sebagian besar masyarakat Timor Leste memilih untuk melepaskan diri dari Indonesia dan merdeka menjadi satu negara mandiri. Lebih dari 20 tahun berlalu, Timor Leste menjelma jadi negara termiskin di dunia dan masih begitu bergantung kepada Indonesia .
Memimpin sebuah negara bukan hal yang mudah, itu tercermin pada apa yang terjadi dengan Timor Leste saat ini. Banyak hal yang harus dibenahi, terutama perihal perekonomian yang kaitannya dengan pertumbuhan negaranya. Dan Timor Leste gagal, pertumbuhan negaranya sangat lambat sehingga menempatkannya sebagai salah satu negara termiskin di dunia.
Berdasarkan data yang telah dilaporkan oleh United Nations Development Programme (UNDP), Timor Leste menempati peringkat ke-152 sebagai yang termiskin di dunia dari 162 negara yang terdaftar. Satu lagi, Timor Leste masih sangat bergantung pada Indonesia. Berbagai kebutuhan pokok masih impor dari Indonesia, mulai dari pakaian, elektronik, beras, dan lainnya.
Timor Leste tidak memiliki cukup anggaran negara untuk membangun berbagai infrastruktur di negaranya. Oleh karena itu, ia bergabung dengan Asian Infrastructure Investment Bank. Bersama dengan China, Timor Leste akhirnya mampu membangun infrastruktur yang mencakup teknologi di bidang pertanian, perencanaan tata kota, dan pariwisata.
Minyak dan tambang menjadi komoditas utama, namun sayangnya Timor Leste belum bisa mengolahnya. Alhasil Australia mengambil peran dan banyak membantu pengolahan tambang di negara itu. Saat pandemi pun tidak mampu menjemput rakyatnya di China dan melakukan karantina. Menteri Perencanaan dan Investasi Timor Leste, Xanana Gusmao, sempat meminta bantuan Indonesia agar bersedia menjemput dan dikarantina.
Australia memiliki peran besar dalam memperjuangkan kemerdekaan bagi Timor Leste dari Indonesia. Bumi Lorosae dibantu dengan pasukan militer terlatih oleh Australia untuk membelot dari Indonesia. Belakangan bantuan itu ternyata tidak gratis. Australia telah lama mengincar sesuatu yang besar dari Timor Leste, batas maritim yang akan menguntungkan Australia.
Di kedalaman laut Timor Leste tersimpan emas hitam yang berharga dalam jumlah besar, minyak bumi. Dengan akses itu, Australia dapat memperoleh banyak keuntungan darinya. Menyadari akal bulus ini, Timor Leste pun memperjuangkan masalah perbatasan antara Dili dan Canberaa kepada Mahkamah Tetap Arbritase di Den Haag Belanda sejak 10 tahun terakhir.
Dahulu antara Timor Leste dan Australia terikat sebuah perjanjian Certain Maritime Arrangemetsin the Timor Sea (CMATS). Perjanjian ini mengatur, bahwa persediaan minyak dan gas bumi di kawasan maritim itu dibagi dua kepada Indonesia dan Australia. Karena merasa dirugikan, tahun 2017 Timor Leste secara resmi mengakhiri perjanjian itu secara sepihak.
Mengingat bahwa Timor Leste belum bisa mengolah sumber daya alamnya secara mandiri, maka ini berarti minyak dan gas alam di negara itu akan teronggok begitu saja tak termanfaatkan jika perjanjian dengan Australia diakhiri. Namun langkah tegas ini perlu dilakukan karena Australia telah banyak mencurangi dan mengeksploitasi alam Timor Leste berlebihan.
Mengingat kondisi negaranya yang memprihatinkan, beredar isu di tengah masyarakat Timor Leste, jika ada kesempatan kedua mereka ingin kembali menjadi bagian dari Indonesia. Timor Leste menyesal berpisah dari negara Indonesia. Hal ini pun sontak menjadi perbincangan banyak pihak dan langsung menjadi trending di media sosial.
Hal ini tentu saja sangat mencengangkan mengingat betapa getolnya Timor Leste di akhir abad 20 lalu yang ingin merdeka dari Indonesia. Ini masuk akal dengan kondisi negara itu saat ini. Laman Heritage menyebut bahwa kebebasan ekonomi Timor Leste hanya 45,9 dan menduduki di peringkat 171 negara di dunia dalam indeks 2020. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang lemah pun dituding sebagai penyebabnya.
PDB Timor Leste sangat lemah meskipun terjadi peningkatan sejak tahun 2009, namun itu belum cukup. Tidak hanya itu, perekonomian Timor Leste hanya bergantung pada pengeluaran pemerintah. Sedangkan dana yang masuk hanya dari sektor perminyakan. Ini menjadikan Timor Leste sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi paling rendah di Asia Tenggara.