Selain Komodo, di kawasan Taman Nasional Komodo juga menjadi tempat bermukim masyarakat adat yang dikenal dengan nama Suku Komodo. Jika dibandingkan reptil purba Komodo, Suku Komodo memang kalah populer. Mereka adalah kelompok manusia pertama yang menetap di Pulau Rinca, baru kemudian disusul oleh Suku Bajo, si manusia ikan.
Masyarakat setempat di NTT sangat meyakini bahwa Komodo sebenarnya merupakan kembaran dari Suku Komodo. Dahulu, terdapat seorang wanita bernama Putri Naga yang menikah dengan seorang pria lokal. Putri Naga pun kemudian hamil. Setelah sekian lama mengandung, ternyata sang Putri Naga melahirkan bayi laki-laki dan telur yang menetaskan Komodo betina.
Karena dianggap aib, kabar Putri Naga yang melahirkan Komodo menjadi rahasia yang dijaga rapat-rapat, termasuk kepada anak laki-lakinya. Namun semuanya terbongkar ketika sang anak mulai beranjak dewasa. Kala itu, anak laki-laki dari Putri Naga sedang berburu, namun tiba-tiba rusa yang menjadi buruannya diterkam oleh seekor Komodo raksasa.
Merasa kesal, anak laki-laki tersebut bermaksud membunuh Komodo yang merebut mangsanya. Ketika akan mengangkat panah, Putri Naga muncul dan menceritakan bahwa Komodo di depannya adalah saudara kembarnya. Sejak saat itu, masyarakat Suku Komodo menganggap reptil purba Komodo sebagai saudara. Bahkan konon mereka juga bisa mengerti bahasa Komodo.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat asli dari Suku Komodo telah hidup membaur dengan para pendatang. Praktis tidak diketahui lagi jumlah pasti Suku Komodo. Karena hal inilah, pemerintah NTT menilai masyarakat yang tinggal di kawasan Taman Nasional Komodo tak memiliki hak atas lahan yang mereka tempati selama bergenerasi-generasi tersebut.
Aktivitas manusia di kawasan Taman Nasional Komodo dikhawatirkan menghambat pertumbuhan populasi Komodo. Masyarakat yang tinggal di Pulau Komodo dan Pulau Rinca pun tidak mendapatkan pelayanan baik oleh negara. Oleh karena itu, Pemerintah berencana akan memindahkan mereka ke tempat yang layak dengan akses kesehatan dan pendidikan.
Taman Nasional Komodo menjadi tanah leluhur dan seharusnya menjadi milik Suku Komodo. Namun setelah statusnya menjadi Taman Nasional di tahun 1980, Suku Komodo seolah menjadi penduduk liar. Akan lebih bijak jika upaya pelestarian Komodo tidak perlu dilakukan dengan merelokasi penduduk yang hidup secara turun-temurun di Pulau Komodo.
Pada kenyataannya, kehidupan Suku Komodo di Taman Nasional Komodo sama sekali tidak mengganggu Komodo. Mereka terbiasa hidup bersama sejak ratusan tahun dengan damai. Justru, wisatawan lah yang seringkali menjadi penghambat pertumbuhan Komodo. Penyelundupan Komodo juga menjadi faktor utama yang membuat reptil purba ini semakin langka.